Sunday, January 29, 2012

sabtu 28 1 12

pg k ikip- jaga- jiid- jaga- makan - duhur- jilid- jaga- asar- jaga- thx u lord- sore teo k kos- k wrg- thx u lord- mlm k adri- k kfc- k adri- thx u lord-

JUMAT 27 1 12

pg k unimus- jaga ujian- k dinus- ambil susulan teknik- ngumpul nilai sastra- thx u lord- siang k masjid- k unaki tt cimb- k cimb ngurus atm- k unimus ambil prosa- k wrg maksi- k ikip- jaga- asar- jaga- magrib- jaga- thx u lord-

kamis 26 1 12

pg k unaki- thx u lord- k ikip- jaga- potokopi- jaga- makan- duhur- potokopi- jaga- asar- jaga- magrib- jaga- thx u lord-

rabu 25 1 12

pg k genuk jemput roni- k sma roni- k pom- k unisula- kantin- ambil jawaban- k bni bayar malang- k dinus ambil susulan- ngumpul nilai- k unaki- thx u lord- siang jemput roni- k kfc- roni k kos- thx u lord- sore antar roni- thx u lord- mlm k unimus- jaga ujian- thx u lord-

selasa 24 1 12

pg k unaki- thx u lord- siang k lundry- k ikip- salah jadwal- huft- help me lord- k wrg- k ikip- jaga- asar- jaga- magrib- jaga- thx u lord- mlm joko k kos- thx u lord-

senen 23 1 12

pg rian k kos- thx u lord- sore date w ario- thx u lord- mlm d w rian- thx u lord-

minggu 22 1 12

pg date w putra- thx u lord- siang date w tyo- menyebalkan- huft- help me lord- sore k wrg- thx u lord- - mlm date w putra- thx u lord-

sabtu 21 1 12

seharian d kos- baca- ga bikin paper- help me lord- siang k wrtg- thx u lord- mlm k semawis w rian- thx u lord-

jumat 20 1 12

pg k unaki- thx u lord- siang k masjid- rian- k sambara- thx u lord- mlm k wrg- k sk-- thx u lord-

kamis 19 1 12

pg k unaki- thx u lord- siang k mall- putu sari dwi- maksi d bakso kumis- thx u lord- sore k potokopi- reang w rian- k wrg- k pom- thx u lord- mlm gagal koreksi- malah nonton tv- help me lord-

rabu 18 1 12

pg k dinus- sakit perut- help me lord- siang k laundry- k alfa- k potokopi- k ikip- putu niko bowo- thx u lord- k dinus- fak eko- fasilkom- fak teknik- fak sastra- thx u lord- mlm k arya- k budi- k burjo- k arya- thx u lord-

selasa 17 1 12

pg k unaki- thx u lord- siang k simpang5- melvin- k kfc maksi w melvin- melvin k kos- thx u lord- sore k melvin- k pedurungan- asar- tv magrib- k simpang5 bulik ultah- k ped- thx u lord-

senen 16 1 12

pg k ikip- k dinus- k wrg- thx u lord- seharian ngoreksi- thx u lord- mlm k wrg- thx u lord- dpt rmbtn dr rian- thx u lord-

minggu 15 1 12

pg k olip- upik- may- may- iing- pom- aan- bowo- heni- kos- momo- kfc- thx u lord- siang pedong k kos- thx u lord- sore k wrg- menghindari rian- k masjid- thx u lord- mlm k kfc w rian- thx u lord-

sabtu 14 1 12

pg k manaph- k ikip- k nina- thx u lord- siang os k kos- maksi brg- popi k kos- thx u lord- sore k pedurungan- thx u lord-

jumat 13 1 12

pg k jilid- k unaki- thx u lord- siang k masjid- ktm rian- k jilid- k ikip- rapat- drama- thx u lord- mlm k kfc w rn- thx u lord-

kamis 12 1 12

pg k unaki- net- duhur- gladi- mpe sore- thx u lord- sore k aha- k alfa- k wrg- thx u lord- mlm diner at manggala w aan- thx u lord-

rabu 11 1 12

pg sarapan buray w rian- k unaki mpe siang- thx u lord- siang nyuci- jemuranku ilang- help me lord- sore renang w rian- thx u lord-

selasa 10 1 12

seharian d kos- paper ga jadi- malah ol mulu- help me lord-

senen 9 1 12

pg k alfa- k bengkel jemput rian- mompa ban- sarapan d b sumo w rian- k bengkel ngantar rian- k ikip ambil undangan- k bni bayar seminar- k apotik beli obat diare- k laundry- thx u lord- - sore rian k kos- k aan- k masjid- k pedurungan w rian n aan- syukuran d panti- rian pul ndiri- k aan- thx u lord-

minggu 8 1 12

pg rian k kos- seharian rian nempel- hiksssss- pg sarapan soto d pasar burung- siang maksi d waroeng boy kusumawardani- mlm diner d burjo singosari- thx u lord- seharian ga bs ngerjain paper gara2 ada dia- mlm males ngerjain paper malah ol- help me lord-

sabtu 7 1 12

pg k mall- putu dwi sari- makan bareng- sari ultah- thx u lord- siang k unimus- thx u lord- mlm k wrg- thx u lord-

jumat 6 1 12

pg k dinus- k dokter- thx u lord- siang k masjid- k wrg- thx u lord- ketiduran mpe pagi- thx u lord-

kamis 5 1 12

pg k dinus- ngenet- ngopi poto k kakek- sarapan ma kakek- ditraktir kakek- thx u lord- sore k wrg- thx u lord- mlm k kfc ma rian- thx u lord-

rabu 4 1 13

pg k dinus- k wrg- nyuci- thx u lord- siang ptg rambut- maksi at simsix w rian- thx u lord- sore k unisula- thx u lord-

selasa 3 1 12

pg k dinus- k bca- k laundry- k wrg- thx u lord- siang k unaki- k motor- k masjid- k ikip- k wrg- thx u lord-

Zlatan Ibrahimovic and Gerard Pique Gay Football Lovers

http://famewatcher.com/football-players-barcelona-ibrahimovic-pique-photo.html Famewatcher
Pim on May 7, 2010 — Leave a Comment 1piqueibrahimovic Famewatchers, meet Barcelona football stars Zlatan Ibrahimovic and Gerard Pique. This picture of the two pro footballers, described by our friend Deena as a photo “that borders on then romantic”, was snapped recently and is rocking the football world. Not unexpectedly, the question that some people are asking goes like this: “Hmm, are they doing it?” Our answer: We don’t know. But we are awed by the intimacy captured in the picture. Who says men cannot be intimate with each other, but not necessarily sexual, these days. 1gerard-and-zlatan For those not very familiar with the two, here’s some of their info courtesy of wikipedia: Zlatan Ibrahimovic: is a Swedish footballer who currently plays as a striker for Barcelona and the Swedish national team. He is of Bosnian and Croatian parentage. As of February 2009, Ibrahimovic, along with Kaká, were the highest salaried football players in the world with an annual pay of €9 million. Gerard Piqué: is a Spanish footballer, currently playing as a centre back for Barcelona. Piqué was raised in a wealthy Catalan family. His father is a lawyer, and his mother is the director of a medical institute. His grandfather, Amador Bernabeu, is the former vice-president of FC Barcelona. UPDATE A reporter asks Ibrahimovic about this controversial photo and what did he say? He invited the reporter and his sister to his home and there he will prove that he is not gay. Says he, “Come to my house and you’ll see If I’m gay…. And bring your sister.” Well, that really does not answer the question does it? What if they do go to his house and find him …. knitting a sweater or something. But then again, we also wouldn’t know how to deal with the controversy if we were placed in his shoes. Any suggestions on how Ibrahimovic and Pique should have responded (or should respond) to the “are you gay lovers” question?

Zakat Profesi

http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_Profesi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. Daftar isi [sembunyikan] * 1 Latar belakang * 2 Waktu Pengeluaran * 3 Nisab * 4 Kadar Zakat * 5 Perhitungan Zakat * 6 Pranala luar dan referensi [sunting] Latar belakang Adapun orang orang yang mensyariatkan zakat profesi memiliki alasan sebagai berikut: Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu. Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan. Referensi dari Al Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat 267: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji" [sunting] Waktu Pengeluaran Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu pengeluaran dari zakat profesi: 1. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat 2. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat. 3. Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen. (haul:lama pengendapan harta) [sunting] Nisab Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp 4.000/kg maka nisab zakat profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp 2.080.000. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun. [sunting] Kadar Zakat Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah: “Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi). [sunting] Perhitungan Zakat Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara: 1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun. 2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.

Zakat Maal

http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat_maal
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (Dialihkan dari Zakat maal) Perubahan tertunda ditampilkan di halaman iniBelum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari Zakat Mal (Arabadalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara). Mal berasal dari bahasa Arab;mal yang secara harfiah berarti 'harta'. Daftar isi [sembunyikan] * 1 Syarat-syarat harta * 2 Macam-macamnya * 3 Yang berhak menerima * 4 Sumber dalam Alquran & Hadis * 5 Pranala luar [sunting] Syarat-syarat harta Harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Milik Penuh, yakni harta tersebut merupakan milik penuh individu yang akan mengeluarkan zakat. 2. Berkembang, yakni harta tersebut memiliki potensi untuk berkembang bila diusahakan. 3. Mencapai nisab, yakni harta tersebut telah mencapai ukuran/jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan, harta yang tidak mencapai nishab tidak wajib dizakatkan dan dianjurkan untuk berinfaq atau bersedekah. 4. Lebih Dari Kebutuhan Pokok, orang yang berzakat hendaklah kebutuhan minimal/pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu 5. Bebas dari Hutang, bila individu memiliki hutang yang bila dikonversikan ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak terpenuhinya nishab, dan akan dibayar pada waktu yang sama maka harta tersebut bebas dari kewajiban zakat. 6. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul), kepemilikan harta tersebut telah mencapai satu tahun khusus untuk ternak, harta simpanan dan harta perniagaan. Hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz(barang temuan) tidak memiliki syarat haul. [sunting] Macam-macamnya Macam-macam zakat Mal dibedakan atas obyek zakatnya antara lain: * Hewan ternak. Meliputi semua jenis & ukuran ternak (misal: sapi,kerbau,kambing,domba,ayam) * Hasil pertanian. Hasil pertanian yang dimaksud adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. * Emas dan Perak. Meliputi harta yang terbuat dari emas dan perak dalam bentuk apapun. * Harta Perniagaan. Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan disini termasuk yang diusahakan secara perorangan maupun kelompok/korporasi. * Hasil Tambang(Ma'din). Meliputi hasil dari proses penambangan benda-benda yang terdapat dalam perut bumi/laut dan memiliki nilai ekonomis seperti minyak, logam, batu bara, mutiara dan lain-lain. * Barang Temuan(Rikaz). Yakni harta yang ditemukan dan tidak diketahui pemiliknya (harta karun). * Zakat Profesi. Yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. [sunting] Yang berhak menerima !Artikel utama untuk bagian ini adalah: zakat#Yang berhak menerima Berdasarkan firman Allah QS At-Taubah ayat 60, bahwa yang berhak menerima zakat/mustahik sebagai berikut: 1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan & membagikan zakat. 4. Muallaf : orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. Memerdekakan budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan ma'siat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam di bayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, madrasah, masjid, pesantren, ekonomi umat, dll. 8. Ibnu Sabil, Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma'siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Atau juga orang yg menuntut ilmu di tempat yang jauh yang kehabisan bekal. [sunting] Sumber dalam Alquran & Hadis * QS (2:43)("Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk".) * QS (9:35)(pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahanam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.") * QS (6: 141)(Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. )

Ballerinas Dance with Machine Guns

http://serbianballerinasdancewithmachineguns.com/post/724635724/negative-feminism-anti-social-queer-theory-and-the
writings on literature, art, film, music, theory, politics, and culture. follow me on tumblr or add RSS. email: loneberry (at) gmail.com about / tags / ask / store / links ShareThis home archive mobile rss Negative feminism, anti-social queer theory and the politics of hope What is negative feminism and anti-social queer theory? My fragmentary answer: it is a queer critique that aims to decenter positivity, productivity, redemptive politics of affirmation, narratives of success, and politics that are founded on hope for an imagined future. It’s rude politics and has no interest in being polite. It embraces masochism, anti-production, self-destructiveness, abjection, forgetfulness, radical passivity, aggressive negation, unintelligibility, negativity, punk pugilism, and anti-social attitudes as a form of resistance to liberal feminist and gay politics of cohesion. It’s about not-becoming because the notion of becoming is perceived as following the capitalist logic of production and models of success that are often tied up with colonialism. It asks, why the fuck should queers be nice? And asserts that politeness is heteronormative and we should embrace our utter failure at functioning within a colonialist, heteronormative, capitalist, racist, sexist and transphobic framework. Jack “Judith” Halberstam is an academic who has probably articulated this theory most lately. I want to talk about his theories and raise some pressing questions and criticisms of his controversial ideas in the context of my limited conversations with him. This essay is largely based on Jack’s article, The Anti-Social Turn in Queer Studies (pdf). Driving in a car with Jack, my roommate Matthew and his partner JD. We have excited conversation about everything from bats to drag. Jack is rushed to get to get to the airport but is incredibly calm, easy going, and undemanding even though there’s no time for the promised dinner with the college’s budget. JD is a Buddhist enthusiast, eager to discuss this inspiring interest of his. In the car he mentions how much happier his is since coming to Buddhism, how it has transformed his thinking and allowed him to think lovingly of strangers, even the little buggers with their giant carts of shit standing in front of you in line at the grocery store. Now Jack is some whose recent work revolves around the heteronormativity of politics of hope and the imperialism of happiness. Jack adds, “But why would I want to think lovingly of everyone? Maybe there are people out there that are truly undeserving of my love.” The comments JD made sparked a fascinating discussion emotional dynamicness and the value of positive feelings, giving me a glimpse of the place from which Jack’s theories of queer failure and negative feminism come from. We questioned why there is a tendency to privilege certain “positive” or “good” feelings and examined the impulse to flatten or repress the full spectrum of affective responses. For me, the (anti)politics of negation discussed by Jack arise from a queer resistance to emotional flatness and the privileging of feeling good to feeling like shit. It’s about challenging the productive and rationalist logic of capitalism that makes you feel insane if you can’t function within its framework. It’s about thinking through how emotion informs how we approach politics and how privileging an approach that only values positive feelings erases and denies the position of people who refuse to or simple just can’t feel happy about participating in such a shitty context. People who are angry or depressed as fuck and seek self-annihilation because the world demands our unity. So where does radical negation get us? Jack’s borrowed mantra, no future, rejects such temporal considerations. But most of us out there probably still care about the viability specific political strategies. While I was at Ida, I got into a discussion with two people who were critical of Jack’s negative feminism and anti-social queer theory. They raise some good criticisms that I am trying to think through here. It was a few months ago when I brought Jack to New College to give a lecture. I was working as the Gender and Diversity Center Program Coordinator and got to spend some time with writers and intellectuals like bell hooks and Eileen Myles. At the time I was most familiar with Jack’s work on trans men, queer temporalities and subcultures, and female masculinity; but was wholly fascinated by his lecture on the queer art of failure. It seemed relevant given that lately, in the radical queer community, there seems to be a point of contention between those who adhere to a politics of community and affirmation and those who adhere to a politics of cynicism. But of course it’s not that simple, and maybe it’s more accurate to say that some approach politics with an attitude of constructiveness and other approach it with an attitude of destructiveness. Jack is trying to explore the destructive side of things; particularly a disorganized and unintelligible form of self-destructiveness and masochism as a form of resistance. But unlike the nihilistic posturing of those that are too-queer-for-everything, Jack is not interested in an a purely aestheticized attitude, nor is he necessarily all critique. What we get is still a strategy, albeit an anti-rational and anti-organizational one. While Jack’s theories are somewhat nihilistic, it dissociates itself from nihilism’s historical complacency with sexism. He writes that he would rather “turn to a history of alternatives, contemporary moments of alternative political struggle and high and low cultural productions of a funky, nasty, over the top and thoroughly accessible queer negativity.” So I wouldn’t say that Jack’s theories don’t advocate doing nothing, rather, doing something through a refusal to do anything, a radical form of passivity. Similar, Jack notes that, “Negativity might well constitute an anti-politics but it should not register as apolitical.” A passive consumer who watches TV all day and drives an SUV to work wouldn’t be the same as, say, the narrator of Jamaica Kincaid’s Autobiography of my Mother, who refuses to be happy or do anything because she rejects the impetus to participate while she is forced to exist under colonialism. Jack writes that, “She opposes colonial rule precisely by refusing to accommodate herself to it or to be responsible for reproducing it in any way. Thus the autobiographical becomes an unwriting, an undoing, an unraveling of self.” While the narrator is resistant to the logic of production and participation, the strategy is—in a roundabout kind of way—a perverse form of productivity. Criticism of the Negative Turn One major critique is that it invalidates and delegitimizes the work of people who are committed to queer struggle that is not anti-social, negative, anti-communitarian, or anti-identitarian in character. Constructive, affirmative and restorative forms of political engagement are portrayed as decidedly unqueer. When Jack tosses memory out in favor of forgetfulness, Bea, a person I met at Ida who studies history, rightfully asks, what the fuck? People who adopt an attitude of queer cynicism often shit on and belittle the efforts of people carrying out any constructive project. But Jack is critical of this types of cynicism when he describes the “archive of feelings” (Ann Cvetkovich) that characterizes much (gay) anti-social theory. The affective response in the archive consists of “fatigue, ennui, boredom, indifference, ironic distancing, indirectness, arch dismissal, insincerity and camp,” but he notes the limitations of this repertoire and favors a more dynamic set of emotions including “rage, rudeness, anger, spite, impatience, intensity, mania, sincerity, earnestness, over-investment, incivility, brutal honesty and so on.” While the problem with any constructive project is that it will always be problematic in one way or another, it is still valuable to carry out an imperfect project rather than to recoil with frustration over the impossibility of getting everything right. There is no way to be fully outside the context that we are at odds with, no way to overcome the limitations of language, no way to easily undo all our internalized responses. When I spent time with former BLA and Black Panther Party member Ahanti Alston, he emphasized a process-oriented, experimental form of action where you act without necessarily having all the details worked out. Because you can’t let yourself get trapped in inactivity and you will figure out more as you go. It’s a hell of a lot easier to perform these exercises in pure critique than it is to actually engage something in an active way. But like I said earlier, I don’t think Jack is all critique because he is offering an alternative strategy, whether we agree with its validity or not. A lot of the criticism raised in this brief conversation made me question and think through why I was initially so receptive and open to Jack’s ideas. For one, I encountered the ideas in the context of meeting Jack—who is an extremely thoughtful, energetic, and engaging scholar, not to mention a sweet person overall. But more importantly, Jack’s idea’s spoke to me on this different level—they were so visceral, so much about affectivities and affectivities in relation to the formation of politics. I have always kind of separated the two—the political ‘self’ and the self-destructive, over-feeling and dysfunctional ‘self’—because I felt that the two could not be reconciled, because politics seemed to demand a certain level of functionality and affective distance. Jack spoke of self-destructive behavior as a valid emotional response to the world we are confronted with. And maybe through my feminism I have internalized the idea that masochism and depression are things to be overcome, things that mark you as weak. Masochism, cutting, self-annihilation and so forth seem incompatible with feminism because they might be viewed as forms of self-punishment that arise from internalized sexism, misogyny, and of hatred for one’s status as woman. But maybe the self-destructive impulse arises when we realize that we are at odds with the system that surrounds us, when we realize that participation would mean symbolic death and we are fashioning a new kind of refusal. Marina Abramovic, Nude with a Skeleton In a blog post titled The Artist Is Object – Marina Abramovic at MOMA, Jack uses the term “shadow feminism” to describe this feminist re-conception of masochism and the shattering of self through pain. He writes: In this genre, we find no “feminist subject” but only un-subjects who cannot speak, who refuse to speak; subjects who unravel, who refuse to cohere; subjects who refuse “being” where being has already been defined in terms of a self-activating, self-knowing, liberal subject. We find a feminism that stages a refusal to become woman and that locates this refusal deep in the heart of masochistic pain/pleasure dynamics? Yoko Ono, Cut Piece (1964) In his discussion of feminist performance art, Jack also discusses the masochistic and passive performance pieces of Yoko Ono’ 9 min “Cut Piece.” Jack is interested in exploring the negativity territory often associated with femininity. But this notion of feminine negativity is really nothing new, and I think Jack does not acknowledge the debt he owes to French feminism. Decades ago Xavier Gauthier wrote, And then, blank pages, gaps, borders, spaces and silence, holes in discourse: these women emphasize the aspect of feminine writing which is the most difficult to verbalize because it becomes compromised, rationalized, masculinized as it explains itself….If the reader feels a bit disoriented in this new space, one which is obscure and silent, it proves, perhaps, that it is a woman’s space. In my thesis on race, gender, and the practice of writing, I consider the appropriation of silences as a rhetorical strategies that disrupts the masculinist system of meaning. This perspective views silence itself as a rupture, as resistance to a system of signs that values presence and occupation over gaps and absences. The view of woman as non-subject can also be traced back to Jacques Lacan, who asserted that women occupy a state of non-being because they are merely a lack—a negative sign. The territory of femininity is marked by irrationality, madness, and silence because women are seen as fundamentally alienated by a phallocentric system of signification. But ultimately, I did not buy into this deterministic view and tended to side more with the approach of writers like Helene Cixous, who rejected death, the authority of the phallus, and the view of woman-as-castrated in favor of “limitless life.” And Audre Lorde, who—in an essay titled “The Transformation of Silence into Language and Action” wrote: I was going to die, if not sooner than later, whether or not I had ever spoken myself. My silences had not protected me. Your silence will not protect you…Because the machine will try to grind you into dust anyway, whether or not we speak. We can sit in our corners mute forever while our sisters and our selves are wasted, while our children are distorted and destroyed, while our earth is poisoned; we can sit in our safe corners mute as bottles, and we will still be no less afraid. Ultimately, I find that a purely oppositional or negative politics has major limitations, no matter how radical. Negative feminism and queer theory challenges the idea that participation is the only option. But it doesn’t acknowledge that negative politics is still inscribed within the same framework. Negation isn’t a form of escape. It can make you even more limited by the structure that surrounds you because it promotes an approach that is defined exclusively by the structure, can only think in a way that is reactive. This can make you even more stuck than if you were drawing on your context as a point of departure for constructing alternatives. Concluding Thoughts The issue, for me, does not come down to hope vs. cynicism, but figuring out how we can resist the tendency to normalize from the position of a privileged affective response or attitude. This means challenging the hegemony of happiness, which invalidates people who are too crazy or angry or fucked up by the world to function or participate in a polite way. With that said, I am not wholeheartedly for feminist and queer negativity as a singular perspective. I am interested in the mingling of destruction and construction—concurrent undoing and doing—and building my politics on spontaneity, dynamicness and an understanding of subjectivity as extremely volatile in order to account for radical emotional instability. Because our affective responses are in flux, shifting our outlooks and we should be able to utilize a range of attitudes and approaches. I’m wondering if it’s okay if I’m sometimes full of a whole lot of negativity and hope, wondering why we think of things as mutually exclusive or why it sometimes seems so hard for us to think of things as multiple. Posted June 22, 2010 at 3:12am in affect feminism queer queer theory theory jack halberstam judith halberstam radical politics || home

Watch Miley Cyrus Demi Moore Play Mother

http://www.homorazzi.com/category/movies/
/ Daughter In “LOL” Trailer Author: Patrick Date: Jan 10, 2012 In: Movies, Patrick Coming to a theatre near you later this year is ‘LOL,’ a teenage coming of age story starring Miley Cyrus whose character struggles with love, freedom, and growing up. Demi Moore plays her mother, who tries to prevent her rebellious party daughter from ruining her life (as moms do). This isn’t heavy stuff, just a fluffy teenage dramedy (with lines like, “It’s so good to love someone so much it hurts” and “I hate her. Look at her – even her underwear is skankville.” Clearly the film is targeted to the girls that followed Cyrus as Hannah Montana. The film is a remake of the 2008 French film of the same name. Oh, and although LOL may refer to the “Laughing Out Loud” phrase, but it’s also short for Lola, which is the name of Cyrus’ character. An interesting tidbit of info is that there was previously a scene in the film showed Miley Cyrus smoking marijuana, but it was cut after that video circulated the web back in December 2010 showing Cyrus smoking the psychoactive plant salvia divinorum. Oh, Miley. Check out the trailer below. Watch the trailer after the jump… Read more at: http://www.homorazzi.com/category/movies/#ixzz1j46v9oTb

6 Selebritis Berwajah Tampan yang Akhirnya Mengaku Gay

http://www.beritaunik.net/unik-aneh/6-selebritis-berwajah-tampan-yang-akhirnya-mengaku-gay.html
8 Komentar Share: admin | Nov 07, 2010 | Kategori Unik 1. George Michael Penyanyi yang satu ini memiliki wajah yang tampan. Dia juga digilai banyak wanita. Sayang, dia tak tertarik untuk menjalin hubungan dengan wanita karena dia adalah seorang gay. George Michael secara terus terang mengakui bila dirinya adalah gay. pada wawancaranya dengan media tahun 2007, Michael menuturkan bila selama ini dia menutupi jati dirinya itu karena dia sangat mengkhawatirkan ibunya. Dia takut ibunya akan sedih bila mengetahui dirinya adalah pecinta sesama jenis. Setelah mengumpulkan keberanian akhirnya penyanyi asal Inggris ini mengungkapkan bila dirinya adalah gay. Dalam wawancaranya dengan CNN, George mengaku dirinya tak masalah dengan penilaian miring publik tentang pengakuannya tersebut. ‘Saya ingin mengatakan saya tak punya masalah dengan pandangan orang yang mengetahui saya gay. Saya menjalin hubungan dengan pria sekarang. Dan saya sudah 10 tahun tak menjalin hubungan dengan wanita,’ katanya santai. Tak hanya itu, George juga tak malu-malu lagi untuk pamer kemesraan dengan pacar prianya. Bahkan, artis ini sempat terkena dua kali skandal karena dianggap melakukan pelecehan seksual pada tahun 1998 dan juga 2006. George sadar skandalnya itu membuat penggemarnya kecewa. Dia pun meminta maaf akan hal tersebut. Dia berharap para penggemar setianya itu bisa menerima dirinya apa adanya. ‘Saya hanya ingin mereka tahu saya baik-baik saja. Saya minta maaf atas segala skandal yang terjadi. Semoga mereka tetap mendukung saya,’ ucapnya. Pemilik nama Georgios Kyriacos Panayiotou ini sempat menjalin hubungan yang lama dengan Anselmo Feleppa. Namun, Anselmo meninggal karena menderita penyakit AIDS pada tahun 1993. Setelah tiga tahun berduka karena kematian pacarnya itu, George kembali membina kisah cinta dengan sesama pria yang bernama Kenny Goss. Hubungan mereka berakhir tahun 2008 lalu. 2. Mark ‘Westlife’ Feehily Mark Feehily membuat jutaan remaja putri patah hati saat dia mengumumkan dirinya adalah seorang gay. Banyak penggemar salah satu personel boyband Westlife itu yang kecewa saat Mark membuat pengakuannya tersebut. Maklum saja, Mark Feehily salah satu personel boyband yang dielu-elukan remaja putri. Wajahnya yang ganteng serta postur tubuhnya dan suaranya yang khas membuat Mark mendapatkan tempat di hati para penggemar setianya. Tak heran, banyak yang bersedih dengan pengakuan pria tersebut. Tetapi, Mark mengaku sangat bahagia dan bangga dengan status gay yang menempel padanya. ‘Saya gay dan saya bangga akan itu. Saya ingin semua orang tahu tentang kebenaran kecenderungan seks saya yang menyukai pria,’ katanya. Tak hanya itu, Mark juga siap bila ditinggalkan penggemarnya karena dirinya lebih tertarik dengan pria daripada wanita. Mark juga sesumbar bila dia tak butuh simpati dari siapapun. Bahkan, kabarnya, menurunnya karir Westlife karena pengakuan terbuka Mark soal dirinya gay. Mark tetap tak peduli. ‘Saya tak peduli dengan reaksi orang tentang saya karena saya bangga dengan diri saya,’ ucapnya. Mark mengaku teman-teman dan keluarganya menghormati keputusannya tersebut. Dia juga bahagia dengan pilihan hidup yang dijalaninya itu. Bagi Mark itu sudah membuat dia merasa tenang dan nyaman. ‘Saya ingin mengatakan saya bahagia. Saya memiliki pacar yang membuat saya bisa tertawa. Tak ada orang yang ingin sendiri di dunia ini,’ ucapnya. 3. Ricky Martin Setelah lama menghindar dan menyembunyikan soal statusnya, akhirnya Ricky Martin memberanikan diri untuk membuat pengakuan bila dirinya adalah seorang gay. Ricky mengakui hal tersebut melalui blog pribadinya. Dia mengungkapkan bila saat ini adalah waktu yang tepat untuk membuat pengakuan soal rahasia yang selama ini dipendamnya. Dia merasa bahagia dan lega setelah melakukan pengakuan tersebut. ‘Saya gay dan saya bangga,’ ujarnya. Ricky juga meminta kepada para penggemarnya untuk tetap mencintai dan menerima hasil karyanya. Dan keinginan Ricky itu mendapat respon yang baik dari para penggemar setianya. Mereka menyatakan tak kecewa dengan pengakuan penyanyi berdarah Latin tersebut. Para penggemar siap untuk mendukung Ricky. Dan mereka bertekad untuk selalu mencintai penyanyi yang terkenal dengan goyangan pinggulnya tersebut. 4. Adam Lambert Sejak Adam Lambert mengikuti ajang adu bakat American Idol 2009, banyak yang menduga bila Adam adalah gay. Tetapi, Adam selalu berusaha menutupinya. Dia selalu berkelit saat disinggung soal tersebut. Mendekati acara final American Idol, foto-foto Adam yang sedang bermesraan dan berciuman panas dengan seorang pria beredar luas di internet. Adam tak mau menanggapinya. Setelah acara final American Idol selesai, tak lama setelah itu, pria yang gemar dandan ini membuat pengakuan di majalah Rolling Stone. Adam menjadi cover di majalah tersebut. Di majalah itu, pria berusia 28 tahun ini mengakui bila dirinya adalah gay. ‘Saya gay dan saya sangat nyaman dengan hal itu,’ kata Adam terus terang. Adam yakin pengakuannya itu tak akan membuat orang terkejut. Dia merasa sudah saatnya dia membuka kehidupan pribadinya yang lebih tertarik pada kaum pria. ‘Saya tidak berpikir ini akan mengejutkan orang mendengar saya adalah seorang gay. Saya tinggal di Los Angeles selama delapan tahun dan saya adalah gay,’ tegasnya. Lambert merasa tidak ada yang salah dengan orientasi seksualnya. Dia merasa selama ini apa yang dia lakukan itu tidak merugikan orang lain. Adam tak merasa malu dengan orientasi seksualnya tersebut. Sebaliknya, pria yang tampil modis ini justru bangga dengan dirinya yang seorang gay. Adam sangat dijagokan menjadi American Idol. Hampir semua juri menjagokan pria tersebut untuk menjadi jawara American Idol. Sayang, keputusan juri melesat. Dan ini baru pertama kalinya, prediksi juri meleset. Adam kalah dari pesaingnya, Kris Allen. Publik Amerika terkesiap dengan keputusan tersebut. Hal ini menimbulkan spekulasi bila kekalahan Adam itu karena pria tersebut gay. 5. Clay Aiken Satu bulan setelah mendapatkan anak dari Jaymen Foster, akhirnya Clay Aiken membuat pengakuan yang mengejutkan. Penyanyi ini mengakui bila dirinya adalah gay. Dia bangga dengan statusnya sebagai ayah yang gay. ‘Ini keputusan saya untuk menjadi ayah. Saya tak berpikir anak ini untuk berbohong atau menyembuyikan status saya. Bukan untuk itu,’ katanya. Bagi Clay Aiken membuat pengakuan tentang orientasi seksnya yang lebih tertarik dengan wanita merupakan suatu hal yang berat. Tak mudah baginya untuk melakukan hal tersebut. Dibutuhkan persiapan yang matang dan mental yang kuat. Clay berharap agar pengakuannya itu tak membuat penggemarnya kecewa. Dia meminta para penggemarnya itu untuk mengerti dan memahami keputusannya tersebut. ‘Saya berusaha untuk tidak membohongi siapapun. Saya tak mau mereka membenci saya,’ ucapnya. Hal terberat bagi Clay adalah saat dia harus membuat pengakuan kepada ibunya, Faye bila dirinya adalah seorang gay. Setelah mengutarakan isi hatinya kepada sang ibu, Clay menangis sedih. Dia tak sanggup menyakiti hati wanita yang dicintainya tersebut. ‘Saat itu gelap dan saya duduk berpikir tentang diri saya. Saya menangis di mobil,’ ujarnya. 6.Stephen Gately Salah satu personel Boyzone ini membuat pengakuan yang mencengangkan di tahun 1999 silam. Stephen mengaku dirinya adalah gay dan sedang jatuh cinta dengan pria. Dalam wawancaranya itu, Stephen mengaku sedang menjalin hubungan dengan sesama personel boyband, Eloy de Jong, boyband asal Belanda, Caught in the Act. Stephen mengaku menjalin hubungan dengan Eloy dari tahun 1998. Dia sangat bahagia dengan hubungan cintanya tersebut. Dia merasa menemukan kenyamanan saat bersama pacar prianya tersebut. Hubungan Stephen dengan Eloy tak berjalan mulus. Pasangan ini putus pada Januari 2002. Setelah itu, pemilik nama Stephen Patrick David Gately ini membina cinta dengan Andrew Cowles, pria yang berprofesi sebagai pengusaha internet. Pasangan ini mengikat cinta mereka dengan pernikahan di Las Vegas tahun 2003 lalu. Andrew setia mendampingi penyanyi yang juga jago bikin lagu itu sampai akhir hayatnya. Stephen meninggal pada 10 Oktober lalu saat dia dan Andrew berlibur ke Majorca, Spanyol. Kepergian Stephen tak hanya membuat Andrew sedih, manajernya dan juga rekan-rekannya di Boyzone merasa kehilangan. Manajer Stephen mengaku dirinya sudah mengetahui bila pria asal Irlandia itu gay sejak bergabung di Boyzone. sumber: http://feedproxy.google.com/~r/blogspot/TKfLI/~3/t_HqhBtr2CU/6-aktor-berwajah-tampan-yang-akhirnya.html

United Nations: It's Okay to Kill the Gay

http://www.huffingtonpost.com/thor-halvorssen/united-nations-its-okay-t_b_787024.html
Posted: 11/23/10 05:16 PM ET React Important Fascinating Typical Scary Outrageous Amazing Infuriating Beautiful Follow United Nations , Gay , Uganda , Video , Oslo Freedom Forum , Execution , Homosexuality , Lesbian , World News share this story 2,279 695 15 Get World Alerts Sign Up Submit this story digg reddit stumble NEW YORK, NY -- Last week, the Third Committee of the United Nations General Assembly voted on a special resolution addressing extrajudicial, arbitrary and summary executions. The resolution affirms the duties of member countries to protect the right to life of all people with a special emphasis on a call to investigate killings based on discriminatory grounds. The resolution highlights particular groups historically subject to executions including street children, human rights defenders, members of ethnic, religious, and linguistic minority communities, and, for the past 10 years, the resolution has included sexual orientation as a basis on which some individuals are targeted for death. Execution of Gays in Iran These two teenagers, suspected of being gay, were executed in Iran in 2005. The tiny West African nation of Benin (on behalf of the UN's African Group) proposed an amendment to strike sexual minorities from the resolution. The amendment was adopted with 79 votes in favor, 70 against, 17 abstentions and 26 absent. A collection of notorious human rights violators voted for the amendment including Afghanistan, Algeria, China, Congo, Cuba, Eritrea, North Korea, Iran (didn't Ahmadinejad tell the world there were no gays in Iran?), Egypt, Malaysia, Pakistan, Russia, Sudan, Uganda, Vietnam, Yemen, and Zimbabwe. Add to this Bahamas, Belize (where you get 10 years for being gay), Jamaica (10 years of hard labor), Grenada (10 years), Guyana (life sentence), Saint Kitts and Nevis (10 years), Saint Lucia (10 years), Saint Vincent (10 years), South Africa (Apartheid? What apartheid?), and Morocco (ruled by a gay monarch!). They are all on the list of nations that do not think execution of gays and lesbians is worthy of condemnation or investigation. (The full vote tally is published beneath this column.) To its shame, Colombia was among the 16 nations who abstained. Those against the amendment include every European nation present, all Scandinavian countries, India, Korea, most of Latin America, all of North America, and only one Middle Eastern nation: Israel. In most countries in the Middle East, it is a crime to be gay--in some, like Saudi Arabia, it is punishable by beheading and in others, like Iran, by hanging. The UN has a remarkable track record of doing virtually nothing when presented with mass killings or genocide. "Never again!" was the cry after the holocaust. Since then, the world has witnessed a dozen more never agains with strong condemnation from the UN coming after the corpses pile up. A resolution of the sort that was voted on in the General Assembly is significant for its clarity of message: "It's okay to kill the gays." The British government had pleaded: "The subject of this amendment--the need for prompt and thorough investigations of all killing, including those committed for ... sexual orientation--exists in this resolution simply because it is a continuing cause for concern." Not a single African nation voted against the amendment. This is not surprising. Homosexuality is illegal in most of Africa. So acceptable is the notion of extra-judicial killings of gay men and women for their consensual private conduct that one of these countries, Uganda, is considering legislation making homosexuality (not the behavior, just being gay) punishable with death. The proposer of the bill, David Bahati, and the Ugandan "Minister for Ethics and Integrity," Nsaba Buturo, have vowed the bill will pass before parliament dissolves on May 12, 2011. Uganda is not a Muslim nation. It is a Christian country. And it was American evangelical preachers in Uganda who fanned the flames of what could turn into mass executions in a continent that has seen genocidal murder occur numerous times in the last two decades on the basis of religious belief, ethnicity, and membership in a linguistic minority (Burundi, Darfur, Eritrea, Ethiopia, Nigeria, Rwanda, Somalia, Zimbabwe...). I had the opportunity to meet one of the courageous individuals in the struggle against this potential mass killing in Uganda. Her name is Kasha Jacqueline and she was one of the presenters at this year's Oslo Freedom Forum. Jacqueline was concerned for her safety when she made her way to Oslo given that she could have been the subject of retaliation upon her return. Upon arriving in Norway, she was approached by several members of one of Oslo's gay and lesbian organizations who urged her not to speak at the Oslo Freedom Forum because they disagreed with our inclusion of several speakers who were outspoken critics of left-wing dictatorships. Sadly, some people in Oslo believe that only those on the left can call themselves human rights defenders -- their double standard usually will manifest itself when they ignore the crimes of the governments they favor. Kasha Jacqueline was quick to tell them that she was using us, and not the other way around. Her speech was so powerful that she was invited to stay an extra day and give the same speech at an event open to the public. She kindly accepted. Just days later, the inclusion of Kasha Jacqueline in the program of the Oslo Freedom Forum was one of the subjects of public condemnation by an American pro-life activist. The irony was excruciating. Here was a man who devotes his life to what he describes as stopping the mass killings of babies chastising an event for including someone in our program who wants to stop the mass killings of gays and lesbians. My response to his jeremiad, which was never published, concluded: "There is nothing to discuss in a circumstance like the one faced by Ms. Jacqueline and those affected by this legislation other than to offer: 'Ms. Jacqueline, how can we help you and your organization prevent what could become a horrific massacre?'" Thus the left, dear reader, thus the right. They deserve each other. Thor Halvorssen is president of the Human Rights Foundation and founder of the Oslo Freedom Forum. Follow him on Twitter and on Facebook. A Map of the Vote. Red governments voted for the amendment; yellow govt's abstained; grey govt's were not present; green govt's are the only ones to vote against the amendment which endangers gays. In favor of the amendment to remove sexual orientation from the UN resolution on extrajudicial, summary or arbitrary executions (79 nations): Afghanistan, Algeria, Angola, Azerbaijan, Bahamas, Bahrain, Bangladesh, Belize, Benin, Botswana, Brunei Dar-Sala, Burkina Faso, Burundi, Cameroon, China, Comoros, Congo, Cote d'Ivoire, Cuba, Democratic People's Republic of Korea, Democratic Republic of Congo, Djibouti, Egypt, Eritrea, Ethiopia, Ghana, Grenada, Guyana, Haiti, Indonesia, Iran, Iraq, Jamaica, Jordan, Kazakhstan, Kenya, Kuwait, Lebanon, Lesotho, Liberia, Libya, Madagascar, Malawi, Malaysia, Maldives, Mali, Morocco, Mozambique, Myanmar, Namibia, Niger, Nigeria, Oman, Pakistan, Qatar, Russian Federation, Rwanda, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and Grenadines, Saudi Arabia, Senegal, Sierra Leone, Somalia, South Africa, Sudan, Suriname, Swaziland, Syrian Arab Republic, Tajikistan, Tunisia, Uganda, United Arab Emirates, United Republic of Tanzania, Uzbekistan, Viet Nam, Yemen, Zambia, Zimbabwe Opposed to the UN amendment to remove sexual orientation from the resolution on extrajudicial, summary or arbitrary executions (70 nations): Andorra, Argentina, Armenia, Australia, Austria, Belgium, Bhutan, Bosnia-Herzegovina, Brazil, Bulgaria, Canada, Chile, Costa Rica, Croatia, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Dominican Republic, Ecuador, El Salvador, Estonia, Finland, France, Georgia, Germany, Greece, Guatemala, Hungary, Iceland, India, Ireland, Israel, Italy, Japan, Latvia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Malta, Mexico, Micronesia (FS), Monaco, Montenegro, Nepal, Netherlands, New Zealand, Norway, Panama, Paraguay, Peru, Poland, Portugal, Republic of Korea, Republic of Moldova, Romania, Samoa, San Marino, Serbia, Slovakia, Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Former Yugoslav Republic of Macedonia, Timor-Leste, Ukraine, United Kingdom, United States, Uruguay, Venezuela Abstain (17 nations): Antigua-Barbuda, Barbados, Belarus, Cambodia, Cape Verde, Colombia, Fiji, Mauritius, Mongolia, Papau New Guinea, Philippines, Singapore, Sri Lanka, Thailand, Trinidad and Tobago, Tuvalu, Vanuatu Absent (26 nations): Albania, Bolivia, Central African Republic, Chad, Dominica, Equatorial Guinea, Gabon, Gambia, Guinea, Guinea-Bissau, Honduras, Kiribati, Kyrgyzstan, Lao People's Democratic Republic, Marshall Island, Mauritania, Nauru, Nicaragua, Palau, Sao Tome Principe, Seychelles, Solomon Islands, Togo, Tonga, Turkey, Turkmenistan

Theories of reading

http://www.teachingenglish.org.uk/articles/theories-reading
Submitted by TE Editor on 23 March, 2006 - 12:00 This article is in two parts. The first part will look at some of the shifts and trends in theories relating to reading. The second part will examine tips and guidelines for implementing a theory of reading which will help to develop our learners' abilities. * The traditional view * The cognitive view * The metacognitive view * Conclusion Just like teaching methodology, reading theories have had their shifts and transitions. Starting from the traditional view which focused on the printed form of a text and moving to the cognitive view that enhanced the role of background knowledge in addition to what appeared on the printed page, they ultimately culminated in the metacognitive view which is now in vogue. It is based on the control and manipulation that a reader can have on the act of comprehending a text. The traditional view According to Dole et al. (1991), in the traditional view of reading, novice readers acquire a set of hierarchically ordered sub-skills that sequentially build toward comprehension ability. Having mastered these skills, readers are viewed as experts who comprehend what they read. * Readers are passive recipients of information in the text. Meaning resides in the text and the reader has to reproduce meaning. * According to Nunan (1991), reading in this view is basically a matter of decoding a series of written symbols into their aural equivalents in the quest for making sense of the text. He referred to this process as the 'bottom-up' view of reading. * McCarthy (1999) has called this view 'outside-in' processing, referring to the idea that meaning exists in the printed page and is interpreted by the reader then taken in. * This model of reading has almost always been under attack as being insufficient and defective for the main reason that it relies on the formal features of the language, mainly words and structure. Although it is possible to accept this rejection for the fact that there is over-reliance on structure in this view, it must be confessed that knowledge of linguistic features is also necessary for comprehension to take place. To counteract over-reliance on form in the traditional view of reading, the cognitive view was introduced. The cognitive view The 'top-down' model is in direct opposition to the 'bottom-up' model. According to Nunan (1991) and Dubin and Bycina (1991), the psycholinguistic model of reading and the top-down model are in exact concordance. * Goodman (1967; cited in Paran, 1996) presented reading as a psycholinguistic guessing game, a process in which readers sample the text, make hypotheses, confirm or reject them, make new hypotheses, and so forth. Here, the reader rather than the text is at the heart of the reading process. * The schema theory of reading also fits within the cognitively based view of reading. Rumelhart (1977) has described schemata as "building blocks of cognition" which are used in the process of interpreting sensory data, in retrieving information from memory, in organising goals and subgoals, in allocating resources, and in guiding the flow of the processing system. * Rumelhart (1977) has also stated that if our schemata are incomplete and do not provide an understanding of the incoming data from the text we will have problems processing and understanding the text. Cognitively based views of reading comprehension emphasize the interactive nature of reading and the constructive nature of comprehension. Dole et al. (1991) have stated that, besides knowledge brought to bear on the reading process, a set of flexible, adaptable strategies are used to make sense of a text and to monitor ongoing understanding. The metacognitive view According to Block (1992), there is now no more debate on "whether reading is a bottom-up, language-based process or a top-down, knowledge-based process." It is also no more problematic to accept the influence of background knowledge on both L1 and L2 readers. Research has gone even further to define the control readers execute on their ability to understand a text. This control, Block (1992) has referred to as metacognition. Metacognition involves thinking about what one is doing while reading. Klein et al. (1991) stated that strategic readers attempt the following while reading: * Identifying the purpose of the reading before reading * Identifying the form or type of the text before reading * Thinking about the general character and features of the form or type of the text. For instance, they try to locate a topic sentence and follow supporting details toward a conclusion * Projecting the author's purpose for writing the text (while reading it), * Choosing, scanning, or reading in detail * Making continuous predictions about what will occur next, based on information obtained earlier, prior knowledge, and conclusions obtained within the previous stages. Moreover, they attempt to form a summary of what was read. Carrying out the previous steps requires the reader to be able to classify, sequence, establish whole-part relationships, compare and contrast, determine cause-effect, summarise, hypothesise and predict, infer, and conclude. Conclusion In the second part of this article I will look at the guidelines which can also be used as general ideas to aid students in reading and comprehending materials. These tips can be viewed in three consecutive stages: before reading, during reading, and after reading. For instance, before starting to read a text it is natural to think of the purpose of reading the text. As an example of the during-reading techniques, re-reading for better comprehension can be mentioned. And filling out forms and charts can be referred to as an after-reading activity. These tasks and ideas can be used to enhance reading comprehension. This article published: 23rd March, 2006 was first published in Iranian Language Institute Language Teaching Journal Volume 1, No.1 Spring 2005. Further reading Barnett, M. A. (1988). Teaching reading in a foreign language. ERIC Digest Block, E. L. (1992). See how they read: comprehension monitoring of L1 and L2 readers. TESOL Quarterly 26(2) Dole, J. A. Duffy, G. G., Roehler, L. R., and Pearson, D. D. (1991). Moving from the old to the new: research on reading comprehension instruction. Review of Educational Research 61 Dubin, F., and Bycina, D. (1991). Models of the process of reading. In Celce-Murcia (ed.), Teaching English as a Second or Foreign Language. Boston, Mass.: Heinle and Heinle. Duke, N. K., and Pearson, D. P. (n.d.). Effective practices for developing reading comprehension. Available at //effective reading.com/ (Oct. 15, 2001). Estes T. H. (1999). Strategies for reading to learn. Available at www.reading strategies. Fitzgerald, J. (1995). English-as-a-second-language learners' cognitive reading processes: a review of research in the United States. Review of Educational Research 65 Klein, M. L., Peterson, S., and Simington, L. (1991). Teaching Reading in the Elementary Grades. Needham Heights, Mass.: Allyn and Bacon. Lebauer, R. (1998). Lessons from the rock on the role of reading. Available at // langue.Hyper.Chubu.ac.jp/jalt/pub/t/t/98/lebauer.html McCarthy, C. P. (n. d.) Reading theory as a microcosm of the four skills. Applied Linguistics Series. Nunan, D. (1991). Language Teaching Methodology. Hertfordshire: Prentice Hall International. Paran, A. (1996). Reading in EFL: facts and fiction. ELT Journal 50 Rumelhart, D. E. (1977). Toward an interactive model of reading. In S. Dornic (ed.), Attention and Performance IV. New York, NY: AcademicPress. Steinhofer, H. (1996). How to read nonfictional English texts faster and more effectively. The Internet TESL Journal, Vol. II, No. 6, June 1996 Ur, P. (1996). A Course in Language Teaching. Cambridge: CambridgeUniversity Press. Vaezi, S. (2001). Metacognitive reading strategies across language and techniques. Unpublished doctoral dissertation, Allameh Tabataba'iUniversity, Tehran, Iran. Van Duzer, C. (1999). Reading and the Adult English Language Learner. Washington, D.C.: Clearinghouse for ESL Literacy Education Shahin Vaezi Ph.D. Assistant professor, University of Science and Technology, Iran

taman kb

http://seputarsemarang.com/taman-kb-2-0-9993
tempat pkl yang baru Taman KB yang berada di Jl Taman Menteri Supeno Depan SMA Negeri 1 Semarang ini kini lebih rapi, dan nyaman. Di masing masing ruas trotoar, di bagian barat tedapat dua deret, dan di sisi utara dan selatan masing masing satu deret tempat Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan dengan bangunan mirip halte bis ini. PKL yang berjualan di sini sebagian yang dulu berjualan di Taman KB ini dan juga pindahan PKL yang dulu berjualan di sepanjang jalan Pahlawan. deretan pkl sisi barat kolam air taman patung taman kb rindangnya taman kb taman bermain anak tempat pkl yang baru Taman KB merupakan salah satu taman yang ada di jantung Kota Semarang yang masih asri karena banyak ditumbuhi pepohonan senantiasa memberi kenyamanan tersendiri dengan semilirnya angin yang menjadikan taman dengan luas sekitar 5.000 meter persegi ini menjadi adem dan nyaman untuk dijadikan sebagai tempat untuk sekedar bersantai sejenak melepas kepenatan dari rutinitas kerja sehari-hari. Lokasi Taman KB Semarang Menteri Supeno: http://simpanglima.wordpress.com/2009/12/29/beragam-fasilitas-baru-di-taman-kb/ Beragam Fasilitas Baru di Taman KB Taman KB yang terletak di Jalan Menteri Soepeno Kota Semarang tepat di depan SMA 1 Semarang merupakan salah satu taman yang ada di jantung Kota Semarang yang masih menarik bagi sebagian masyarakat untuk dijadikan sebagai tempat untuk sekedar bersantai sejenak melepas kepenatan dari rutinitas kerja sehari-hari. Di Taman KB yang banyak ditumbuhi pepohonan senantiasa memberi kenyamanan tersendiri dengan semilirnya angin yang menjadikan suasana menjadi adem dan nyaman. Dan untuk lebih menarik masyakat, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang baru saja melakukan pembenahan terhadap taman yang terletak tak jauh dari Kantor Gubernur Jawa Tengah ini. Dengan anggaran yang cukup besar Taman KB dibuat lebih nyaman lagi dan dilengkapi dengan beragam fasilitas pendukung baru seperti arena bermain untuk anak-anak, jalur lantai refleksiologi bagi para pejalan kaki, area yang dapat digunakan untuk pentas seni dan juga tempat duduk dan lampu taman yang diperbanyak. Kolam yang terletak tepat di tengah taman pun tak luput dari pembenahan. Kolam dibuat lebih besar dan muncratan air mancur yang terdapat di kolam tersebut diubah menjadi lebih menarik dari sebelumnya. Saat ini arah muncratan air mancur dibuat lebih bervariasi sehingga menambah semarak kolam yang di tengahnya terdapat patung seorang ibu bersama dua anaknya. Dengan adanya arena bermain untuk anak-anak di Taman KB menjadikan anak-anak semakin nyaman dan betah untuk berlama-lama bermain di tengah semilirnya angin di Taman KB. Arena bermain yang terletak di sisi barat Taman KB seperti perosotan, ayunan dan arena ketangkasan lainnya menjadikan taman yang berlokasi tak jauh dari Kawasan Simpang Lima ini sekarang juga banyak dikunjungi masyarakat yang mengajak buah hatinya untuk bermain. Terlebih arena bermain untuk anak-anak ini dikelilingi pepohonan yang cukup rindang yang membuat arena bermain tersebut menjadi adem dan nyaman untuk bermain anak-anak. Sementara itu di sisi timur Taman KB kini juga dilengkapi dengan jalur lantai refleksiologi bagi para pejalan kaki. Di jalur lantai ini dilengkapi dengan pegangan tangan untuk berjalan di jalan yang berbatu. Batu-batu kecil yang ada di jalan area tersebut disusun sedemikian rupa dengan pola yang menarik dan tetap bermanfaat untuk refleksiologi bagi pejalan kaki. Fasilitas baru lainnya yang terdapat di Taman KB adalah area yang dapat digunakan untuk bermacam kegiatan seperti pentas seni dan lain sebagainya bagi masyarakat luas. Ada empat area semacam ini dengan ukuran yang berbeda-beda. Area yang masing-masing dilengkapi dengan tempat duduk ini masing-masing terletak di sisi barat, sisi utara, sisi timur dan sisi selatan taman. Area yang paling besar terletak di sisi barat taman dan area paling kecil terletak di sisi timur taman. Sedangkan area yang terletak di sisi utara dan sisi selatan dengan ukuran yang sedang. Untuk menambah kenyamanan bagi masyarakat kini Taman KB juga dilengkapi dengan lebih banyak tempat duduk yang terletak hampir di setiap sudut taman. Dan untuk menikmati beragam fasilitas yang ada di taman pun dibuat semacam tegel yang tertata dengan rapi di tanah sebagai pijakan kaki untuk berjalan. Selain itu lampu-lampu yang ada di taman juga diperbanyak jumlahnya sehingga tetap memberikan kenyamanan saat berada di Taman KB ketika malam hari. Beragam fasilitas baru yang telah dibangun oleh Pemkot Semarang di Taman KB hendaknya dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat dan menjaganya agar keberadaan Taman KB tetap menjadi salah satu taman yang nyaman untuk dikunjungi. *

Legenda Reog Ponorogo Dan Warok

http://niponk.blogspot.com/2011/07/legenda-reog-ponorogo-dan-warok.html
4Share Legenda Reog Ponorogo Dan Warok-Salah satu ciri khas seni budaya Kabupaten Ponorogo Jawa Timur adalah kesenian Reog Ponorogo. Reog, sering diidentikkan dengan dunia hitam, preman atau jagoan serta tak lepas pula dari dunia mistis dan kekuatan supranatural. Reog mempertontonkan keperkasaan pembarong dalam mengangkat dadak merak seberat sekitar 50 kilogram dengan kekuatan gigitan gigi sepanjang pertunjukan berlangsung. Instrumen pengiringnya, kempul, ketuk, kenong, genggam, ketipung, angklung dan terutama salompret, menyuarakan nada slendro dan pelog yang memunculkan atmosfir mistis, unik, eksotis serta membangkitkan semangat. Satu group Reog biasanya terdiri dari seorang Warok Tua, sejumlah warok muda, pembarong dan penari Bujang Ganong dan Prabu Kelono Suwandono. Jumlah kelompok reog berkisar antara 20 hingga 30-an orang, peran utama berada pada tangan warok dan pembarongnya. reog241 Pembarong dengan Dadak Merak © 2005 arie saksono Seorang pembarong, harus memiliki kekuatan ekstra. Dia harus mempunyai kekuatan rahang yang baik, untuk menahan dengan gigitannya beban “Dadak Merak” yakni sebentuk kepala harimau dihiasi ratusan helai bulu-bulu burung merak setinggi dua meter yang beratnya bisa mencapai 50-an kilogram selama masa pertunjukan. Konon kekuatan gaib sering dipakai pembarong untuk menambah kekuatan ekstra ini, salah satunya dengan cara memakai susuk, di leher pembarong. Untuk menjadi pembarong tidak cukup hanya dengan tubuh yang kuat. Seorang pembarong pun harus dilengkapi dengan sesuatu yang disebut kalangan pembarong dengan wahyu yang diyakini para pembarong sebagai sesuatu yang amat penting dalam hidup mereka. Tanpa diberkati wahyu, tarian yang ditampilkan seorang pembarong tidak akan tampak luwes dan enak untuk ditonton. Namun demikian persepsi misitis pembarong kini digeser dan lebih banyak dilakukan dengan pendekatan rasional. Menurut seorang sesepuh Reog, Mbah Wo Kucing “Reog itu nggak perlu ndadi. Kalau ndadi itu ya namanya bukan reog, itu jathilan. Dalam reog, yang perlu kan keindahannya“. Legenda Cerita Reog Reog dimanfaatkan sebagai sarana mengumpulkan massa dan merupakan saluran komunikasi yang efektif bagi penguasa pada waktu itu. Ki Ageng Mirah kemudian membuat cerita legendaris mengenai Kerajaan Bantaranangin yang oleh sebagian besar masyarakat Ponorogo dipercaya sebagai sejarah. Adipati Batorokatong yang beragama Islam juga memanfaatkan barongan ini untuk menyebarkan agama Islam. Nama Singa Barongan kemudian diubah menjadi Reog, yang berasal dari kata Riyoqun, yang berarti khusnul khatimah yang bermakna walaupun sepanjang hidupnya bergelimang dosa, namun bila akhirnya sadar dan bertaqwa kepada Allah, maka surga jaminannya. Selanjutnya kesenian reog terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Kisah reog terus menyadur cerita ciptaan Ki Ageng Mirah yang diteruskan mulut ke mulut, dari generasi ke generasi. Menurut legenda Reog atau Barongan bermula dari kisah Demang Ki Ageng Kutu Suryonggalan yang ingin menyindir Raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Sang Prabu pada waktu itu sering tidak memenuhi kewajibannya karena terlalu dipengaruhi dan dikendalikan oleh sang permaisuri. Oleh karena itu dibuatlah barongan yang terbuat dari kulit macan gembong (harimau Jawa) yang ditunggangi burung merak. Sang prabu dilambangkan sebagai harimau sedangkan merak yang menungganginya melambangkan sang permaisuri. Selain itu agar sindirannya tersebut aman, Ki Ageng melindunginya dengan pasukan terlatih yang diperkuat dengan jajaran para warok yang sakti mandraguna. Di masa kekuasaan Adipati Batorokatong yang memerintah Ponorogo sekitar 500 tahun lalu, reog mulai berkembang menjadi kesenian rakyat. Pendamping Adipati yang bernama Ki Ageng Mirah menggunakan reog untuk mengembangkan kekuasaannya. Reog mengacu pada beberapa babad, Salah satunya adalah babad Kelana Sewandana. Babad Klana Sewandana yang konon merupakan pakem asli seni pertunjukan reog. Mirip kisah Bandung Bondowoso dalam legenda Lara Jongrang, Babad Klono Sewondono juga berkisah tentang cinta seorang raja, Sewondono dari Kerajaan Jenggala, yang hampir ditolak oleh Dewi Sanggalangit dari Kerajaan Kediri. Sang putri meminta Sewondono untuk memboyong seluruh isi hutan ke istana sebagai mas kawin. Demi memenuhi permintaan sang putri, Sewandono harus mengalahkan penunggu hutan, Singa Barong (dadak merak). Namun hal tersebut tentu saja tidak mudah. Para warok, prajurit, dan patih dari Jenggala pun menjadi korban. Bersenjatakan cemeti pusaka Samandiman, Sewondono turun sendiri ke gelanggang dan mengalahkan Singobarong. Pertunjukan reog digambarkan dengan tarian para prajurit yang tak cuma didominasi para pria tetapi juga wanita, gerak bringasan para warok, serta gagah dan gebyar kostum Sewandana, sang raja pencari cinta. Versi lain dalam Reog Ponorogo mengambil kisah Panji. Ceritanya berkisar tentang perjalanan Prabu Kelana Sewandana mencari gadis pujaannya, ditemani prajurit berkuda dan patihnya yang setia, Pujangganong. Ketika pilihan sang prabu jatuh pada putri Kediri, Dewi Sanggalangit, sang dewi memberi syarat bahwa ia akan menerima cintanya apabila sang prabu bersedia menciptakan sebuah kesenian baru. Dari situ terciptalah Reog Ponorogo. Huruf-huruf reyog mewakili sebuah huruf depan kata-kata dalam tembang macapat Pocung yang berbunyi: Rasa kidung/ Ingwang sukma adiluhung/ Yang Widhi/ Olah kridaning Gusti/ Gelar gulung kersaning Kang Maha Kuasa. Unsur mistis merupakan kekuatan spiritual yang memberikan nafas pada kesenian Reog Ponorogo. Warok Warok sampai sekarang masih mendapat tempat sebagai sesepuh di masyarakatnya. Kedekatannya dengan dunia spiritual sering membuat seorang warok dimintai nasehatnya atas sebagai pegangan spiritual ataupun ketentraman hidup. Seorang warok konon harus menguasai apa yang disebut Reh Kamusankan Sejati, jalan kemanusiaan yang sejati. reog231 Warok dalam pertunjukan Reog Ponorogo © 2005 arie saksono Warok adalah pasukan yang bersandar pada kebenaran dalam pertarungan antara kebaikan dan kejahatan dalam cerita kesenian reog. Warok Tua adalah tokoh pengayom, sedangkan Warok Muda adalah warok yang masih dalam taraf menuntut ilmu. Hingga saat ini, Warok dipersepsikan sebagai tokoh yang pemerannya harus memiliki kekuatan gaib tertentu. Bahkan tidak sedikit cerita buruk seputar kehidupan warok. Warok adalah sosok dengan stereotip: memakai kolor, berpakaian hitam-hitam, memiliki kesaktian dan gemblakan.Menurut sesepuh warok, Kasni Gunopati atau yang dikenal Mbah Wo Kucing, warok bukanlah seorang yang takabur karena kekuatan yang dimilikinya. Warok adalah orang yang mempunyai tekad suci, siap memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. “Warok itu berasal dari kata wewarah. Warok adalah wong kang sugih wewarah. Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik”.“Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa” (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin). Syarat menjadi Warok Warok harus menjalankan laku. “Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan diisi. Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan. Persyaratan lainnya, seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain mori 2,5 meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah itu, calon warok akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Warok sejati pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa. Beberapa kelompok warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani, bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya. Gemblakan Selain segala persyaratan yang harus dijalani oleh para warok tersebut, selanjutnya muncul disebut dengan Gemblakan. Dahulu warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yaitu lelaki belasan tahun usia 12-15 tahun berparas tampan dan terawat yang dipelihara sebagai kelangenan, yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak adalah tradisi yang telah berakar kuat pada komunitas seniman reog. Bagi seorang warok hal tersebut adalah hal yang wajar dan diterima masyarakat. Konon sesama warok pernah beradu kesaktian untuk memperebutkan seorang gemblak idaman dan selain itu kadang terjadi pinjam meminjam gemblak. Biaya yang dikeluarkan warok untuk seorang gemblak tidak murah. Bila gemblak bersekolah maka warok yang memeliharanya harus membiayai keperluan sekolahnya di samping memberinya makan dan tempat tinggal. Sedangkan jika gemblak tidak bersekolah maka setiap tahun warok memberikannya seekor sapi. Dalam tradisi yang dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam, kesaktian bisa diperoleh bila seorang warok rela tidak berhubungan seksual dengan perempuan. Hal itu konon merupakan sebuah keharusan yang berasal dari perintah sang guru untuk memperoleh kesaktian. Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak dipercaya agar bisa mempertahankan kesaktiannya. Selain itu ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan biarpun dengan istri sendiri, bisa melunturkan seluruh kesaktian warok. Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan merupakan ciri khas hubungan khusus antara gemblak dan waroknya. Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan. Saat ini memang sudah terjadi pergeseran dalam hubungannya dengan gemblakan. Di masa sekarang gemblak sulit ditemui.Tradisi memelihara gemblak, kini semakin luntur. Gemblak yang dahulu biasa berperan sebagai penari jatilan (kuda lumping), kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dahulu kesenian ini ditampilkan tanpa seorang wanita pun. Reog di masa sekarang Seniman Reog Ponorogo lulusan sekolah-sekolah seni turut memberikan sentuhan pada perkembangan tari reog ponorogo. Mahasiswa sekolah seni memperkenalkan estetika seni panggung dan gerakan-gerakan koreografis, maka jadilah reog ponorogo dengan format festival seperti sekarang. Ada alur cerita, urut-urutan siapa yang tampil lebih dulu, yaitu Warok, kemudian jatilan, Bujangganong, Klana Sewandana, barulah Barongan atau Dadak Merak di bagian akhir. Saat salah satu unsur tersebut beraksi, unsur lain ikut bergerak atau menari meski tidak menonjol. Beberapa tahun yang lalu Yayasan Reog Ponorogo memprakarsai berdirinya Paguyuban Reog Nusantara yang anggotanya terdiri atas grup-grup reog dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ambil bagian dalam Festival Reog Nasional. Reog ponorogo menjadi sangat terbuka akan pengayaan dan perubahan ragam geraknya Sumber: http://niponk.blogspot.com/2011/07/legenda-reog-ponorogo-dan-warok.html#ixzz1isfxTR52

zakat

zakat penghasilan zakat barang mewah dompet duafa bca zakat 237.301.8881 infaq 237.301.9992 dpu bca ZAKAT : 777-033311-8 INFAQ : 777-033312-6 WAKAF : 777-033313-4 KEMANUSIAAN : 777-033315-1 bazis bca 0353012344 (Zakat) 0353048888 (Infaq) Rekening Lembaga Amil Zakat Portalinfaq: Bank BCA Cabang Arteri Pondok Indah No. Rek : 291-307-0003 (Zakat dan Infaq Program Kesehatan) a/n: Yayasan Portalinfaq Bank BCA Cabang Arteri Pondok Indah No. Rek : 291-300-5244 (Zakat dan Infaq) a/n: Yayasan Portalinfaq

Program Reformasi Mutu Guru melalui Penilai Kinerja Guru

http://gurupembaharu.com/home/?p=9252
(PKG) Tagged with: Bermutu Pemenuhan standar berarti memenuhi kriteria yang ditetapkan. Untuk mengetahui ketercapaian target sesuai kriteria standar memerlukan sistem pengukuran. Oleh karena itu dalam penerapan standar pengukuran menjadi salah satu kegiatan yang sangat strategis. Sekolah wajib melakukannya. Hasil pemantuan membuktikan bahwa masih banyak sekolah yang belum mengukur pemenuhann standar secara efektif. Masih terdapat banyak kelemahan, di ataranya, sekolah belum menetapkan target pencapaian yang dilengkapi dengan instrument pengukuran serta belum melaksanakan pengukuran kinerja proses maupun output secara berkelanjutan. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan guru wajib memiliki kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Konsekuensi dari itu guru menyandang tanggung jawab mengembangkan profesionalitasnya maupun kinerjanya yang terkait erat dengan peningkatan karirnya. Peningkatan kinerja professional yang menunjang karir secara kolektif akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu guru secara nasional. Harapan yang terkandung dalam pernyataan itu sejalan dengan hasil studi Teaching and Learning International Survey (TALIS), OECD (2009) terhadap 70.000 guru di 23 negara menyatakan bahwa sistem penilaian kinerja dan penyerapan umpan balik berpengaruh baik terhadap peningaktan mutu pelaksanaan pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif. Karena itu penilaian kinerja guru (PKG) merupakan program yang strategis dalam peningkatan mutu pendidikan. Berkaitan dengan peningkatan mutu guru, pemerintah menetapkan kebijakan melalui penerbitan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menggantikan KKepmenpan 84 (4101) Permenegpan 16/2009 akan menjadi tonggal sejarah dalam sistem reformasi mutu guru apabila proses implementasinya berjalan memenuhi strandar sebagaimana yang tertuang di dalam peraturan ini. Pengertian PKG Penilaian Kinerja Guru (PKG) adalah serangkaian proses kegiatan menghimpun, mengolah dan menafsirkan data mengenai kemampuan guru untuk menampilkan atau melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian PKG merupakan penilaian (Performance Appraisal) yang difokuskan pada kinerja individu, mengidentifikasi kemampuan guru dalam mendayagunakan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugas. PKG memiliki dua fungsi utama yaitu (1) menilai kemampuan guru dalam menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang mendeskripsikan rofil kenrjanya (2) mengkonversikan hasil penilaian sebagai dasar perhitungan angka kredit dalam pengembangan karir. Pelaksanaan PKG Pelaksanaan kegiatan penilaian kinerja guru (PKG) akan berlaku secara efektif mulai tahun 2013. Oleh karena itu masa persiapan pemerintah maupun guru untuk merapkannya ada waktu dua tahun mulai tahun 2010. Tujuan PKG Kegiatan Penilaian Kinerja Guru (PKG) adalah 1. Menghimpun informasi yang akurat tentang kinerja guru. 2. Menetapkan kategori kualitas kinerja berdasarkan strandar kinerja. 3. Menghimpun informasi sebagai dasar peningkatan mutu pembelajran dan bimbingan. 4. Meningkatkan penjaminan peserta didik memperoleh peyalanan belajar yang berkualitas. 5. Meningkatkan motivasi guru dalam rangka memperkuat komitmen untuk melaksanakan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara professional. 6. Meningkatkan citra, harkat, martabat profesi guru, meningkatkan penghormatan dan kebanggaan terhadap guru. Manfaat PKG Hasil Penilaian Kinerja Guru (PKG) bermanfat : 1. sebagai dasar pengambilan keputusan kepala sekolah untuk mengusulkan kenaikan pangkat. 2. sebagai bahan kajian dan dasar pertimbangan dalam meningkatkan mutu kinerja guru secara berkalanjutan melalui program Pengembangan Kerprofesian Berkelanjuran (PKB). 3. sebagai dasar penyusunan kurikulum pelatihan 4. sebagai bukti penjaminan bahwa guru memiliki motivasi kerja, kesadaran, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, dan komitmen pengabdian dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik. Kompetensi guru Terdapat 14 kompetensi guru yang berkaitan langsung dengan pembelajaran yang dinilai, meliputi; Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Pengembangan kurikulum. 4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik 5. Mengembangkan potensi peserta didik. 6. Komunikasi dengan peserta didik. 7. Penilaian dan evaluasi. Kepribadian 1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hokum, social, dan kebudayaan nasional. 2. Menunjukkan kepribadian yang dewasa dan teladan 3. Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru. Sosial 1. Bersifat inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif. 2. Komunikasi dengan sesame guru, tenaga kependidikan, orang tua, peserta didik, dan masyarakat Profesional 1. Penguasaan materi, struktur, konsep dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 2. Mengembangkan keprofesionalan melalui tindakan yang reflektif. Prinsip PKG Pelaksanaan PKG berdasarkan prinsip-prinsip berikut: 1. Mengacu pada peraturan yang berlaku yaitu Permenegpan nomor 16 tahun 2009. 2. Pelaksanaan harus valid, adil, transparan, dapat diverifikasi dan dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Republik Indonesia. 3. Berfungsi sebagai pengembang karir guru dan terintegrasi pada program Pengembangan Keprofesional Berkelanjutan (PKB) dan program Pengelolaan Kinerja Rendah (PKR). 4. Penilaian berdasarkan kinerja yang dapat diobservasi dengan memperhatikan sampel yang valid dari pelaksanaan tugas guru sehari-hari. 5. Pelaksanaan penilaian harus memenuhi syarat valitidas, reliabelitas, dan praktis. 6. Pengelola PKG wajib memahami seluruh dokumen penilaian. 7. Semua guru wajib mengikuti penilaian kinerja dalam waktu yang sama untuk keperluan kenaikan jenjang jabatan/pangkat. 8. Penilaian dilaksanakan secara objektif, adil, akuntabel, membangun, transparan, praktis. berorientasi pada tujuan, berkelanjutan, dan rahasia. Seluruh prinsip tersebut akan mencapai hasil yang optimal jika seluruh personal yang terlibat dalam sistem penyelenggaraan penilaian bertindak sesuai dengan standar dan yang paling utama adalah objektif. Sesuai dengan prinsip umum penilaian bahwa penilaian yang efektif harus menenuhi instrumen yang valid, penilai yang profesional, dan langkah oprasional yang akuntabel. Mudah-mudahan dengan menjalankan prinsip tersebut PKG akan berpengaruh baik terhadap peningkatan mutu pendidikan sehingga mutu pendidikan Indonesia akan semakin meningkat pula. Disarikan dari Draf PKG pada uji keterbacaan di Hotel Millenium di Jakarta pada tanggal 16 – 19 Juni 2010.