Wednesday, December 19, 2012

Sastra Itu Apa?

OPINI | 05 November 2011 | 11:00 Dibaca: 1528 Komentar: 20 2 bermanfaat Ada dua tulisan di Kompasiana, yang tadi pagi jam 09.00 WIB, saya baca. Tulisan Mbak Hilda dan tulisan Mas Odi. Hal-hal yang diresahkan oleh tulisan Mbak Hilda, yang tampaknya menggunakan pendekatan normatif dalam “membaca” fenomena munculnya sastra di Kompasiana—menurut hemat saya—sudah dijawab dengan sangat memadai oleh tulisan Mas Odi yang menggunakan pendekatan historis terhadap perkembangan kesusastraan di Indonesia. Kalau kemudian saya menulis sebuah tulisan lagi, semata-mata sekadar sebuah pembelajaran saja bagi kita dalam memahami kesusastraaan. Sastra itu apa? Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal bentuk kesusastraan, yang berasal dari imbuhan ke-an dan susastra. Imbuhan ke-an sendiri secara gramatikal bermakna “hal/sesuatu yang berkaitan dengan…”. Adapun susastra berasal dari dua bentuk, yaitu awalan asing su- yang berarti ‘baik/bagus’ dan kata dasar sastra yang berarti ‘tulisan/karangan’. Jadi, susastra itu bermakna ‘tulisan/karangan yang bagus’. Itu adalah arti harfiah, atau boleh juga kita sebuat arti etimolgisnya. Lantas, apa arti istilahnya? Atau, apa arti susastra dalam terminologi keilmuannya? Sudah sangat banyak definisi dan yang mendefinisikan sastra. Tapi, definisi-definisi yang muncul tidak selalu mememuaskan, demikian pengakuan ahli sastra Jan van Luxemburg, Mieke Bal, dan Willem G. Weststeijn (1986). Kenapa? Alasan mereka adalah sebagai berikut: Pertama, sering orang mendefinisikan sastra sangat-sangat komprehensif, ingin mencakup semuanya, dalam sebuah definisi saja. Padahal, harus dibedakan sebuah definisi deskriptif tentang sastra, dan sebuah definisi evaluatif. Definisi deskriptif tentang sastra adalah definisi yang dibuat untuk menjawab pertanyaan, “Apa itu sastra?” Sebaliknya, definisi evaluatif adalah definisi yang akan dipakai untuk menilai apakah sebuah karya sastra termasuk karya yang baik atau tidak? Kedua, ada juga orang yang berusaha mendefinisikan sastra secara “ontologis”, lahirlah definisi-definisi yang mengungkapkan hakikat sebuah karya sastra. Mereka lantas melupakan bahwa sastra hendaknya didefinisikan di dalam situasi para pemakai atau pembaca sastra. Juga mereka melupakan, sementara ada orang yang menganggap sebuah karya sebagai sastra, tetapi sebagian lainnya menganggap karya itu bukan sebagai karya sastra. Ketiga, mengacu point kedua di atas, sering pendefinisi membawa definisi sastra berdasarkan dari contoh-contoh sastra Barat sehingga tidak menghiraukan bentuk-bentuk sastra yang khas di luar lingkungan itu, juga membawa sastra dari sebuah zaman tertentu dengan melupakan sastra-sastra pada sebuah zaman tertentu dan lingkungan tertentu. Keempat, ada juga definisi sastra yang mengacu kepada satu bentuk karya sastra saja, misalnya pada puisi. Sehingga, definisi tersebut sangat sulit dipakai untuk mendefinisikan bentuk karya sastra yang lain seperti prosa dan drama, misalnya. Lantas, bagaimana menurut saya tentang karya-karya yang dipublish di Fiksiana? Beruntung sekali—entah disengaja entah tidak—nama kanalnya adalah FIKSIANA. Kata fiksi mendapat tekanan. Ini penting sebab salah satu ciri sastra yang paling kuat adalah fiksionalitas, artinya dunia sastra adalah dunia fiksi. Jadi, bagi saya, selama di sana unsur fiksionlitas ada, maka itu sebuah karya sastra. Itu pernyataan saya yang sangat deskriptif. Semua yang tertulis di Fiksiana adalah karya sastra. Tapi, kalau saya hendak mengevaluasi, saya akan mengatakan bahwa dalam kanal FIKSIANA, ada karya sastra yang baik hingga karya sastra yang belum baik. Ya, belum baik, bukan kurang baik atau tidak baik, sebab saya punya keyakinan dengan terus berlatih, para penulis di FIKSIANA akan semakin baik. Event yang diadakan mungkin akan semakin membuat kita—penulis Fiksiana—berlatih, berlatih, berlatih, berlatih dan terus berlatih. (bersambung….) http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/11/05/sastra-itu-apa-409825.html

No comments: