Sunday, June 17, 2012

kamis 14 6 12

pg k dinus- k unaki- thx u lord- sore k wrg- berhsil puasa- thx u lord- melvin k kos- diner w melvin- thx u lord-

rabu 13 6 12

pg k dinus- k putu w dwi- thx u lord- siang k unimus- thx u ord- sore k wrg- berhasil puasa- thx u lord-

selasa 12 6 12

pg k kantor pos- thx u lord- siang k ikip- thx u lord- sore k ikip- k wrg- berhasil puasa- thx u lord- mlm k dinus- k kfc rian- thx u lord-

senen 11 6 12

pg k dinus- k unaki- thx u lord- unimus dibatalin- help me lord- sore k wrg- berhasil puasa- thx u lord- k air- nyuci- thx u lord- k kfc w lantip- thx u lord-

minggu 10 6 12

pg k putu- k pom- k sigit- k smp empu tantualar reunian- k putu- thx u lord-

sabtu 9 6 12

bANGUN siang- k unaki- thx u lord- sore k kfc- berhasil puasa- thx u lord- mlm diner w melvin at tlogosari- thx u lord-

jumat 8 6 12

pgn mpe smg- kesiangan- k dinus- k unaki- k unimus- ngajar- jumatan- maksi- ngajar- thx u lord- siang k laundry- thx u lord- sore adi k kos- thx u lord- mlm k nasgor w adi- thx u lord-

kamis 7 6 12

pg nyampe senen jakarta- dijemput wawan- istirahat d rspad- thx u lord- k atmajaya by busway- seminar d atmajaya mpe sore- back to rspad by busway- thx u lord- k senen by foot- back to smg- thx u lord-

rabu 6 6 12

pg k dinus- k ikip- ngajar- b yuni- maksi- gagal puasa- sori lord- siang k bengkel- thx u lord- sore k wrg- k alfa- thx u lord- mlm k tawang- otw jkt- thx u lord-

selasa 5 6 12

pg k bca- kantorpos- unaki- thx u lord- siang k laundry- k ikip- thx u lord- sore k wrg- berhasil puasa- thx u lord- mlm k dinus- k wrg- thx u lord-

CINTA

penaku menulis cinta- kuasku menggambar cinta- mataku melihat cinta- telingaku mendengar cinta- hidungku mencium cinta- mulutku menyuarakan cinta- hatiku mendambakan cinta- otakku teracuni cinta-

LET ME

let me cry in my darkness- let me cry in my room- let me cry in my loneliness- let the tears fall- let the heart beats- let the love defeats- let me stay in my spot- let me still in my dot- let me move in my rhythm- dont push me- let me stay this way- when the hurt away- when the pain hide- when the scar heal- when the broken dissapear-

ADVICE FROM FRIEND

lantip: mahasiswa unaki protes ttg cara ngajarku pd mam indah. mam indah ngomong ma lantip. lantip ngomong padaku tp barusan kemaren pdhal mam indah udah lama ngomong ke dia. kmrn yg kubingungkan adl knp mam indah ga ngomong langsung padaku? skrg aku cuek aja. klo ditegur ya diterima. kalo ga ya alhamdulilah. skrg yg teringat adl kasus yg sama ketika para mahasiswa ikip lapor b suci dekan di belakangku. pd saat itu aku ngajar 8 kelas. kumarahin semua. sekarang aku udah gada kekuatan lagi untuk marah. aku terima aja. menurutku aku sudah mengusahakan dg maksimal seluruh tenaga dan pikiranku untuk ngajar. tapi memang susah untuk memuaskan 100 persen semua mahasiswa. ada yang suka cara ngajarku. dan banyak yg benci cara ngajarku. smg dpt petunjuk gimana cara ngajar yg memuaskan bagi semua pihak. thx to lantip atas infonya. dan thx to lantip atas nasehat2nya. lantip menasehati bahwa setelah uts kita harus jujur tlh mark up nilai shg mereka menyadari kemampuan mereka dan tidak menyepelekan belajar bahasa inggris. kita juga harus bisa marah pada mereka2 yang rame saat temennya presentasi. itu adalah hak kita untuk marah2. walo mereka udah gede tp mrk blm dewasa. dlu aku menganggap bahwa kudiamkan mereka maka mereka akan sadar diri. tp ternyata tidak. kalo didiemin mrk tambah jadi. selama ini aku sll ngabsen mereka. sistemnya lantip adl membolehkan mrk absen dan ijin krn klo menyusahkan mrk absen, maka yg susah diri kita sendiri yg nantinya kita harus ngurus siadin.... also i should tell all in my mind. i should tell them what i want them to do. in previous time, i just make angry faces when they dont act like what i want. of course they dont know the meaning of my face. i should tell them loud and clear. also i should think positively about them always. they are my students. it can be said that they are my children. it can be said that it is my responsibility to make them the smartest person in this world. that should stuck on my mind always, all the time.

Kisah

ini berlaku di sebuah perkampungan kecil di Pahang pada tahun 1973.Ia nya diceritakan oleh Salleh kepada penulis untuk pedoman semua pembaca budiman. Kisah berlaku di sebuah Pekan yang bernama Kampung Pulau Tawar, Jerantut .Seorang lelaki yang bernama Omar (nama sebenar dirahsiakan bagi menjaga nama baik keluarga tersebut). Omar adalah seorang bomoh di kampung tersebut. Beliau merupakan seorang bomoh yang agak disegani oleh kerana setiap kali apabila beliau mengubati setiap penyakit yang pelik, beliau akan berjaya.Satu hari diwaktu senja ada seorang budak melalui rumah Omar budak itu adalah Salleh pencerita kisah ini. Salleh terdengar seseorang sedang bercakap dalam bahasa yang agak pelik dan tidak pernah didengarinya sebelum ini.Salleh cuba mengintai dari celah lubang dinding yang agak usang. Beliau melihat Omar bercakap mengadap sekeping cermin. Oleh kerana lubang tersebut agak kecil Salleh tidak nampak keseluruhan cermin tersebut. Salleh cuba mencari lubang yang agak besar. Akhirnya dia menjumpai lubang yang lebih besar. Melalui lubang tersebut, Saleh dapat melihat bayangan pada cermin tersebut bukanlah Omar tetapi sekujur tubuh yang sungguh ngeri wajahnya. Matanya kelihatan tersembul dan pipinya kelihatan berlubang. Tubuh makhluk itu dibaluti oleh kain putih yang berwarna coklat seperti warna tanah. Tiba-tiba Salleh melihat mahkluk itu seperti memandang kearahnya. Bulu romanya meremang. Tanpa membuang masa Salleh terus melarikan diri. Sampai saja dirumah beliau terus menemui bapanya dan menceritakan kepada bapanya.Bapanya sekadar tersenyum seraya memberitahu ramai orang kampung sudah lama mengetahui perihal Omar. Bapanya mengatakan bahawa Omar menggunakan hantu peliharaannya untuk merasuk orang dan apabila orang tersebut sakit beliau akan datang dan mengubati orang tersebut. Dengan cara ini beliau akan lebih mendapat duit dan orang kampung akan menghormatinya........................... baca kat link ini untuk seterusnya http://amrfblogger.blogspot.com/2012/05/mayat-tak-diterima-bumi-di-pahang-kisah.html

Rambu Adopsi Anak dalam Islam

http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/parenting/09/08/07/67570-rambu-adopsi-anak-dalam-islam Jumat, 07 Agustus 2009, 06:16 WIB Rambu Adopsi Anak dalam Islam Berita Terkait JAKARTA - Anak angkat paling tersohor di budaya Islam, tanpa diragukan adalah Rasul Muhammad (salam sejahtera untuk beliau). Ayahnya meninggal, bahkan sebelum Rasul lahir. Saat usia delapan tahun sang ibu menyusul wafat. Rasul pun diangkat anak dan dipelihara dengan baik oleh sang kakek dan kemudian oleh pamannya. Itulah mengapa ketika istri Rasul, Khadijah, memberi budak bernama Zaid, Rasul memperlakukan dan membesarkan anak lelaki itu laiknya putranya sendiri. Keutamaan mengadopsi anak tanpa ayah-ibu dan tempat tinggal, sudah lama ditegaskan dalam Islam. Melihat fakta-fakta tersebut, tentu membuat berkernyit mendengar beberapa Muslim menyatakan adopsi dilarang dalam Islam. Kebingungan kerap muncul dalam ketepatan definisi istilah adopsi. Tentu, kita harus mencari pengetahuan untuk menjernihkan masalah tersebut. Istilah Islam untuk adopsi adalah "kafâla" arti secara tekstual berarti dukungan, namun bila ditelusuri hingga akar kata berarti "memberi makan,". Alih bahasa terbaik adalah "pengasuhan anak angkat". Dalam budaya keluarga Aljeria misal, hukum keluarga menjelaskan konsep secara langsung: "Kafala, atau pengangkatan anak secara legal adalah janji untuk memelihara tanpa bayaran atas yang diangkat anak, dalam hal pendidikan dan perlindungan minor, seperti yang dilakukan seorang ayah pada anak kandungnya sendiri," Jika pengangkatan anak legal dalam Islam menuntut semua orang tua angkat memenuhi kewajiban pengasuhan tadi, "persis seperti dilakukan seorang ayah pada anak kandungnya," lalu bagaimana pengertian itu berbeda dengan adopsi legal seperti yang dipahami negara-negara Barat seperti Amerika Serikat? Rupanya ada tiga perbedaan mendasar bila dibanding dengan prosedur adopsi di Barat. Pertama penyangkalan pengakuan identitas garis darah, hak waris, dan implikasi pada kemungkinan pasangan saat menikah. Berikut adalah pandangan dari Imad-ad-Dean Ahmad, Ph.D, seperti yang dilansir oleh Zawaj.com dengan urutan terbalik. Pasangan Nikah yang Dibolehkan Meski ada perbedaan khusus pada dua kasus, baik hukum Barat dan hukum Islam menggunakan kedekatan relasi sebagai kriterai pembolehan pernikahan. Di bawah hukum Islam dan negara-negara Barat menyatakan, sepupu pertama boleh dinikahi, namun di bawah undang-undang mana pun, tak mengijinkan ayah menikahi anak perempuannya. Dibawah hukum Islam, seorang pria tak boleh menikahi bekas istri anak lelakinya, namun ia boleh menikahi bekas istri anak angkatnya. Fakta itu tidak berarti adopsi adalah ilegal. Dalam penelitian mendalam di ayat-ayat Al Quran yang relevan dengan jelas menunjukkan hal tersebut ".... dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (QS 3:4) "Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu[1199]. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 3:5) "...Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya[1220]. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. (QS 3:37) Ayat-ayat tersebut sangat siginifikan di sini. Teks tidak menyatakan pelarangan adopsi, namun menganjurkan kata 'anak' dengan hormat kepada anak angkat hanyalah frasa bukan fakta darah daging. Anak angkat bukanlah anak genetika dan lebih kepada saudara seiman. Tujuan ayat itu jelas untuk mencegah pelarangan yang legal dari metafora 'anak' dalam penjelasan hubungan adopsi. Oleh karena itu, seseorang boleh menikahi bekas istri seorang anak angkat (sebagaimana seseorang boleh menikahi bekas istri saudara lelaki sedarah), namun seseorang dilarang mutlak menikahi anak perempuan kandung, seperti halnya menikahi saudari perempuan sedarah. Hubungan darah bukan satu-satunya isu terkait disini. Hukum Islam juga melarang seorang pria menikahi wanita sepersusuan, terlepas apakah kedua anak itu tidak pernah diadopsi orang tua yang sama. Dengan demikian cukup jelas, masalah bukan pada adopsi, melainkan hubungan sosial pada siapa-siapa yang boleh dinikahi. Hak Waris Isu hak waris mungkin malah lebih jelas. Di dalam negara-negara barat, anak angkat otomatis memiliki hak sama dalam warisan seperti anak turunan genetis. Di dalam hukum Islam, hak waris tidak terjadi otomatis, melainkan harus dijelaskan terperinci dalam niat. Untungnya di beberapa negara barat mengakui validitas niat yang menyatakan detail distribusi hak waris berdasar hukum Islam, sehingga undang-undang tersebut tidak menimbulkan keberatan bagi Muslim yang tinggal di barat. Identitas oleh Garis Darah. Akhirnya masuk pada persoalan identitas garis darah. Telah menjadi kebudyaan di Barat, bahkan di Indonesia jaman nenek kita, untuk mengecilkan peran (bahkan) menyembunyikan identitas orang tua biologis dalam kasus adopsi. Kini tren telah berubah. Orang tua angkat lebih terbuka menerima konsep adopsi dengan tidak menutupi hak anak untuk tahu siapa orang tua kandung mereka. Isu ini bukan hanya menyangkut identitas, namun juga untuk manfaat kesehatan, mengetahui riwayat kesehatan, kecenderungan gen sangatlah penting. Lagi pula itu bukan perkara sepele, setiap orang tentu ingin tahu asal usul mereka. Ayat-ayat Al Quran yang dikutip di atas pun cukup jelas, untuk mengungkapkan pada anak dari siapa garis darah mereka. Pengalaman juga menunjukkan, keterbukaan terhadap identitas sesungguhnya si anak, tidak menjadi halangan hubungan kasih sayang antara orang tua angkat dan anak adopsi. Itu pun menjadi isu penting bagi mereka yang ingin mengadopsi anak-anak dari luar negeri. Sangat tidak bijak menyangkal warisan budaya asli anak-anak tersebut. (itz)

Kisah Ina (Seorang Anak Angkat)

http://irsyahar.blogspot.com/2011/09/kisah-ina-seorang-anak-angkat.html Berkeluarga atau memiliki keturunan (mungkin) adalah dambaan setiap manusia di dunia ini. Namun ada kalanya harapan tersebut tidak dapat diraih karena Allah berkehendak lain yang semata-mata untuk kebaikan manusia itu sendiri….. Wallahu a’lam. Sebuah keluarga yang telah memiliki 4 anak lelaki sangat mendambakan sekali untuk memiliki anak perempuan, dan untuk mewujudkan keinginan tersebut maka sejak masih belia, Ina (nama anak perempuan tersebut) telah diadopsi untuk menjadi bagian dari keluarga. Mengadopsi anak adalah fenomena yang sering terjadi di tengah masyarakat kita dan banyak dari kita (kaum muslimin) tidak mengetahui tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan “anak angkat”, maka masalah yang terjadi dalam hal ini cukup banyak dan memprihatinkan. Misalnya dengan menisbahkan anak angkat tersebut kepada orang tua angkatnya dan menyamakannya dengan anak kandung, sehingga tidak memperdulikan batas-batas mahram, menganggapnya berhak mendapatkan warisan seperti anak kandung dan pelanggaran-pelanggaran agama lainnya. Kebiasaan mengadopsi anak merupakan tradisi yang telah ada pada zaman jahiliyah dan dibenarkan di awal kedatangan Islam, bahkan Rasululullah SAW sendiri melakukannya (sebelum Beliau diutus Allah SWT sebagai Nabi) ketika mengadopsi Zaid bin Haritsah ra, kemudian Allah SWT menurunkan larangan tentang perbuatan tersebut dalam firman-Nya : “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)”. [Qs. Al-Ahzaab : 4] Zaid bin Haritsah adalah seorang anak kecil yang telah menjadi tawanan yang dibeli oleh Hakim bin Hizam untuk diberikan kepada Saudarinya, Khadijah binti Khuwailid yang kemudian diberikan kepada Rasulullah SAW setelah mereka menikah. Zaid berkembang menjadi seorang pemuda yang soleh dan tawakkal dan menjadi kesayangan Rasulullah SAW, sehingga Sahabat sering menyebutnya Zaid bin Muhammad. Bertahun-tahun kemudian, Bapak kandung Zaid (Haritsah) mengetahui dan mendatangi Rasulullah SAW dengan maksud meminta kembali anaknya, dan Rasulullah SAW menyuruh Zaid sendiri yang membuat keputusan. Ternyata Zaid lebih senang memilih Rasulullah SAW sebagai Bapaknya daripada Bapak kandungnya sendiri. Tidak lama kemudian turunlah surat Al-Ahzab ayat 5. “Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama Bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah dan jika kami tidak mengetahui Bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu”. [Qs. Al-Ahzab : 5] Ayat tersebut menghapuskan kebolehan adopsi anak yang dilakukan pada zaman Jahiliyah dan awal Islam, maka status anak angkat dalam Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya dan intisarinya Allah SWT mengisyaratkan makna : “Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja” yang artinya : perbuatanmu mengangkat mereka sebagai anak hanyalah ucapan kalian (semata-mata) tidak mengandung konsekwensi bahwa dia (akan) menjadi anak yang sebenarnya (kandung), karena dia diciptakan dari tulang sulbi laki-laki (Bapak) yang lain, maka tidak mungkin anak tersebut memiliki dua orang ayah. Imam Ibnu Katsir berkata : “Sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan Zaid bin Haritsah ra, bekas budak Rasulullah SAW yang diangkat anak, sampai-sampai dia dipanggil sebagai Zaid bin Muhammad, maka Allah SWT ingin memutuskan pengangkatan anak ini dan penisbatannya (kepada selain Bapak kandungnya) dalam ayat ini. Sebagaimana juga firman Allah SWT : “Muhammad itu sekali-kali bukanlah Bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. [Qs. Al-Ahzaab : 40] Agama Islam tidak melarang umatnya untuk berbuat baik dan menolong anak yatim maupun anak terlantar yang sangat membutuhkan pertolongan dan kasih sayang….. sama sekali tidak ! Islam melarang sikap berlebihan terhadap anak angkat seperti yang dilakukan oleh orang-orang di zaman Jahiliyah. Islam sangat menganjurkan perbuatan menolong anak yatim dan anak terlantar yang tidak mampu dengan membiayai hidup, mengasuh dan mendidik mereka dengan pendidikan Islam yang benar. Bahkan perbuatan ini termasuk amal soleh yang berpahala besar disisi Allah SWT. Kemungkinan hal tersebut menyebankan orang Arab selalu mencantumkan “bin/binti” mereka yang menunjukkan nama Bapak, Kakek dan moyang mereka. Dengan demikian seseorang dapat mengetahui dengan pasti garis keturunannya dan sangat jarang ditemukan di negeri kita ini. Yang ada adalah nama keluarga dari beberapa suku di Indonesia, seperti : Harahap, Malaiholo dll. Walaupun ia (perempuan Arab) telah menikah tetap tidak berganti nama dengan nama suami atau keluarga suami. Kembali kepada Ina….. Kebahagiaan selama 10 tahun pun tidak berlangsung lama karena keluarga ini telah dikarunia anak perempuan yang selama ini selalu diidamkan. Perlahan namun pasti akhirnya kasih sayang tersebut menjadi hambar dan Ina ibarat seorang anak yang disayangi oleh orang tua angkatnya namun agak terasing diantara Saudara angkatnya… coba kita bayangkan bagaimana sakitnya perasaan hatinya, akan berbeda halnya bila sejak awal ia memang telah mengetahui bahwa ia adalah anak angkat. Hubungan antara suami dan istri bisa saja tidak abadi, namun hubungan antara anak dan kedua orangtuanya mustahil terputus. Itu sebabnya mengapa Islam melarang adopsi atau mengangkat anak dalam arti mengakui anak sebagai anak sendiri/kandung. Memelihara anak yatim/piatu dan memperlakukannya seperti anak sendiri apalagi di rumah sendiri memang suatu perbuatan yang sangat mulia, namun bukan mengakuinya sebagai anak kandung. Hak dan kewajiban manusia selaku anak (kandung) maupun selaku orang tua dan Ibu yang pernah melahirkan seorang anak tidak pernah mungkin bisa dicabut. Bahkan menurut hukum Islam, anak perempuan ketika menikah memerlukan kehadiran Bapak kandung sebagai walinya. Demikian halnya dalam waris, kedudukan anak angkat dan anak kandung tidaklah sama. Mungkin salah satu penyebab tersebut Ina kemudian mulai memiliki karakter dan sifat yang sangat unik… ia kemudian menjadi seorang yang sangat Individulistis, hal ini jelas merugikan dirinya sendiri diantara para Saudara angkatnya. Mereka (Saudara angkatnya) sangat menghindari untuk terlibat dengan Ina. Hal ini pulalah yang menyebabkan Ina hingga masa tuanya tidak memiliki pendamping hidup, padahal banyak lelaki yang sangat menaruh hati kepadanya, namun hal tersebut sirna setelah mereka mencoba lebih dekat dan memahami karakter sifat Ina. Satu persatu Saudara angkatnya mulai berumah tangga dan diantara Saudara angkatnya, Ardie (beserta istri) tersebut ada yang menaruh iba terhadap kondisi Ina. Ardie menawarkan Ina kepada Saudara kandungnya untuk bersedia menerimanya tinggal bersama mereka, namun dengan kata sepakat mereka menolak Ina… Melihat kondisi yang demikian, Ardie dan istrinya menawarkan kepada Ina sekiranya dia bersedia untuk ikut dengan mereka yang saat itu harus pindah ke daerah Palembang. Ina lalu menyetujui dan hingga saat ini (sudah 2 tahun terakhir ini) tinggal di rumah anaknya Ardie yang telah berumah tangga, dikarenakan Sari (istri Ardi) sudah wafat 13 tahun yang lalu, sedangkan Ardie sering tinggal di rumah anak-anaknya. Ardie dan istrinya, Sari memiliki empat orang anak. Ina sangat menyayangi semua anak mereka dan memberikan perhatian khusus kepada anak bungsu mereka. Dan mereka semua pun menerima Ina dengan suka cita dan merawat Ina sebagaimana mereka dulunya sangat disayangi oleh Ina. Usia Ina saat ini sudah diatas 70 tahun dan penyakit mulai menghampirinya. Ina saat ini menderita penyakit lambung kronis dan ginjal (harus dilakukan cuci darah). Semoga Allah SWT mengangkat penyakitnya dan diberikan ketabahan dalam kehidupan yang tersisa.

Dalam syariat Islam, masalah Adopsi anak angkat, berikut hukum-hukumnya secara tegas sebagaimana tersebut berikut ini :

http://49.0.6.66/t129938-4/ 1. Menghapus dan melarang adanya anak angkat yang dianggap sebagai anak yang hakiki dalam segala sisi, berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla: ????? ?????? ??????????????? ????????????? ???*??????? ?????????? ??????????????? ? ????????? ??????? ???????? ?????? ??????? ?????????? ?????????? ???????????? ???? ???????? ?????? ??????? ? ?????? ???? ?????????? ?????????? ??????????????? ??? ???????? ?????????????? “Dan Allah sekali-kali tidak menjadikan anak-anak angkat kalian sebagai anak kandung kalian sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataan kalian di mulut kalian saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan memakai nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil di sisi Allah. Dan jika kalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka panggillah mereka sebagai saudara-saudara kalian seagama dan maula-maula kalian….” (Al-Ahzab: 4-5) Dalam ayat-ayat di atas, Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan bahwa ucapan seseorang kepada anak orang lain dengan “anakku” tidaklah berarti anak tersebut menjadi anaknya yang sebenarnya yang dengannya ditetapkan hukum-hukum bunuwwah (anak dengan orangtua kandungnya). Bahkan tidaklah mungkin anak tersebut bisa menjadi anak kandung bagi selain ayahnya. Karena, seorang anak yang tercipta dari sulbi seorang lelaki tidaklah mungkin ia dianggap tercipta dari sulbi lelaki yang lain, sebagaimana tidak mungkinnya seseorang memiliki dua hati/jantung1. Dan Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kita agar mengembalikan penasaban anak-anak angkat tersebut kepada ayah kandung mereka, bila memang diketahui siapa ayah kandung mereka. Bila tidak diketahui maka mereka adalah saudara-saudara kita seagama dan maula kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala beritakan bahwa yang demikian ini lebih adil di sisi-Nya. 2. Memutuskan hubungan waris antara anak angkat dengan ayah angkatnya. . Disebutkan bahwa dalam perkara anak angkat, Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat: ??????????? ???????? ????????????? ?????????? ??????????? “Dan jika ada orang-orang yang kalian telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya3.” (An-Nisa’: 33) 3. Dihalalkannya mantan istri anak angkat (setelah perceraian keduanya) untuk dinikahi oleh ayah angkatnya. Hal ini tampak dengan Allah ‘Azza wa Jalla menikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha setelah diceraikan oleh Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu yang dulunya merupakan anak angkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum turunnya ayat-ayat yang melarang hal tersebut. Allah ‘Azza wa Jalla menerangkan hikmah dari kejadian tersebut dengan firman-Nya: ???????? ???????? ??????? ????????? ??? ???????? ??? ??????? ????????? ????????? ???????? ????????? ??????? ???? ????????? ? ???????? ?????? ?????? ??????? ??????? “Kami nikahkan dia denganmu agar tidak ada keberatan bagi kaum mukminin untuk menikahi istri-istri anak angkat mereka apabila anak angkat tersebut telah menyelesaikan urusan dengan istri-istri mereka (telah bercerai).” (Al-Ahzab: 37) Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam ayat yang menyebutkan tentang wanita-wanita yang haram dinikahi: ??????????? ????????????? ????????? ???? ????????????? “…dan istri-istri dari anak-anak kandung kalian….” (An-Nisa’: 23) Berarti dikecualikan dalam hukum pengharaman tersebut para istri anak-anak angkat (boleh dinikahi oleh ayah angkat suaminya bila mereka telah bercerai). 4. Keharusan istri ayah angkat untuk berhijab dari anak angkatnya, sebagaimana ditunjukkan dalam kisah Sahlah bintu Suhail istri Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, tatkala Sahlah datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyatakan, “Wahai Rasulullah, kami dulunya menganggap Salim seperti anak kami sendiri. Sementara Allah telah menurunkan ayat tentang pengharaman anak angkat bila diperlakukan seperti anak kandung dalam segala sisi. Padahal Salim ini sudah biasa masuk menemuiku (tanpa hijab)….” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menetapkan kepada Sahlah ketidakbolehan ikhtilath dengan anak angkat setelah turunnya ayat Al-Qur’an tersebut. Jalan keluarnya, beliau menyuruh Sahlah agar memberikan air susunya kepada Salim, dengan lima susuan yang dengannya ia menjadi mahram bagi Salim (yakni sebagai ibu susu, pent.) 5. Ancaman yang ditekankan dan peringatan yang keras bagi orang yang menasabkan dirinya kepada selain ayah kandungnya. Dalam hal ini ada ayat Al-Qur’an yang di-mansukh (dihapus) bacaannya namun hukumnya tetap berlaku, yaitu: ????? ?????????? ???? ?????????? ????????? ?????? ?????? ???? ?????????? ???? ?????????? “Dan janganlah kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian karena sungguh itu adalah kekufuran bila kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian.” Al-Imam Ahmad rahimahullahu meriwayatkan dari Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: ?????? ????????: ????? ?????????? ???? ?????????? ????????? ?????? ?????? ???? ?????????? ???? ?????????? Kami dulunya membaca ayat: “Dan janganlah kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian karena sungguh itu adalah kekufuran bila kalian benci (untuk bernasab) dengan bapak-bapak kalian.” Sumber: Kenapa Islam melarang adopsi? - IndoForum - Halaman 4 http://www.indoforum.org/t129938-4/#ixzz1xLzlmSk0 Hak Cipta: www.indoforum.org

Hukum Mengadopsi Anak Dalam Islam

http://www.suaramedia.com/artikel/kumpulan-artikel/43139-hukum-mengadopsi-anak-dalam-islam.html Jumat, 22 April 2011 11:13 Lintas Berita E-mail Cetak PDF Previous Left arrow key Next Right arrow key Close ILUSTRASI. (foto: Google) ILUSTRASI. (foto: Google) Mengadopsi anak adalah fenomena yang sering kita jumpai di masyarakat kita, entah karena orang tersebut tidak memiliki keturunan, atau karena ingin menolong orang lain, ataupun karena sebab-sebab yang lain. Akan tetapi, karena ketidaktahuan banyak dari kaum muslimin tentang hukum-hukum yang berhubungan dengan ‘anak angkat’, maka masalah yang terjadi dalam hal ini cukup banyak dan memprihatinkan. Misalnya: menisbahkan anak angkat tersebut kepada orang tua angkatnya, menyamakannya dengan anak kandung sehingga tidak memperdulikan batas-batas mahram, menganggapnya berhak mendapatkan warisan seperti anak kandung, dan pelanggaran-pelanggaran agama lainnya. Padahal, syariat Islam yang agung telah menjelaskan dengan lengkap dan gamblang hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah anak angkat ini, sehingga jika kaum muslimin mau mempelajari petunjuk Allah Ta’ala dalam agama mereka maka mestinya mereka tidak akan terjerumus dalam kesalahan-kesalahan tersebut di atas. Tradisi sejak jaman Jahiliyah Kebiasan mengadopsi anak adalah tradisi yang sudah ada sejak jaman Jahiliyah dan dibenarkan di awal kedatangan Islam1. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya, ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadopsi Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu sebelum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus Allah Ta’ala sebagai nabi, kemudian Allah Ta’ala menurunkan larangan tentang perbuatan tersebut dalam firman-Nya, {????? ?????? ??????????????? ????????????? ???????? ?????????? ??????????????? ????????? ??????? ???????? ?????? ??????? ??????????} “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)” (QS al-Ahzaab: 4). Imam Ibnu Katsir berkata, “Sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebelum diangkat sebagai Nabi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkatnya sebagai anak, sampai-sampai dia dipanggil “Zaid bin Muhammad” (Zaid putranya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), maka Allah Ta’ala ingin memutuskan pengangkatan anak ini dan penisbatannya (kepada selain ayah kandungnya) dalam ayat ini, sebagaimana juga firman-Nya di pertengahan surah al-Ahzaab, {??? ????? ????????? ????? ?????? ???? ??????????? ???????? ??????? ??????? ????????? ????????????? ??????? ??????? ??????? ?????? ????????} “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS al-Ahzaab: 40)”2. Status anak angkat dalam Islam Firman Allah Ta’ala di atas menghapuskan kebolehan adopsi anak yang dilakukan di jaman Jahiliyah dan awal Islam, maka status anak angkat dalam Islam berbeda dengan anak kandung dalam semua ketentuan dan hukumnya. Dalam ayat tersebut di atas Allah Ta’ala mengisyaratkan makna ini: “Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja”, artinya: perbuatanmu mengangkat mereka sebagai anak (hanyalah) ucapan kalian (semata-mata) dan (sama sekali) tidak mengandung konsekuensi bahwa dia (akan) menjadi anak yang sebenarnya (kandung), karena dia diciptakan dari tulang sulbi laki-laki (ayah) yang lain, maka tidak mungkin anak itu memiliki dua orang ayah3. Adapun hukum-hukum yang ditetapkan dalam syariat Islam sehubungan dengan anak angkat yang berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah adalah sebagai berikut: 1. Larangan menisbatkan anak angkat kepada selain ayah kandungnya, berdasarkan firman Allah Ta’ala, {?????????? ????????????? ???? ???????? ?????? ??????? ?????? ???? ?????????? ??????????? ??????????????? ??? ???????? ?????????????? ???????? ?????????? ??????? ?????? ???????????? ???? ???????? ??? ??????????? ??????????? ??????? ??????? ???????? ????????} “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu Dan tidak ada dosa bagimu terhadap apa yang kamu salah padanya, tetapi (yang ada dosanya adalah) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS al-Ahzaab: 5). Imam Ibnu Katsir berkata, “(Ayat) ini (berisi) perintah (Allah Ta’ala) yang menghapuskan perkara yang diperbolehkan di awal Islam, yaitu mengakui sebagai anak (terhadap) orang yang bukan anak kandung, yaitu anak angkat. Maka (dalam ayat ini) Allah Ta’ala memerintahkan untuk mengembalikan penisbatan mereka kepada ayah mereka yang sebenarnya (ayah kandung), dan inilah (sikap) adil dan tidak berat sebelah”4. 2. Anak angkat tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya, berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah yang menganggap anak angkat seperti anak kandung yang berhak mendapatkan warisan ketika orang tua angkatnya meninggal dunia5. 3. Anak angkat bukanlah mahram6, sehingga wajib bagi orang tua angkatnya maupun anak-anak kandung mereka untuk memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak angkat tersebut, sebagaimana ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram, berbeda dengan kebiasaan di masa Jahiliyah. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Salim maula (bekas budak) Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu tinggal bersama Abu Hudzaifah dan keluarganya di rumah mereka (sebagai anak angkat), maka (ketika turun ayat yang menghapuskan kebolehan adopsi anak) datanglah Sahlah bintu Suhail radhiyallahu ‘anhu, istri Abu Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dia berkata: Sesungguhnya Salim telah mencapai usia laki-laki dewasa dan telah paham sebagaimana laki-laki dewasa, padahal dia sudah biasa (keluar) masuk rumah kami (tanpa kami memakai hijab), dan sungguh aku menduga dalam diri Abu Hudzaifah ada sesuatu (ketidaksukaan) akan hal tersebut. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ”Susukanlah dia agar engkau menjadi mahramnya dan agar hilang ketidaksukaan yang ada dalam diri Abu Hudzaifah”7.8 4. Diperbolehkannya bagi bapak angkat untuk menikahi bekas istri anak angkatnya, berbeda dengan kebiasaan di jaman Jahiliyah. Sebagaimana firman Allah Ta’ala, {?????? ??????? ???????? ???????? ??????? ???????? ???????????? ???????? ???????? ???????? ???????? ???????? ??????? ????????? ??? ???????? ??? ??????? ????????? ????????? ???????? ????????? ??????? ???? ????????? ???????? ????? ?????? ??????? ??????? ??????????????? ?????? ?? ??????? ????? ?????????????? ?????? ??? ????????? ??????????????? ????? ??????? ????????? ??????? ??????? ?????? ??????? ?????????} “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus isterimu dan bertaqwalah kepada Allah”, sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mu’min untuk (mengawini) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya (menceraikannya). Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi” (QS al-Ahzaab: 37). Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di berkata: “Sebab turunnya ayat ini adalah bahwa Allah Ta’ala ingin menetapkan ketentuan syriat yang umum bagi semua kaum mukminin, (yaitu) bahwa anak-anak angkat hukumnya berbeda dengan anak-anak yang sebenarnya (kandung) dari semua segi, dan bahwa (bekas) istri anak angkat boleh dinikahi oleh bapak angkat mereka…Dan jika Allah menghendaki suatu perkara, maka Dia akan menjadikan suatu sebab bagi (terjadinya) hal tersebut, (yaitu kisah) Zaid bin Haritsah yang dipanggil “Zaid bin Muhammad” (di jaman Jahiliyah), karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengangkatnya sebagai anak, sehingga dia dinisbatkan kepada (nama) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai turunnya firman Allah: “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung) mereka” (QS al-Ahzaab: 5). Maka setelah itu dia dipanggil “Zaid bin Haritsah”. Istri Zaid bin Haritsah adalah Zainab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha, putri bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Telah terlintas dalam hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa jika Zaid menceraikannya maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menikahinya. Kemudian Allah menakdirkan terjadinya sesuatu antara Zaid dengan istrinya tersebut yang membuat Zaid mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta izin kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menceraikan istrinya…(Kemudian setelah itu Allah Ta’ala menikahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab bintu Jahsy radhiyallahu ‘anha sebagaimana ayat tersebut di atas)”9. Memanggil ‘anak atau nak’ kepada orang lain untuk memuliakan dan kasih sayang Hal ini diperbolehkan dan sama sekali tidak termasuk perkara yang dilarang dalam ayat di atas. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melakukannya, sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa hadits yang shahih, di antaranya: - Dari Ibnu Abbas radhiayallahu ‘anhuma dia berkata: Ketika malam (menginap) di Muzdalifah, kami anak-anak kecil keturunan Abdul Muththalib datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan menunggangi) keledai, lalu beliau menepuk paha kami dan bersabda: “Wahai anak-anak kecilku, janganlah kalian melempar/melontar Jamrah ‘aqabah (pada hari tanggal 10 Dzulhijjah) sampai matahari terbit”10. - Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada: “Wahai anakku”11.12 Oleh karena itu, imam an-Nawawi dalam kitab “shahih Muslim” (3/1692) mencantumkan hadits ini dalam bab: Bolehnya seseorang berkata kepada selain anaknya: “Wahai anakku”, dan dianjurkannya hal tersebut untuk menunjukkan kasih sayang. Penutup Demikianlah penjelasan singkat tentang hukum mengadopsi anak dalam Islam. Meskipun jelas ini bukan berarti agama Islam melarang umatnya untuk berbuat baik dan menolong anak yatim dan anak terlantar yang membutuhkan pertolongan dan kasih sayang. Sama sekali tidak! Yang dilarang dalam Islam adalah sikap berlebihan terhadap anak angkat seperti yang dilakukan oleh orang-orang di jaman Jahiliyah, sebagaimana penjelasan di atas. Agama Islam sangat menganjurkan perbuatan menolong anak yatim dan anak terlantar yang tidak mampu, dengan membiayai hidup, mengasuh dan mendidik mereka dengan pendidikan Islam yang benar. Bahkan perbuatan ini termasuk amal shaleh yang bernilai pahala besar di sisi Allah Ta’ala, sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Aku dan orang yang menyantuni anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta agak merenggangkan keduanya13. Artinya: orang yang menyantuni anak yatim di dunia akan menempati kedudukan yang tinggi di surga dekat dengan kedudukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam 14. Demikianlah, dan kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar Dia melimpahkan taufik dan kemudahan dari-Nya kepada kita untuk mencapai keridhaan-Nya dengan melaksanakan semua kebaikan dalam agama-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. ???? ???? ???? ????? ??? ????? ???? ???? ????? ??????? ???? ?????? ?? ????? ??? ?? ???????? Kota Kendari, 18 Rabi’ul awal 1432 H — Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA (muslim.or.id) — 1 Lihat “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 658) dan “Aisarut tafaasiir” (3/289). 2 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615). 3 Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615). 4 Ibid. 5 Sebagaimana dalam HSR al-Bukhari (no. 3778), lihat juga kitab “Tafsir al-Qurthubi” (14/119). 6 Mahram adalah orang yang tidak halal untuk dinikahi selamanya dengan sebab yang mubah (diperbolehkan dalam agama). Lihat kitab “Fathul Baari” (4/77). 7 HSR Muslim (no. 1453), hadits yang semakna juga terdapat dalam “Shahih al-Bukhari” (no. 3778). 8 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615). 9 Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 665). 10 HR Abu Dawud (no. 1940), Ibnu Majah (no. 3025) dan Ahmad (1/234), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani. 11 HSR Muslim (no.2151). 12 Lihat kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/615). 13 HSR al-Bukhari (no. 4998 dan 5659). 14 Lihat kitab “’Aunul Ma’buud” (14/41) dan “Tuhfatul ahwadzi” (6/39).

ADOPSI

http://www.indoforum.org/t129938/ Kenapa Islam melarang adopsi? Yang dimaksud dengan adopsi ialah, sepasang suami istri mengambil anak laki-laki atau perempuan dari pasangan suami istri lain untuk dirawat seperti anak kandung sendiri. Bahkan ada beberapa pasangan suami istri yang kemudian menisbatkan nama si anak kepada nama mereka. Adopsi ini dilarang oleh syari'at Islam yang hanif, karena akan menimbulkan kerancuan dalam keturunan dan nasab. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" [Al-Ahzab : 5] Imam Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitab Tafsirnya, III/466 mengatakan "Inilah hukum yang menasakh atau menghapuskan diperbolehkannya mengadopsi anak seperti yang terjadi pada zaman permulaan Islam. Allah menyuruh untuk mengembalikan nasab anak-anak yang diadopsi tersebut kepada bapak-bapak mereka yang sebenarnya. Dan itulah yang namanya keadilan dan kebaktian". Terdapat riwayat dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berisi ancaman keras terhadap orang yang mengaku-ngaku nasab keturunan. Beliau bersabda. "Artinya : Adalah kafir seseorang yang mendakwakan (mengaku-ngaku) nasab keturunan yang tidak ia kenal, atau yang mengingkarinya, walaupun secara halus" [Hadits Hasan ini diriwayatkan oleh Ibnu Al-Qath Than dalam tambahannya terhadap kitab Al-Sunan Ibn Majah (2744) dengan sanad yang hasan dari hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash] Diantara efek buruk adopsi adalah. 1.Anak yang diadopsi mungkin akan melihat apa yang tidak boleh dilihat pada isteri dan puteri-puteri orang yang mengadopsinya, karena statusnya adalah orang lain, sehingga mereka tidak boleh memperlakukan anak yang diadopsi tersebut sebagai mahram. 2. Anak-anak yang diadopsi ikut bersama dalam hak pusaka dan hak-hak lain yang bersifat syar'iyah. Jadi kesannya seolah-olah ia adalah salah seorang anak kandung orang yang mengadopsinya sehingga bisa ikut memakan hak anak-anak kandungannya sendiri. 3. Mengharamkan sesuatu yang tidak ada dalam aturan syari'at Islam, yakni pernikahan anak yang diadopsi dengan puteri-puteri orang yang mengadopsinya. 4. Kemungkinan terjadinya pernikahan anak yang diadopsi dengan saudara-saudara perempuannya dari ibunya yang asli, karena nasab anak yang diadopsi berbeda nasab dengan sauadara-saudara perempuannya tersebut yang sesungguhnya adalah nasab yang sebenarnya. Dan masih banyak lagi efek-efek negatif lainnya. [Disalin dari kitab 30 Bid'ah Wanita oleh Amru Abdul Mun'im, hal 122-125,Pustaka Al-Kautsar] Sumber: Kenapa Islam melarang adopsi? - IndoForum http://www.indoforum.org/t129938/#ixzz1xLz1fRoK Hak Cipta: www.indoforum.org

NYUCI MOTOR D VETERAN

KFC PANDANARAN

KFC PANDANARAN

SD BENDUNGAN SEMARANG

terminal malang????

ponorogo

bioskop cimol

kelas drama udinus

gladi bersih unaki

seminar di unnes

seminar di unnes

seminar di unnes