Saturday, March 15, 2008

PENDIDIKAN DI TENGAH-TENGAH SERINGNYA TERJADI PERGANTIAN KURIKULUM


PENDIDIKAN DI TENGAH-TENGAH SERINGNYA TERJADI PERGANTIAN KURIKULUM
(TUGAS MATA KULIAH ILMU PENDIDIKAN DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM)


OLEH:
MUHAMMAD ARIEF BUDIMAN
06151505


PROGRAM AKTA IV
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2006
I. PENDAHULUAN (KONDISI OBYEKTIF PENDIDIKAN INDONESIA SAAT INI)

Kondisi pendidikan Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Banyak masalah yang dihadapi untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Beberapa maslah yang harus dihadapi oleh pemerintah di antaranya adalah masalah biaya pendidikan yang sangat tinggi, kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan pengajar, dan kurangnya fasilitas pendidikan. Hal-hal tersebut merupakan beberapa masalah di antara banyak permasalahan lain yang harus dihadapi pemerintah untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas. Biaya pendidikan akademis tidak pernah murah. Yang membuat biaya pendidikan terlihat tinggi karena dibandingkan dengan penghasilan rata-rata rakyat Indonesia.

PADA tahun 1950, NKRI baru saja menyelesaikan perang kemerdekaan melawan penjajah Belanda. Toh Pemerintah NKRI yang masih miskin mampu memprogramkan pendidikan bagi kader bangsanya. Ratusan pemuda Indonesia dibiayai Pemerintah NKRI untuk meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dewasa ini NKRI sudah begitu kaya, mengapa beasiswa bagi para kader bangsa tidak lancar? Padahal NKRI ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, sedangkan penghasilan rakyatnya amat rendah. Kepada mereka yang rajin dan cerdas, sudah seharusnya pemerintah memberikan beasiswa karena pendidikan akademis memang mahal.

Seyogianya industri atau instansi pemerintah menyerahkan tugas penelitiannya kepada universitas sehingga biaya penelitian yang harus dipikul perguruan tinggi dapat dibantu atau bahkan dipikul industri dan instansi pemerintah. Dengan demikian, biaya bagi mahasiswa dapat dikurangi.

Perguruan tinggi yang satu akan bersaing dengan perguruan tinggi lainnya, terutama dalam kemajuan ilmu dari hasil risetnya. Mengingat biaya penelitian tidak murah, untuk dapat mengikuti kuliah di perguruan tinggi dibutuhkan biaya tidak sedikit. Bila hasil riset dapat langsung diaplikasikan dan dapat dijual ke industri atau instansi terkait, hasil ini secara kumulatif dapat digunakan membiayai riset berikutnya. Jadi, hasil riset dapat menumbuhkan multiplier effect.

BIAYA mengikuti pendidikan di perguruan tinggi yang mahal bukan hanya terjadi di Indonesia. Di negara mana pun tetap tinggi dan penghasilan para profesornya pun amat memadai. Dengan demikian, tidak ada profesor yang bekerja di tempat lain (nyambi), kecuali di bidang pendidikan.

Di luar negeri, bila ada seorang direktur industri atau instansi dipanggil untuk menjabat profesor di salah satu perguruan tinggi, jabatannya akan ditinggalkan. Karena, jabatan profesor di perguruan tinggi lebih terhormat dan penghasilannya meningkat. Keadaan ini berbeda dengan situasi perguruan tinggi di Indonesia. Bila seorang profesor diminta menjadi direktur salah satu industri atau instansi, jabatan di perguruan tingginya akan ditinggalkan. Karena, penghasilan profesor di perguruan tinggi Indonesia rendah.

Dengan biaya kuliah yang tinggi, perguruan tinggi diharapkan akan menghasilkan riset dan ilmu yang sepadan. Menurut saya, tidak semua pemuda harus kuliah di perguruan tinggi bila kemampuan berpikirnya tidak cukup baik. Lebih baik mereka masuk akademi yang mengajarkan ilmu terapan, profesi dan kompetensi yang amat dibutuhkan oleh masyarakat.


II. PENDIDIKAN SEBAGAI SEBUAH SISTEM

Saat ini, sistem pendidikan di Indonesia secara keseluruhan berada pada posisi yang dilematis. Di satu sisi, banyak lembaga pendidikan yang menjalankan praktek komersialisasi, namun di sisi lain pendidikan diharapkan mampu merambahi warga kurang mampu.

Krisis ekonomi sudah berlangsung lama yang membebani kehidupan masyarakat, tampaknya tak segera kunjung pulih karena kemandekan kinerja pemerintahan khususnya di bidang pendidikan. Salah satu penyebabnya, masalah birokrasi. Birokrasi pendidikan dipandang sebagai mesin pengaturan siswa di sekolah serta mahasiswa di perguruan tinggi.

Apa yang diatur dan bagaimana mengaturnya, bergantung pada keputusan yang dihasilkan oleh pemerintah. Berbagai kebijakan yang beragam menjadi penyebab kemandekan sistem pendidikan nasional, seiring pasang rombak pergantian pejabat pemerintah yang menaungi departemen pendidikan dalam membuat kebijakan pendidikan baru, dan usaha merekonstruksi serta menyelaraskan kebijakan yang lama.

Birokrasi pada institusi pendidikan memengaruhi kondisi sosial masyarakat, untuk terbebas dari jurang kemiskinan. Situasi ini sudah mulai terasa pada kenyataan masyarakat kini, di mana pendidikan dirasakan mahal karena sebagian besar masyarakat berada dalam kondisi kurang mampu secara ekonomis. Jika pendidikan hanya dapat dijangkau kalangan masyarakat atas, besar kemungkinan akan terjadi kesenjangan sosial di antara warga negara.

Kecenderungan privatisasi institusi pendidikan sebagai komoditas, karena kurangnya perhatian akan kesejahteraan para tenaga pengajar. Pendidikan sejati merupakan wujud pelayanan publik, sebagai hak asasi manusia yang paling mendasar. Berkenaan dengan hak asasi belajar dan mengajar guna menunjang terlaksananya pendidikan yang berkualitas, diperlukan guru dalam jumlah dan mutu yang memadai, serta terwujudnya hak guru untuk mengajar dan hak murid untuk belajar.

Karena itu, pemerintah hendaknya memberikan jaminan kesejahteraan yang memadai serta sarana proses belajar mengajar yang efektif, sehingga guru dapat melaksanakan tugas mengajar dan murid dapat belajar dalam situasi kondusif guna mencapai pendidikan efektif. Pendidikan efektif juga harus dibarengi dukungan infrastruktur yang memadai, seperti pengalokasian pungutan biaya untuk perbaikan sekolah rusak, membangun fasilitas olah raga, perpustakaan dan laboratorium penelitian.

Pendidikan harus bebas dari segala pungutan biaya, terutama untuk pendidikan dasar anak-anak berusia dini. Konvensi PBB mengenai hak-hak anak yang mensyaratkan, kepentingan terbaik anak perlu memperoleh perhatian utama dalam setiap perkara yang menyangkut kebutuhan dasarnya terutama dalam hak memperoleh pendidikan. Untuk lebih merangsang proses kognitif siswa, program beasiswa juga harus terus diberikan pemerintah kepada siswa-siswi kreatif dan berprestasi.

Pendidikan kini makin terbuka seiring pesatnya perkembangan sistem informasi dan komunikasi, serta didukung oleh kekuatan Iptek dan globalisasi. Ketertinggalan di bidang pendidikan tidak dapat dielakkan lagi, yang menuntut kegiatan pendidikan formal, nonformal maupun informal yang perlu ditangani secara profesional.

Untuk mewujudkan program pendidikan nasional lewat kebijakannya, pemerintah menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk mendorong kemandirian sekolah, dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan sesuai standar nasional dan internasional. Masalah yang mendesak dipecahkan, mencakup rendahnya pemerataan pendidikan, rendahnya kualitas dan relevansi pendidikan dan lemahnya manajemen pendidikan.

III. KURIKULUM PENDIDIKAN (ANTARA KURIKULUM 2004/KBK DAN 2006/KTSP)

Kurikulum berbasis kompetensi atau biasa disingkat KBK ialah kurikulum baru dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun 2004 walau sudah ada sekolah yang mulai menggunakan kurikulum ini sejak sebelum diterapkannya. Secara materi, sebenarnya kurikulum ini tak berbeda dari kurikulum 1994, perbedaannya hanya pada cara para murid belajar di kelas.

Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman.

Pusat kurikulum Balitbang Depdiknas telah menyiapkan seperangkat kurikulum yang disebut dengan “Kurikulum 2004”. Sebelum kurikulum ini diberlakukan secara nasional telah dilakukan rintisan pelaksanaan (pilot mini) di beberapa sekolah kemudian dilanjutkan dengan perluasan rintisan pelaksanaan di sejumlah sekolah yang lebih banyak. Rintisan dan perluasan rintisan ini bertujuan untuk mendapatkan masukan tentang kekuatan dan kelemahan perangkat yang telah disusun sebagai bahan penyempurnaan. Perangkat kurikulum 2004 terdiri atas Kerangka Dasar, Standar Kompetensi Bahan Kajian, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Perangkat Kurikulum 2004 juga didukung oleh perangkat layanan profesional yang terdiri atas (1) Pemahaman terhadap Kurikulum 2004, (2) Model Sistem Penyampaian Kurikulum, (3) Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif, (4) Pengelolaan Kurikulum di Tingkat Sekolah, (5) Model Pelatihan dan Pengembangan Silabus.

Kurikulum Berbasis Kompetensi ( KBK ) atau Kurikulum tahun 2004, telah terjadi Pro dan Kontra di masyarakat, hal ini disebabkan karena salah persepsi di masyarakat. Karena KBK itu sampai saat ini belum disahkan, melainkan KBK telah di uji cobakan secara terbatas ke beberapa sekolah, hal ini di persepsikan oleh masyarakat bahwa Kurikulum inilah yang di gunakan saat ini. Pernyataan itu disampaikan oleh Kepala Pusat Kurikulum Bambang Indriyanto pada perbincangannya dengan tim Pemberitaan Televisi Edukasi (TVE) pada Sabtu 6 Agustus 2005 yang ditayangkan secara live. Standar Kompetensi dari KBK itu sendiri berdasarkan standar kompetensi minimum yaitu standar awal di mana mereka mulai start, standar ini berisi standar isi dan standar proses. Ketika ditanya tentang tanggung jawab pendidikan nasional, Bambang Indriyanto menyatakan bahwa skema pengelolaan pendidikan berdasarkan sistem desentralisasi pendidikan yang diterapkan saat ini, yang bertanggung jawab bukan hanya dari pemerintah pusat melainkan tanggung jawab juga kabupaten kota. Bidang Kurikulum telah melakukan penjajakan untuk menentukan jam pelajaran sehingga akan dapat dipenuhi proporsi yang tepat sehingga dapat terlihat kompetensinya, agar siswa tak hanya menghafal. Selain itu, guru diberikan otonomi Pedagogis yaitu guru diberikan Kewenangan melakukan manuver untuk menjabarkan kompetensi– kompetensi yang di tentukan pemerintah pusat.

KBK yang rencananya diberlakukan pada tahun pelajaran 2003/2004 akan melaksanakan suatu sistem pembelajaran yang (mungkin) asing bagi guru yang terbiasa menggunakan sistem klasikal. Hal itu terjadi karena di dalam KBK proses belajar mengajarnya menuntut guru dan peserta didik bersikap toleran, menjunjung tinggi prinsip kebersamaan dan kebinekaan serta berpikiran terbuka. Dengan demikian guru dan peserta didik dapat bersama-sama belajar menggali kompetensinya masing-masing dengan optimal.

Sejumlah sekolah mulai berusaha menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Sosialisasi dan pelatihan-pelatihan pun mulai diselenggarakan. KTSP ini nantinya akan memberi hak penuh pada sekolah-sekolah untuk menentukan sendiri kurikulumnya. Tujuannya adalah agar potensi tiap-tiap sekolah dapat menonjol, sehingga tercipta kompetisi antarsekolah.

Dengan pemberlakuan KTSP, pemberdayaan guru pun akan lebih baik. Dia mencontohkan, guru yang selama ini hanya mengajar karena kurikulumnya sudah tersedia, akan dituntut memiliki kemampuan menyusun kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta didiknya. Pemerintah pusat sebelum ini menguasai wewenang pengembangan kurikulum secara penuh. Saat ini satuan-satuan pendidikan tersebut diberikan wewenang langsung untuk mengembangkan kurikulum sendiri.

IV. HUBUNGAN KURIKULUM DENGAN PENDIDIKAN

Kurikulum adalah hal-hal yang termasuk dalam bahan ajar di sekolah-sekolah. Kurikulum yang baik akan menghasilkan sistem pendidikan yang baik. Dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan semua unsur yang terlibat di dalamnya bisa mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. tetapi hal ini tidak terjadi di Indonesia.

Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).

Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.

Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).




V. PENUTUP (KESIMPULAN DAN SARAN)

Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.

Ibarat mobil yang salah jalan, maka yang harus dilakukan adalah : (1) langkah awal adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu, menuju jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak ada artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu tetap berada di jalan yang salah. (2) Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam.

Artinya, setelah masalah mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru, kesejahteraan gutu, prestasi siswa, kesempatan pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan. Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.

Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum. selain adanya masalah mendasar, sistem pendidikan di Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang, antara lain :Rendahnya sarana fisik, Rendahnya kualitas guru, Rendahnya kesejahteraan gutu, Rendahnya prestasi siswa, Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan Mahalnya biaya pendidikan.

Untuk mengatasi masalah-masalah cabang di atas, secara garis besar ada dua solusi yaitu: Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

Maka, solusi untuk masalah-masalah cabang yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti rendahnya sarana fisik, kesejahteraan gutu, dan mahalnya biaya pendidikan– berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

No comments: