Sunday, May 24, 2009
tesis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra sangat menarik bagi banyak orang sebagai hiburan untuk diri sendiri. Hal itu membuat penasaran ada apa di balik karya sastra tersebut. Dengan munculnya pertanyaan ini muncul pula banyak penelitian di bidang sastra. Sepanjang pengetahuan penulis, dalam sepuluh tahun terakhir ini terdapat ratusan skripsi dan tesis yang merupakan hasil penelitian sastra yang tidak terpublikasikan. Dari banyak penelitian tersebut, penulis bisa menggolongkan menjadi dua kelompok besar. Pertama adalah penelitian monodisiplin terhadap karya sastra itu sendiri, dan kedua adalah penelititan multidisiplin. Penelitian monodisiplin adalah penelitian yang hanya menggunakan bantuan dari satu bidang disiplin ilmu, misalnya sastra. Penelitian multidisiplin adalah penelitian yang menggunakan ilmu lain untuk membantu penelitian terhadap karya sastra. Salah satu ilmu bantu yang bisa dimanfaatkan dalam penelitian karya sastra adalah psikologi.
1. Relasi antara Sastra dan Psikologi
Sastra adalah salah satu cabang seni yang mempunyai aspek keindahan. Aspek estetika sastra dapat dilihat dari gaya bahasa yang digunakan, dari pemilihan tokoh, dari permasalahan yang disajikan, dari filsafat dalam karya dan lain-lain. Dengan gaya bahasa yang digunakan sastrawan berusaha menampilkan aspek keindahan dalam karyanya. Selain aspek estetika, ada aspek-aspek lain yang ada dalam sastra antara lain aspek sosiologi, aspek kebudayaan, aspek antropologi, dan lain-lain. Salah satu aspek dalam sastra adalah psikologi. Psikologi adalah ilmu kejiwaan. Dalam ilmu sastra, psikologi dapat membantu untuk menelaah kepribadian tokoh-tokoh dalam karya sastra.
Aspek psikologi dalam sastra bisa ditinjau dari empat segi, yaitu psikologi pengarang, psikologi pembaca, psikologi distribusi, dan psikologi karya. Sepanjang pengetahuan penulis terdapat beberapa orang yang meneliti psikologi karya. Mereka, para peneliti bidang sastra, memilih bidang psikologi karya karena penelitian tersebut dianggap mudah untuk dilakukan. Kemudahan ini didapat karena penelitian psikologi karya hanya memerlukan bantuan disiplin ilmu psikologi yang merupakan salah satu disiplin ilmu humanities, yang tidak seperti ilmu-ilmu eksakta yang memerlukan pembuktian laboratorium dalam penelitian yang dilakukan.
Karya seni pada umunya dan karya sastra pada khususnya mampu mengekspos realitas melalui karkater-karakter dalam novel, dan melalui tehnik-tehnik yang digunakan untuk menciptakan karakter-karakter tersebut. Karakter-karakter dalam karya sastra hampir sama dengan manusia sesungguhnya yang mempunyai ciri-ciri fisik dan ciri-ciri psikologis. Dengan demikiam maka tidak salah apabila kita menganalisi karakter-karakter tersebut menggunakan ilmu bantu psikologi sebagaimana para psikolog menganalisi manusia sebenarnya.
Sebuah karya seni populer modern bisa mencapai kedudukan seperti mitos pada jaman dahulu, yaitu kedudukan mitos seperti agama jaman sekarang. Pada masyarakat industri yang modern seperti sekarang ini kebanyakan manusia pikirannya sudah berkembang. Ada sebagian manusia yang menganggap agama merupakan peraturan yang mengekang kebebasannya. Mereka mencari panduan hidup lain yang mampu memberikannya kebebasan. ada sebagian manusia yang menemukan karya sastra sebgai panduan dalam hidupnya.
2. Christos Tsiolkas
Christos Tsiolkas adalah sastrawan Australia yang lahir dan besar di Melbourne. Ia sekolah di Blackburn High School dan Universitas Melbourne jurusan seni. Tsiolkas lulus dari jurusan seni pada tahun 1987. Ia menjadi editor majalah Ferrago pada tahun 1988. Lahir di Melbourne saat perang dingin, Tsiolkas ingin menjadi penulis sejak kelas delapan. Ia ingin pergi dari daerah pinggir kota, namun ia akhirnya sadar walaupun ia berhasil pergi dari daerah pinggir kota namun ia tidak bisa mengenyahkan jiwa daerah pinggir kota dalam dirinya. Karya-karyanya adalah usaha untuk mengeksplorasi sisi gelap daerah pinggir kota Australia.
Hasil karyanya berupa novel, naskah teater, dan naskah film. Buku-bukunya antara lain Loaded (1995), Jump Cuts (1996), The Jesus Man (1999), The Devil’s Playground (2002), dan Dead Europe (2005). Naskah drama hasil karyanya antara lain Who’s Afraid of the Working Class? (1999), Elektra AD (1999), Viewing Blue Poles (2000), Fever (2002), Dead Caucasians (2002), dan Non Parlo di Salo (2005). Naskah filmnya antara lain Thug (1998), dan Saturn’s Return (2000).
Dari berbagai karyanya, novel berjudul Dead Europe memenangkan The Age Fiction Book of the Year Prize pada tahun 2006 dan Melbourne Prize pada tahun yang sama, sedangkan naskah drama Who’s Afraid of the Working Class? Memenangkan The Australian Writers Guild Top Prize pada tahun 1999. (disarikan dari http://en.wikipedia.org/wiki/Christos_Tsiolkas).
3. Novel Loaded
Novel kontroversial karya Christos Tsiolkas berjudul Loaded mendapat pengakuan dari kalangan sastrawan Australia sebagai pendahulu dalam genre baru fiksi multibudaya Queer yang mengeksplorasi masalah seksual, politik, dan rasisme antarkultural. Novel Loaded merupakan semi autobiografi, sebuah eksplorasi mendalam selama dua puluh empat jam dalam hidup seorang pemuda biseksual dari kelas pekerja dari kalngan budaya minoritas imigran. Dalam monolog berkelanjutan ini, Ari sang tokoh utama yang marah dan bingung, berusaha bersosialisasi dengan orang lain sebagai pengangguran dan pencandu obat, yang merasa dirinya bukan orang Yunani atau pun Australia, normal atau gay, dalam dunia kontemporer yang mengagungkan kekayaan. Teman Ari, Johny atau Toula, merupakan ratu transbiseksual.
Novel ini berisi cerita yang mengejutkan, bahasa seksual yang kasar dan bahasa obat-obatan. Novel ini juga berisi referensi film dan musik populer. Hal-hal tersebut tampak pada kehidupan Ari sang tokoh utama. Ari yang berumur Sembilan belas tahun hidup dalam cara penghancuran diri dalam petualangannya selama berganti-ganti pub di Melbourne, mulai dari greek pub, gay pub, dan culture pub.
Novel ini menarik untuk dibaca. Banyak orang tertarik dengan masalah-masalah yang disajikan dalam novel ini. Karena banyak orang tertarik dengan novel ini, novel loaded ini akhirnya diadaptasi menjadi film berjudul Hed On (1998), dibintangi actor Australia keturunan Yunani Alex Dimitriakos, dan ratu transeksual Paul Capsus. Hal yang menarik perhatian dari novel ini, juga film adaptasinya, adalah bahwa novel ini menyajikan permasalahan tentang kaum imigran di Australia, khususnya kaum muda.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah penelitian ini adalah pengungkapan motif-motif sebagai berikut
Apa motif tokoh utama menjalani hidup tanpa pekerjaan?
Apa motif tokoh utama menolak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi?
Apa motif tokoh utama melakukan freesex dan kecanduan obat-obatan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan motif-motif tokoh utama dalam aspek-aspek tindakannya yang meliputi penolakan untuk bekerja, penolakan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, berkecimpung dalam kehidupan freesex, dan kecanduan obat-obatan.
2. Manfaat Penelitian
Dari tujuan tersebut di atas, maka hasil penelitian ini secara teoritis mempunyai dua manfaat sebagai berikut pertama yaitu dapat menerapkan ilmu psikoanalisis Freud dalam mengungkapksn motif-motif dari tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh utama dalam novel Loaded, dan yang kedua, dapat dipakai sebagai bahan pembanding atau pun sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian lain yang sejenis, yakni penelitian aspek psikologis terhadap novel populer.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan novel Loaded karya Christos Tsiolkas. Sedangkan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai adalah aspek psikologis.
Penelitian ini memfokuskan pada kajian psikologis yang diterapkan pada tokoh utama, seorang pemuda Australia keturunan Yunani dari kelas menengah ke bawah. Dengan bantuan disiplin psikologi penulis ingin mengungkapkan motif-motif di balik tindakan-tindakan yang dilakukan tokoh utama dalam novel Loaded.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Berdasarkan tema novel Loaded yang sarat dengan eksplorasi psikologis pemikiran seorang pemuda Australia, dan pola-pola interaksinya terhadap lingkungan di mana ia tinggal, maka penulis akan meneliti karya tersebut dengan pendekatan psikologi sastra.
Pendekatan psikologi sastra merupakan penelitian dalam bidang sastra dengan bantuan ilmu psikologi. Psikologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia, yang dibicarakan dalam kaitannya dengan aspek psikologis dalam karya sastra, seperti motif tindakan para tokoh dalam suatu novel. Esensi pendekatan psikologi sastra adalah mengkaji dan menelaah aspek psikologis para tokoh dalam sebuah karya sastra.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan penulis terhadap objek penelitian novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas dengan memanfaatkan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan di ruang kerja peneliti atau di perpustakaan tempat peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek peneitiannya melalui buku-buku atau alat-alat audiovisual lainnya (Semi, 1993:8). Pemanfaatan metode kepustakaan ini dilakukan mengingat data-data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya diperoleh dari novel tersebut, sedang sumber tertulis atau pustaka seperti: buku, ensiklopedi, esei jurnal, artikel, majalah, surat kabar, dan sebagainya difungsikan sebagai referansi penunjang.
Adapun hal yang penulis lakukan terlebih dahulu adalah mengumpulkan data objek penelitian, yaitu novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas. Data yang diperoleh kemudian diinventarisasikan dan dianalisis menggunakan pendekatan tekstual.
Kemudian langkah pertama penelitian adalah membuat analisis aktan, yang mencakup skema aktansial dan struktur fungsional untuk melihat peristiwa dalam alur yang berkaitan dengan sikap dan pandangan tokoh utama berdasarkan gagasan cerita.
Langkah kedua adalah membuat analisis kepribadian Ari, tokoh utama novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas. Analisis utama tesis ini adalah kehidupan hedonisme yang dijalani sang tokoh utama.
Untuk menunjang analisis hedonisme maka dilakukan analisis pendahuluan terhadap kepribadian tokoh uatma. Analisis kepribadian ini terdiri dari analisis struktur kepribadian (id, ego, dan superego), analisis mekanisme pertahanan ego (proyeksi, pembentukan reaksi, represi, fiksasi, dan regresi), analisis libido dan destrudo, dan analisis motif.
F. Sistematika Penulisan.
Ancangan penulisan tesis disusun secara sistematis terdiri dari lima bab agar lebih memudahkan pembaca untuk memahami isisnya. Tiap-tiap bab menjelaskan konsep bahasan tema tesis dan rangkaian koherensinya yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun konsep ancangan sistematika tesis tersebut adalah sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metode dan langkah kerja penelitian, landasan teori, dan sistematika penulisan laporan.
Bab 2 Kajian pustaka dan landasan teori, meliputi uraian tentang hasil penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini dan uraian mengenai teori strukturalisme dan psikoanalisis,
Bab 3 Analisis struktural novel yang memebahas analisis struktur novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas berdasarkan analisis aktan yang mencakup skema aktansial dan struktur fungsional.
Bab 4 Analisis dengan menggunakan teori psikoanalisis Freud, merupakan inti dari analisis dan pembahasan tema tesis penulis yang mencakup analisis proses ketaksadaran mental, analisis mekanisme pertahanan ego, analisis libido dan destrudo, serta analisis motif tindakan yang diterapkan pada tokoh utama novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas.
Bab 5 Analisis dengan menggunakan teori hedonisme, merupakan analisis garis besar yang mencakup motif utama dalam novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas.
Bab 6 Simpulan, merupakan bagian terakhir tesis yang menyajikan kesimpulan-kesimpulan penting dari pembahasan tema tesis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian sebelumnya
Penelitian karya sastra Australia sepengetahuan penulis hingga saat ini belum banyak dilakukan oleh tradisi akademik dan kritik sastra di Indonesia, baik oleh mahasiswa, dosen, maupun peneliti lainnya. Belahan benua Australia selain memiliki sejarah masa lampau yang kontroversial juga mempunyai potensi khasanah karya sastra yang sangat mengagumkan. Hal tersebut tidak terlepas dari peran sejarah masa silam Australia yang merupakan pulau tempat pembuangan para kriminal dari Inggris. Di masa kemudian Australia merupakan benua tujuan migrasi berbagai masyarakat dari berbagai belahan dunia. Berkumpulnya bermacam-macam manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda mengakibatkan banyak timbul masalah penyesuaian. Salah satu karya sastra Australia novel Loaded karya Christos Tsiolkas pujangga Australia yang sering mendapatkan penghargaan, menarik dan perlu diteliti mengingat keberadaannya belum populer dibaca terlebih lagi dikaji oleh kalangan mahasiswa sastra di Indonesia.
Kajian karya sastra dengan memanfaatkan teori dan pendekatan sebagai pisau analisisnya tentu disesuaikan dengan potensi permasalahan dominant yang ditawarkan teks karya sastra tersebut. Mengingat novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas banyak berbicara tentang permasalahan kehidupan seorang remaja, maka kombinasi pendekatan structural dan psikologi sastra adalah dua pendekatan yang dianggap paling relevan untuk menelaah novel tersebut.
Tujuan kajian pustaka dalam kaitannya dengan penelitian novel Australia Loaded karya Christos Tsiolkas ini adalah untuk memberi gambaran teoritis dan menguraikan konsep dan gagasan-gagasan secara komprehensif tentang teori strukturalisme model A.J. Greimas dan konsep psikoanalisis Freud. Dari psikoanalisis Freud akan dijabarkan analisis mengenai struktur kepribadian untuk mengetahui pola pikir seorang individu, sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap perilaku dan tindakan tokoh utama cerita dalam novel tersebut. Tujuan kajian pustaka lainnya adalah menjabarkan mekanisme-mekanisme pertahanan ego yang dilakukan tokoh utama, mengingat mekanisme-mekanisme pertahanan ego tersebut memiliki peran signifikan terhadap respon sang tokoh utama terhadap lingkungan sekitarnya.
Kajian pustaka ini juga bertujuan mengdeskripsikan konsep libido dan destrudo, konsep tentang kelahiran dan kematian. Melalui kajian tersebut kita dapat menggolongkan ke dalam mana tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama dalam novel Loaded. Segala tindakan yang dilakukan oleh seorang individu bisa digolongkan ke dalam dua kelompok, menguntungkan dan merugikan. Jika seorang individu selalu bertindak untuk menguntungkan dirinya sendiri, menyenangkan dirinya sendiri secara maksimal, maka individu tersebut bisa dikatakan menganut aliran hedonisme. Dalam kehidupan seorang hedonis, motif utama sang individu adalah selalu berusaha mencapai kesenangan maksimal dalam hidupnya dan sebisa mungkin meminimalkan kesakitan.
B. Teori Psikoanalisis Freud
Jika penelitian karya sastra hanya mengacu pada otonomi karya tersebut maka akan timbul banyak kelemahan. Hal ini dikarenakan sebuah karya sastra tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur lain yang mendukung terbentuknya karya sastra tersebut. Maka dengan ini penulis juga menggunakan disiplin ilmu lain untuk meneliti novel Loaded. Disiplin ilmu yang dimaksud adalah psikologi karena aspek psikologi juga terdapat dalam sebuah karya sastra. Dalam hal ini penulis menggunakan psikoanalisis Freud.
Dalam meneliti novel Loaded penulis menggunakan teori psikoanalisis Freud sebagai dasar penelitian. “Freud does not have a coherent body of work, and there is not a single definitive version of his approaches that can be adopted in a straight forward manner, either for literary purposes or for therapeutic ones.” (Green, 1996:146). Dengan mengacu pada teori psikoanalisi Freud, seorang psikolog akan berimprovisasi dari analogi-analogi yang ada dan membandingkan kejadian-kejadian baru dengan kejadian-kejadian masa lalu yang terjadi pada masa silam.
“The idea that there are unconcious processes operations in the mind that can not be represented, is the key concept of psychoanalysis.” (Green: 1996:147). Represi adalah aksi yang menghasilkan ketaksadaran yang menghilangkan pengalaman, pikiran, nafsu, dan ingatan. Psikoanalisis adalah proses yang dan mengidentifikasi dan mewakili petunjuk-petunjuk represi sehingga bisa dimengerti pikiran sadar.
“The assumption that there are unconscious mental processes, the recognition of the theory of resistance and repression, the appreciation of the importance of sexuality, and the Oedipus Complex – these constitute the principal subject matter of psychoanalysis and the foundation of its theory.” (Green, 1996:147). Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat poin penting dalam psikoanalisis Freud, yaitu proses ketaksadaran mental, teori resistensi dan represi, penghargaan seksual, dan Oedipus Kompleks. Dengan tidak mengesampingkan poin yang lain, penulis mengambil proses ketaksadaran mental untuk menganalisis novel Loaded. Dengan menggunakan poin ini penulis berharap pembaca lebih mudah memahami novel Loaded.
1. Struktur Kepribadian
“The most well known of Freud’s accounts of the structure and operation of the mind is the model of the id, the ego, and the superego.” (Green:1996:148). Dalam psikoanalisis Freud proses ketaksadaran mental dibagi menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Ketiga bagian tersebut saling kait mengkait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
“The id applies to the instinctual drives that relate to the needs of the body, the id is primitive and needy, incapable of denying itself.” (Green, 196:148). “Id merupakan sistem kepribadian yang asli, id merupakan rahim tempat ego dan superego berkembang.” (Supratiknya, 1993:64). Dari kutipan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa id adalah prinsip nafsu. Id mengacu pada nafsu yang ada pada ketaksadaran dalam pikiran manusia. Dalam model id, nafsu belum muncul ke permukaan berupa tindakan-tindakan.
“The ego develops out of the id and it pacifies the drives, by offering itself as a substitute for what must be denied the id (a kind of psychic equivalent of a baby’s soother).” (Green, 1996:148). “Ego timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan objektif.” (Supratiknya, 1993:65). Ego merupakan prinsip realitas. Prinsip realitas yang dimaksud adalah kenyataan tindakan seseorang yang didasarkan pada id nya. Setiap tindakan manusia pasti ada penyebabnya. Penyebab utama tindakan yang dilakukan manusia adalah nafsu yang terpendam dalam pikirannya. Nafsu terpendam ini akan mencari cara untuk memuaskan diri sendiri sehingga menjadi kenyataan.
“The superego is representative of external, social influences upon he drives, and is formed in the image of the earliest identifications of the ego with the father.” (Green, 1996:148). “Superego adalah perwujudan internal dari nilai-nilai dan cita-cita tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anak, dan dilaksanakan dengan cara memberinya hadiah-hadiah atau hukuman-hukuman.” (Supratiknya, 1993:67). Superego adalah prinsip moral. Manusia harus bertindak berdasakan aturan-aturan sesuatu yang berlaku dalam masyarakat, aturan-aturan tersebut mengikat setiap tindakan manusia. Aturan-aturan yang ada membuat manusia tidak bisa melakukan tindakan secara bebas. Pengetahuan dan pemahaman tentang aturan yang berlaku dalam masyarakat berbeda dalam setiap individu. Individu yang satu dengan yang lain mempunyai persepsi berbeda tentang aturan yang ada di sekitar mereka. Hal ini dipengaruhi aoleh berbagai faktor, seperti umur, pendidikan, jenis kelamin, dan lain-lain. Menurut Koeswara superego mempunyai tiga fungsi yaitu:
a. sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat.
b. mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kegiatan
c. mendorong individu kepada kesempurnaan (Koeswara, 1991:35).
2. Mekanisme Pertahanan Ego
Di samping teori proses ketaksadaran mental, untuk meneliti novel Loaded penulis juga menggunakan teori mekanisme pertahanan ego dalam psikoanalisis Freud. Mekanisme pertahanan ego adalah cara-cara ekstrem untuk menghilangkan tekanan yang kadang-kadang harus dilakukan ego. “Pertahanan-pertahanan yang pokok adalah represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi.” (Supratiknya, 1993:86). Terdapat sembilan mekanisme pertahanan ego yang disebutkan oleh Freud. Kelima mekanisme tersebut mempunyai teknik berbeda dalam menghadapi tekanan, antara mekanisme yang satu dengan yang lain tidak sama.
Mekanisme pertama adalah proyeksi. Proyeksi adalah mekanisme yang digunakan untuk mengubah kecemasan neurotic atau kecemasan moral menjadi ketakutan objektif. Dengan proyeksi seseorang mengubah kecemasan neurotic atau kecemasan moral menjadi ketakutan objektif. Hal ini bertujuan untuk mengganti beban yang ada dalam dirinya.
Mekanisme kedua adalah pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi adalah tindakan defensive dengan mengubah impuls atau perasaan yang menyebabkan kecemasan dengan lawannya secara sadar. Dengan pembentukan reaksi, seseorang mengekspresikan hal yang sebaliknya dengan apa yang dirasakannya. Hal ini bertujuan untuk menyembunyikan tujuan-tujuan tertentu agar tidak diketahui orang lain.
Mekanisme ketiga adalah represi. Represi adalah sisi ketaksadaran yang relative tidak tersentuh oleh kesadaran. Dengan merepresi pikiran-pikiran tertentu, seseorang secara tidak sadar akan mengumpulkan masalah-masalah dalam dunia ketaksadaran, seperti yang dikatakan Freud, area ketaksadaran adalah teritori sangat luas yang tidak dapat disentuh oleh kesadaran.
Mekanisme keempat adalah fiksasi. Fiksasi adalah proses berhentinya perkembangan jiwa pada salah satu tahap awal perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Seseorang secara tidak sadar menghentikan perkembangan jiwanya karena dia berpikir bahwa tahap perkembangan jiwa berikutnya penuh dengan tantangan-tantangan yang sulit dihadapi. Dengan menghentikan perkembangan jiwanya orang yang bersangkutan berharap dia tidak akan pernah bertemu tantangan-tantangan yang berat. Gunarsa menyebutkan beberapa kesulitan yang menghambat kelancaran pelaksanaan tugas perkembangan:
menerima keadaan fisiknya
memperoleh kebebasan emosional
mampu bergaul
menemukan model untuk identifikasi
mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
meninggalkan reaksi dan cara penyesuai kekanak-kanakan (Gunarsa, 2006:207)
Mekanisme kelima adalah regresi. Regresi adalah ketika seseorang yang mendapat pengalaman traumatic kembali ke awal tahap perkembangan. Ketika seseorang kembali ke awal tahapn perkembangan jiwa, dia mengharapkan kenyamanan. Dia ingin menghindari semua masalah yang muncul pada tahap berikutnya.
Mekanisme keenam adalah introyeksi dan identifikasi. Proses introyeksi berlangsung dengan cara yang berlawanan dari proyeksi. Di sini individu memasukkan ke dalam kepribadiannya sendiri aspek-aspek dari objek atau orang di luar dirinya. Sebagai orang dewasa kita cenderung mengintroyeksi aspek-aspek lingkungan kita sehingga mereka menjadi bagisn integral dari kehidupan kita.
Mekanisme ketujuh adalah pengalihan atau displacement. Pengalihan dapat dirumuskan sebagai arah perasaan dari sumbernya ke objek pengganti. Pengalihan dapat memiliki dua fungsi utama. Ini memungkinkan individu memperoleh pelepasan dari perasaan tertekan dengan mengalihkan perasaan ini pada objek atau prang lain. Pengalihan dapat berfungsi sebagai cara memuaskan perasaan yang karena keadaan tidak dapat lagi diungkapkan.
Mekanisme kedelapan adalah sublimasi. Sublimasi dapat dirumuskan sebagai pengalihan jurusan dorongan-dorongan yang ditekan ke saluran-saluran yang secara sosial dapat diterima. Mekanisme ini benar-benar merupakan perkembangan lebih lanjut dari pengalihan. Perbedaan utamanya adalah bahwa dorongan-dorongan yang disublimasi tidak hanya sekedar dialihkan tetapi dijuruskan ke bentuk-bentuk perilaku yang secara sosial bermanfaat dan dapat diterima.
Mekanisme kesembilan adalah rasionalisasi. Proses ini emngacu pada kecenderungan kita untuk selalu mencari alasan yang rasional untuk menjelaskan perilaku kita, kendati perilaku kita mungkin ada kalanya dimotivasi oleh dorongan-dorongan yang tidak rasional. Telah dikemukakan, secara cukup jitu bahwa dalam rasionalisasi orang tidak bertindak dari akal tetapi mempunyai akal dari bertindak. Dengan kata lain kita sering bertindak karena dorongan-dorongan yang lebih senang kita abaikan dengan meyakinkan diri kita sendiri kemudian bahwa kita memiliki alasan yang logis bagi tindakan kita.
3. Teori Libido dan Destrudo
a. Teori Libido
Libido merupakan energi yang mengarahkan manusia untuk berbuat yang menguntungkan bagi dirinya sendiri. “Libido adalah kombinasi dari naluri lahir dan naluri mati.” (Chaplin, 2004:32). “Libido is aquantitatively variable force related to sexual excitation. The totality of mental energy at the disposal of eros, the instinct of live.” (William, 1973:42).
Libido merupakan energi positif. Dengan libido seseorang akan menjadi aktif dan kreatif. Libido mendorong manusia untuk berbuat segala hal yang memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri. “Libido refers to the sexual biological instinct, drive, or psychic energy.” (Corsini, 1987:52). “Libido in its common usage means sexual desire; however, more technical definitions, such as those found in the work of Carl Jung, are more general, referring to libido as the free creative – or psychic – energy an individual has to put forward personal development or individuation.” (www.wikipedia.org).
Yang dimaksud naluri kehidupan (libido) oleh Freud adalah naluri yang ditujukan pada pemeliharaan ego dan pemeliharaan kelangsungan jenis. (Koeswara, 1991:38). Dengan perkataan lain, naluri kehidupan adalah naluri yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Naluri libido ini merupakan naluri yang bersifat positif yang nantinya juga mendorong manusia untuk bertindak secara positif yang akhirnya akan berdampak baik pada manusia tersebut.
b. Teori Destrudo
Destrudo merupakan energi yang merusak. Kebanyakan orang selalu tidak sadar kalau apa yang dilakukannya adalah merusak dirinya sendiri. Pengrusakan terhadap diri hamper selalu terlihat dari sudut pandang orang lain. “Destrudo adalah energi yang berkaitan dengan naluri kematian.” (Chaplin, 2004:14). “Destrudo is the emotional energy of ares, a primitive, archaic, destructive energy which is normally fused with libido. When libido fails in a state of regression, the destructive energy takes over.” (Wolman, 1973:24).
Destrudo merupakan energi negative yang memicu seorang individu untuk melakukan segala hal yang akan merugikan dirinya sendiri. Dengan mengikuti nafsu yang negative, seseorang secara sadar atau tidak akan merusak dirinya sendiri.
“Destrudo, or Destrado, in Freudian psychology, is the energy of the destructive impulse. It is the opposite of libido. While libido is the urge to create, an energy that arises from the Eros (or “life”) drive, destrudo is the urge to destroy both oneself and everything else. According to Sigmund Freud, destrudo arises from the death drive, which also is the source of aggression.” (www.wikipedia.com).
Naluri kematian (naluri destrudo) adalah naluri yang ditujukan kepada perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada (organisme atau individu itu sendiri). (Koeswara, 1991:39). Freud mengajukan gagasan mengenai naluri kematian ini berdasarkan fakta yang ditemukannya bahwa tujuan semua makhluk hidup atau organisme adalah kembali kepada keadaan anorganis. Atau meminjam pernyataan Schopenhauer tujuan dari seluruh kehidupan adalah kematian. Naluri destrudo ini membuat individu menginginkan kematian atau bahkan memicu bunuh diri. Namun bagi kebanyakan individu naluri destrudo ini mampu direpresi oleh ego sehingga individu yang bersangkutan akan menyalurkan naluri destrudonya kepada aktifitas lain selain bunuh diri.
4. Teori Hedonisme
Sebagian orang hidup di dunia ini hanya mengejar kesenangan semata. Mereka tidak menginginkan untuk bersush payah dalam kehidupan yang mereka jalani. “Hedonisme merupakan teori psikologi yang mengatakan bahwa individu itu bertingkah laku sedemikian rupa untuk selalu mencari kesenangan dan menghindari kesusahan atau penderitaan.” (Chaplin, 2004:28). “Hedonic or pleasure theories of motivation: such theories emphasize the disquieting state of affairs caused by internal tension, and the pleasure derived from the reduction of tension through the discharge of energy, expression of an instinct, or reduction in the level of a drive.” (Corsini, 1987:48).
Dengan mengutamakan kesenangan, orang akan mengesampingkan yang lain. Seseorang akan melakukan apa pun demi tercapainya kesenangan untuk diri pribadi. “Hedonisme is the psychological principel that the person acts to gain pleasure and avoid pain.” (Wolman, 1973:38).
“The basic idea behind hedonistic thought is that pleasure is the only thing that is good for a person. This is often used as a justification for evaluating actions in terms of how much pleasure and how little pain (i.e. suffering) they produce. In very simple terms, a hedonist strives to maximize this total (pleasure minus pain).” (www.wikipedia.org).
Pengajaran atau konsep moral dari hedonisme adalah menyamakan kebaikan dengan kesenangan. Jadi semua kesenangan dan kenikmatan secara fisik selalu membawa kebaikan. Pandangan hidup ini mengajarkan para pengikut atau mereka yang siap mengikutinya bahwa pemujaan terhadap kesenangan dan kenikmatan dunia harus dikejar, dan itulah tujuan hidup yang paling hakiki bagi manusia. Pandangan hidup seperti inilah yang sekarang ini banyak dan hampir semua umat manusia mengamininya dan menjadikannya sebagai tolok ukur dalam gaya hidup.
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini bersenang-senang, berpesta pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya satu kali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. Di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas. Pandangan mereka terangkum dalam pandangan Epicurus yang menyatakan ”bergembiralah engkau hari ini, puaskanlah nafsumu, karena besok engkau akan mati.”
Secara general hedonisme bermakna kesenangan merupakan satu-satunya manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa didefinisikan sebgai sebuah doktrin (filsafat etika) yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan. Paradigma hedonistis memfokuskan pandangannya kepada pencarian kesenangan dan penghindaran terhadap segala penderitaan. Namun dewasa ini substansi secara harfiah sudah tidak lagi menemukan relevansinya. Nampaknya tidak ada persamaan persepsi mengenai apa-apa saja yang sebenarnya bisa mendatangkan kesenangan dan apa-apa saja aktifitas yang bisa mendatangkan penderitaan. Esensi filosofis hedonistik terkadang mempunyai konotasi seksual atau pemikiran liberal. (disarikan dari ”Mengenal Hedonisme Lebih Dekat” oleh Ganna Pryadharizal Anaedi Putra).
5. Motif
Kata motif berasal dari bahasa latin movere yang kemudian menjadi motion yang artinya gerak atau dorongan untuk bergerak. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang individu disebabkan oleh dorongan dalam dirinya. Dorongan inilah yang disebut motif. “Motive is a state within an organism which energizes and directs him toward a particular goal.” (Wolman, 1973:243). Motif yang ada dalam seorang individu merupakan dasar atas semua apa yang dilakukannya di dunia ini.
Motif merupakan daya dorong, daya gerak atau penyebab seseorang untuk melakukan berbagai kegiatan dengan tujuan tertentu. “Motive is that within the individual, rather than without, which incites hin to action: any idea, need, emotion, or organic state, that prompts to an action.” (Webster’s New Collegiate Dictionary, 1951:550). Motif adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Motif adalah daya penggerak yang membuat seorang individu menjadi aktif. “Motive is a thought or feeling that makes a person act, moving consideration reason.” (Barnhart, 1988:1356). Motif mengacu kepada faktor yang menggerakkan dan mengarahkan tingkah laku.
Motif didapat dari hasil belajar seseorang yang dilakukannya selama masa hidupnya. ”Motif adalah sesuatu dalam diri individu yang menentukan perilaku yang bekerja dengan cara tertentu untuk mempengaruhi perilaku tersebut.” (Martaniah, 1984:12). Motif muncul didasari atas emosi, namun motif berbeda dengan emosi itu sendiri.
Motif mendorong seseorang untuk berubah dari satu keadaan ke keadaan yang lain. ”Heckhansen menyebutkan bahwa Motif adalah konstruksi yang mengandung suatu kategori kejadian tertentu yang isinya homogen yang terjadinya atau adanya dapat mempengaruhi secara positif atau negatif nilai-nilai atau kepercayaan seseorang.” (Martaniah, 1984:13). Kadang motif tidak selalu seperti yang nampak pada seseorang yang bisa kita lihat dengan mata telanjang. Untuk menganalisa motif adalah dengan cara menganalisa notif yang ada di dalam fantasi seseorang.
Kita tidak bertindak tanpa adanya motif. Sedangkan Teevan dan Smith menyebutkan bahwa fungsi motif ada dua. Yang pertama adalah memberi daya untuk bergerak atau berfungsi menggerakkan perilaku. Dan yang kedua adalah mengarahkan perilaku. (Martaniah, 1984:14). Dengan munculnya motif di dalam diri kita, maka kita mampu berperilaku seperti yang terlihat oleh orang lain.
Proses yang memicu motif menjadi perilaku riil adalah proses motivasi. ”motivasi adalah keadaan yang timbul dalam diri subjek akibat interaksi antara motif dan aspek-aspek situasi yang diamati yang relevan dengan motif tersebut serta mengaktifkan perilaku.” (Martaniah, 1984:14). Proses motivasi adalah interaksi antara motif dan aspek-aspek situasi yang diamati yang berhubungan dengan motif yang bersangkutan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa motif adalah suatu konstruksi yang potensial dan laten, yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang secara relatif dapat bertahan, meskipun kemungkinan berubah masih ada, dan berfungsi menggerakkan serta mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.
Motif bisa dibagi menjadi dua. Motif pribadi dan motif sosial. Motif pribadi adalah sesuatu hal yang mendorong manusia untuk berperilaku demi kepentingan dirinya sendiri. Sedangkan motif sosial adalah sesuatu hal yang mendorong manusia untuk berperilaku demi kepentingan orang banyak.
Motif sosial merupakan motif yang dipelajari melalui interaksi interpersonal dan yang tujuan yang ingin dicapainya mempunyai interaksi dengan orang lain. Motif sosial dibagi menajdi tiga: motif berprestasi, motif berafiliasi, dan motif berkuasa.
BAB III
MEKANISME PERTAHANAN EGO
PADA TOKOH-TOKOH DALAM NOVEL LOADED
KARYA CHRISTOS TSIOLKAS
A. Trigger atau Motivasi
Di balik semua tindakan yang dilakukan Ari, tokoh utama dalam novel Loaded ini tentu saja terdapat motif-motif yang tersembunyi. Entah disadari atau tidak semua tindakan manusia yang dilakukan secara nyata mempunyai tujuan untuk merepresentasikan keinginannya yang terpendam dalam hati. Motif-motif yang ada di dalam pikirannya tersebut mencari berbagai cara yang akhirnya manusia yang bersangkutan melaksanakan suatu tindakan atas impuls yang muncul dari dalam dirinya.
1. Motif Ari menjalani hidup tanpa pekerjaan
Motif Ari menjalani hidup tanpa pekerjaan adalah perasaan kecewa yang ada dalam dirinya setelah selama ini dia mengamati kehidupan orang tuanya. Walaupun orang tuanya mempunyai pekerjaan di pabrik tetapi kehidupan mereka biasa-biasa saja. Ari tidak menginginkan kehidupan yang biasa-biasa saja seperti orang tuanya, sehingga dia memutuskan untuk tidak bekerja seperti kedua orang tuanya. Namun dia juga tidak menginginkan bekerja di toko seperti teman-temannya karena menurutnya bekerja di toko juga tidak akan membuatnya hidup lebih baik. Pekerjaan yang dikenalnya dan disukainya adalah pekerjaan yang sesuai dengan gaya hidup hedonismenya. “I pull the packet of speed from my pocket and offer it to Spiro. He winks and slips sixty dollar in my hand. He hardly looks at the amount of powder in the bag. He trusts me.” (Tsiolkas, 1995:59). Dengan gaya hidupn yang selalu berkutat dengan obat-obatan terlarang, maka tidak heran jika akhirnya Ari terjun sebagai penjual kecil-kecilan. Dia menyediakan kebutuhan teman-teman kakaknya akan obat-obatan terlarang. Hal ini membuat dirinya sedikit bangga diri.
2. Motif Ari menolak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi
Motif Ari menolak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi adalah karena dia tidak ingin dibebani dengan tugas-tugas kuliah. Selain dari pada itu dia juga menyadari bahwa sebagai imigran walaupun mempunyai latar belakang pendidikan yang memadai dia tidak akan mendapatkan pekerjaan yang layak. Menurutnya para imigran selalu mendapatkan diskriminasi dalam hal pekerjaan. Para imigran hanya diberi pekerjaan yang tidak cukup bagus. Walaupun kakaknya kuliah di universitas, Ari tidak ingin mengikuti jejaknya. “conversation happens, talk about uni, a bit of politics, who is fucking up who. I don’t join in. I’m content to hang around the edge of the circle, listening in.” (Tsiolkas, 1995:55). Ketika Ari di bar, dia bertemu kakak laki-lakinya beserta teman-temannya. Dia hanya mendengarkan pembicaraan mereka. Dia tidak ingin ikut bergabung dalam pembicaraan mereka. Menurutnya pembicaraan mereka terlalu berat. Kehidupan perkuliahan tidak membuatnya tertarik sama sekali. Dia tidak ingin pintar seperti kakaknya sehingga mampu menciptakan pembicaraan dengan topic-topik bermutu.
3. Motif Ari melakukan freesex dan mencandu obat-obatan terlarang
Motif Ari melakukan freesex dan mencandu obat-obatan terlarang adalah untuk mendapatkan kesenangan maksimum. Dengan mencandu obat-obatan terlarang dia bisa menghilangkan semua hal yang membebani pikirannya, walaupun hal tersebut untuk sementara saja. Dengan melakukan freesex dia bisa melampiaskan nafsunya tanpa memikirkan tanggung jawab terhadap pasangannya. Berbeda bila dia mempunyai istri atau pasangan tetap, maka dia harus berpikir untuk menghidup istrinya. “He ignores me. That causes no pain; he was a momentary figure in my life. That’s what I like about casual sex with men; there’s no responsibility towards the person you fuck with.” (Tsiolkas, 1995:74). Dengan melakukan freesex dia bebas mencari pasangan di bar-bar yang dikunjunginya. Dia mengetahui bahwa orang-orang yang berkunjung di situ juga menginginkan hal yang sama, dan mereka tidak akan menuntut pertanggungjawaban terhadap Ari di kemudian hari. Freud berpendapat bahwa tiap orang secara inheren adalah biseksual. (Suyanto, 1991:60). Tiap jenis kelamin tertarik oleh jenis kelamin yang sama dan jenis kelamin yang berlainan. Inilah yang menjadi dasar daripada homoseksualitas, kendatipun pada kebanyakan orang impuls homoseksualitas itu tetap laten. Pikiran tentang biseksualitas ini dikuatkan oleh hormonologi, dimana diketemukan bahwa hormon seksual kedua jenis kelamin itu ada pada masing-masing jenis kelamin.
Pergaulan Ari juga tidak jauh dari kedua hal tersebut. Salah satu temannya adalah pengedar ganja. “Phil is a small-time dealer with a bad case of paranoia” (Tsiolkas, 1995:18). Dengan berteman dengan Phil maka Ari tidak perlu khawatir akan kekurangan apa yang diperlukannya. Namun dalam pertemanan mereka Ari harus bersifat extra sabar. Phil mempunyai penyakit paranoia parah, dia mencurigai semua orang. Maka jika Ari ingin menghubungi Phil, dia harus menggunakan cara-cara tertentu. Jika dia menelepon dia harus mengetahui bahwa teleponnya tidak akan diangkat pada dering pertama. Dan jika dia datang langsung ke rumah Phil, maka dia harus mengetuk pintu dengan kode tertentu.
4. Motif hedonisme
Motif hedonisme bisa terlihat jelas dari apa yang telah dipaparkan di atas. Sesuai dengan aliran hedonisme yang mengejar kesenangan maksimum dan meminimalkan kepedihan. Dalam hal ini Ari meminimalkan kepedihan dengan cara menghindari beban pekerjaan dan beban kuliah. Dengan hidup tanpa pekerjaan dan kuliah dia tidak perlu memikirkan apap pun juga. Sedangkan untuk mengejar kesenangan maksimum Ari melakukan freesex dan mencandu obat-obatan terlarang. Dengan mengkonsumsi obat-obatan terlarang maka pikiran bisa melayang dan mendapatkan kebahagiaan semu walalupun untuk sesaat. Bahkan gaya hidup hedonisme tersebut ia tularkan ke adiknya. Dia suka mencandu bersama adik perempuannya. “You’re looking sexy, I say, and hand her a small straw from the cigarette case. Two lines for you, I say. She crouches at the end of the bed and snorts the speed, one line for each nostril.” (Tsiolkas, 1995:31). Ari tidak memikirkan jika hal ini akan merusak hidup adiknya. Dalam pikiran ari ini sudah biasa bagi semua orang. Hal ini karena dia melihat dari kebiasaan kakak laki-lakinya dan teman-teman pergaulannya.
5. Motif pemberontakan terhadap norma yang ada di dalam masyarakat
Motif pemberontakan terhadap norma yang ada di dalam masyarakat juga dapat disimpulkan dari beberapa tindakan Ari. Salah satu tindakan Ari yang menyiratkan pemberontakan terhadap norma yang ada di masyarakat adalah dengan berteman dengan seorang gadis Vietnam. Masyarakat yang tinggal di lingkungan Ari tidak menyukai gadis Vietnam tersebut. Mereka menganggap gadis Vietnam tersebut seorang pelacur. Namun Ari tidak menganggapnya demikian. Menurutnya dia adalah seorang wanita yang mempunyai kepribadian yang menarik. Selain itu pemberontakan juga bisa dilihat dari pergaulan Ari dengan teman-temannya. Pergaulan Ari hanya berkutat dalam lingkaran orang-orang seperti dirinya. Orang-orang yang suka bermabuk-mabukan. “You both want speed? I ask. Betty jumps up but Joe shakes his head. We’ll go into my room, Betty says, and Joe calls out softly not to say anything to Dina. I don’t reply.” (Tsiolkas, 1995:41). Sebelum memulai kehidupan malamnya Ari menawari teman-temannya untuk menggunakan obat-abatan terlarang yang tentu saja disetujui oleh teman-temannya. Mereka semua, Ari dan teman-temannya, merasa hidup mereka tidak memuaskan. Mereka ingin berontak kepada lingkungan mereka yang membuat hidup mereka menderita. Pemberontakan yang bisa mereka lakukan adalah dengan bermabuk-mabukan. Dengan bermabuk-mabukan bersama, mereka merasa telah melakukan pemberontakan yang ditujukan kepada lingkungan yang mengekang kepuasan mereka semua.
6. Motif dari aktualisasi dari keputusasaan
Motif dari aktualisasi dari keputusasaan bisa juga terlihat dari beberapa tindakan Ari. Salah satunya adalah keinginannya untuk pergi ke Yunani untuk mencari pekerjaan. Hal ini disebabkan karena menurutnya di Australia dia tidak akan berhasil mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang diinginkannya. Dengan pergi ke Yunani mungkin dia akan berhasil mendapatkan pekerjaan bagus. Hal lain dari kehidupan Ari yang bisa dikategorikan sebagai keputusasaan adalah ketika Ari menyamakan dirinya dengan bintang film John Cusack. “And it clicked, watching John Cusack interviewed, that he looked ike me in this photo.” (Tsiolkas, 1995:36). Dengan kepribadian yang aneh, Ari suka menyendiri ketika berada di rumah. Dia tidak suka bergaul dengan keluarganya. Dalam kesendiriannya dia suka menonton televise. Dengan tayangan-tayangan yang ditontonnya, Ari bisa berimajinasi ke dunia antah berantah. Ari bermimpi bahwa dirinya adalah bintang film terkenal yang sukses. Dengan mimpi-mimpi tersebut dalam otaknya, Ari bisa bersenang-senang. Mimpi-mimpi tersebut hanya sebuah ilusi yang menenangkan jiwanya yang berantakan. Mimpi-mimpi tersebut tidak pernah diusahakan untuk menjadi nyata. Dalam kesendiriannya dia tidak pernah berusaha merealisasikan mimpi-mimpinya. Dia hanya terus bermimpi. Dengan mimpi yang membawanya ke angan-angan sebagaimana ketika dia menggunakan obat-obatan terlarang.
Ari merasa semua orang yang ada di sekelilingnya mempunyai berbagai macam tuntutan yang ditujukan badi dirinya. Semua hal itu merupakan beban bagi dirinya. Karena hal tersebut membebani pikirannya, Ari mengucilkan diri dari pergaulan masyarakat. Dalam masa-masa mengucilkan diri ini Ari bisa melakukan refleksi terhadap kehidupannya. Dengan melakukan berbagai macam refleksi, Ari merasa dalam hidupnya telah terjadi banyak perubahan yang tidak mampu diimbanginya. Hal ini membuatnya semakin tertekan.
B. Bentuk Mekanisme Pertahanan Ego yang Muncul
Sebelum memasuki penjelasan bentuk-bentuk mekanisme pertahanan ego pada tokoh-tokoh novel Loaded karya Christos Tsiolkas, kiranya perlu saya beri penghantar tentang penjelasan tentang struktur kepribadian para tokoh tersebut.
1. Struktur Kepribadian
Dalam psikoanalisis Freud proses ketaksadaran mental dibagi menjadi tiga, yaitu id, ego, dan superego. Ketiga bagian tersebut saling kait mengkait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.
Dengan analisis yang telah dilakukan setelah membaca dengan cermat (close reading) novel Loaded penulis berpendapat bahwa Ari, sang tokoh utama, lebih mengutamakan nafsunya daripada moral yang berlaku di lingkungannya. Ego Ari berpihak pada id dan menghindari superego. Dengan menuruti nafsunya maka segala tingkah lakunya bertentangan dengan moral yang ada dalam masyarakat. Hal ini bisa dikarenakan karena Ari sebagai remaja mengalami berbagai macam gejolak emosi dan ketidak seimbangan emosi yang mencakup kekecewaan dan penderitaan, meningkatnya konflik dan pertentangn serta krisis penyesuaian, impian dan khayalan, pacar dan percintaan, keterasingan dari kehidupan dewasa dan norma kebudayaan. (Gunarsa, 2006:205).
Id merupakan keinginan paling dasar yang ada pada diri manusia, bisa disebut juga bahwa id adalah perwujudan sifat primitive manusia. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis) termasuk insting-insting. (Suyanto, 1991:60). Id merupakan sumber energi psikis yang menggerakkan ego dan superego. Energi psikis di dalam id dapat meningkat oleh karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun perangsang dari dalam. Energi yang meningkat akan menyebabkan tegangan pada diri seseorang yang dianggap oleh individu yang bersangkutan sebagai hal yang tidak mengenakkan. Untuk menghilangkan hal yang tidak mengenakkan tersebut, Id mereduksi energi. “The morning is ending and I’ve just opened my eyes. I stare across the cluttered room I’m in. I scratch my groin. I feel my cock and start a slow masturbation.” (Tsiolkas, 1995:2). Id merupakan tuntutan paling dasar dan paling primitive yang terdapat dalam seorang individu. Salah satu tuntutan tersebut adalah seks. Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa demi memenuhi kebutuhan seksualnya Ari, sang tokoh utama, melakukan masturbasi di pagi hari. Menurutnya hal ini berguna untuk meringankan tekanan yang menggangu dalam dirinya. Seks adalah salah satu tuntutan dasar yang harus dipenuhi. Jika individu yang bersangkutan tidak memenuhinya, maka hal tersebut akan membuatnya depresi. Dan jika seorang individu mengidap depresi amak dia akan membuat kesal semua orang di sekitarnya. Dia akan menganggu lingkungan sekitarnya.
Ego merupakan prinsip realitas. Ego merupakan unsur pendorong tindakan yang dilakukan manusia dalam kenyataan. Ego yang memicu tindakan manusia ini didasarkan atas id yang merupakan prinsip nafsu. “I take three strong drags before passing it over to Janet. She takes a small puff and then passes it to Peter. He smokes like me. Long, strong drags.” (Tsiolkas, 1995:5). Ari bersama kakak laki-lakinya dan pacarnya sudah menghisap gnaja di pagi hari. Hal ini dilaksanakan karena ego mereka untuk menikmati kebebasan yang mereka miliki. Mereka menghisap ganja di pondokan kakaknya. Mereka merasa telah bebas dari kekangan orang tua. Sebagai individu yang masih remaja, jiwa Ari mudah terombang-ambing oleh keadaan sekitarnya. Setiap pengaruh yang didapat dari lingkungan akan dengan mudah merasuki jiwa yang masih labil. Jiwa yang masih labil akan lebih menuruti semua keinginan hati daripada akal pikiran. Dengan keadaan demikian Ari dengan mudah meniru tingkah laku buruk yang ada di sekitarnya, dalam hal ini Ari mencontoh kebiasaan kakaknya mencandu ganja. Ari menganggap hal ini adalah sudah biasa karena dia melihat kakak dan teman-temannya juga melakukan hal yang sama.
Superego adalah prinsip moral. Setiap tindakan manusia harus didasari oleh aturan moral yang ada di masyarakat. Manusia tidak bisa bertingkah laku secara bebas sesuai kemauannya sendiri. “Got a job yet? Joe asks me. I hate the question. No. I answer and put the walkman in my bag. He starts telling me about his job. Working people always think you’ll be interested in what they do. None that I know do anything interesting.” (Tsiolkas, 1995:8). Ari merupakan seorang remaja yang baru lulus sekolah menengah atas, tetapi dia tidak mau kuliah atau kerja. Dia hanya ingin bersenang-senang. Dia benci ketika orang-orang menginginkannya bekerja. Masyarakat berpikiran bahwa seseorang harus melakukan sesuatu yang berguna dalam hidupnya. Namun Ari tidak mengindahkan aturan moral yang ada. Dia hanya ingin menyenangkan dirinya sendiri. Ari merasa dirinya amat terganggu jika teman-temannya selalu menceritakan tentang pekerjaan mereka dalam pertemuan-pertemuan yang terjadi. Namun ketidaksukaan ini hanya disimpan Ari dalam hati, dia tidak ingin menyakiti atau menyinggung perasaan teman-temannya jika Ari melarang mereka menceritakan segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. “Joe has got his world worked out, or so he likes to think he has. He’s got a job, got a girlfriend, got a car. Soon he wants to get married. I think it’s a mistake but I figure that it isn’t my business to tell him such things and I don’t.” (Tsiolkas, 1995:8). Ari hanya membiarkan teman-temannya jika mereka membicarakan tentang pekerjaan mereka dan rencana-rencana masa depan mereka. Namun sebenarnya dalam hati Ari mencemooh tentang itu semua. Menurutnya pekerjaan dan pernikahan akan membuat hidup menjadi sengsara. Pekerjaan akan membuat diri kita akan menjadi cepat tua, pendapat ini muncul dalam dirinya setelah dia mengamati teman-temannya yang sudah bekerja. Teman-temannya yang sudah bekerja mengalami perubahan drastic. Mereka berbeda dengan diri mereka sebelum mendapat pekerjaan. Jika Ari melihat wajah teman-temannya dia melihat wajah-wajah yang memendam banyak pikiran. Ari menyimpulkan bahwa mereka mempunyai banyak beban. Ari tidak ingin seperti mereka.
Ego di dalam berfungsinya berpegang pada prinsip kenyataan atau prinsip realita dan bereaksi dengan proses sekunder. Tujuannya untuk mencari objek yang tepat untuk mereduksikan tegangan yang timbul dalam organisme. (Suyanto, 1991:60). Proses sekunder dilakukan melalui berpikir realistis dengan cara membuat rencan-rencana dan menguji rencana-rencana tersebut. Dengan demikian individu bisa mengontrol jalan pikirannya sendiri. Dia bisa memilih kebutuhan-kebutuhan mana yang didahulukan dan memilih cara-cara untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut serta menentukan objek-objek yang bisa memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut. Dengan demikian egonya menyatukan id(nafsu) dan superego(moral). Individu merealisasikan egonya untuk kepentingan idnya dengan menjadi perantara antara kebutuhan instingtif dan lingkungan. Menuruti egonya maka Ari tidak mau bekerja. Selama ini Ari melihat orang tuanya walalupun kerja keras tetapi tidak sukses. Hidupnya masih sengsara. Jadi Ari berkesimpulan bahwa kerja itu percuma.
Peristiwa lain yang bisa menunjukkan bahwa Ari hampir selalu menuruti nafsu (id) nya adalah ketika temannya, Betty, mengejeknya bahwa dia tidak tertarik berhubungan seks dengan wanita, Ari hanya tertarik untuk melakukan hubungan seks dengan pria. “I’m not turning you on, right? I blush and say nothing. Would it turn you on if it was Joe doing it for you? She continues.” (Tsiolkas, 1995:45). Ketia Betty dan Ari mabuk bersama, Betty berusaha merayu Ari untuk berhubungan seks dengannya. Namun Ari tidak menanggapi rayuan Betty. Akhirnya Betty tersinggung dan mengejek orientasi seks Ari. Ari termakan ejekan Betty. Menuruti nafsu amarahnya akhirnya dia melayani Betty untuk berhubungan seks. Namun akhirnya Ari harus menyadari egonya. Kenyatannya dia benar-benar tidak mampu melayani Betty dengan selayaknya. Selama ini ketika dia berhubungan seks dengan Betty, Ari selalu membayang pria lain dalam pikirannya.
Sekilas akan tampak bahwa antara id dan ego hamper selalu terjadi konflik atau pertentangan. Tetapi bagaimanapun, menurut Freud, ego dalam menjalankan fungsinya tidaklah ditujukan untuk menghambat pemuasan kebutuhan-kebutuhan atau naluri-naluri yang berasal dari id, melainkan justru bertindak sebagai perantara dari tuntutan-tuntutan naluriah organisme di satu puhak dengan keadaan lingkungan di pihak lain. (Koeswara, 1991:34). Yang dihambat oleh ego adalah pengungkapan naluri-naluri yang tidak layak atau tidak bisa diterima oleh lingkungan. Jadi, fungsi yang paling dasar dari ego itu tidak lain sebagai pemelihara kelangsungan hidup individu.
Ari berusaha memecahkan segala ketegangan dalam dirinya. Dia tidak mau mempedulikan segala hal di sekitarnya yang membuat jiwanya tertekan. Egonya menyingkirkan segala sesuatu yang memerlukan dirinya untuk berpikir keras. “I have no interest, she tells them, in involving myself with progressive, so-called left-wing greeks if it is the same faces, the same conservative mob of wogs, married, bourgeois, living in the suburbs, who happen to be able to spout Marx and Lenin. The woman across from me flinches. Ariadne continues: I want to be involved with the deviants, the mad, the creative, all those people that the greek community despises, that the general Australian community despises. For Christ sake, she screams at them, communism is dead. She walks off.” (Tsiolkas, 1995:71). Ari tidak ingin menjadi anggota perkumpulan manapun. Dia tidak ingin perkumpulan tersebut mempunyai misi dan visi yang mungkin sama dengan dirinya. Namun dia tidak mau dibebani dengan tugas-tugas sebagai anggota suatu kelompok jika dia bergabung dengan salah satu dari kelompok-kelompok tersebut. Dia juga tidak ingin menyamakan dirinya dengan individu yang lain walalupun mereka sama-sama sebagi keturunan yunani. Ari merasa dirinya berbeda dengan yang lain walaupun dia belum mengetahui jati diri siapa sebenarnya dirinya sendiri karena untuk saat ini dia masih dalam tahap pencarian jati diri.
2. Mekanisme-mekanisme Pertahanan Ego
Ego Ari menghindari superego dengan melakukan mekanisme-mekanisme pertahanan ego. Hal ini disebabkan peristiwa traumatic yang dialaminya. Selama ini masyarakat memperlakukannya secara diskriminasi karena dia keturunan imigran Yunani.
a. Proyeksi
Kecemasan neurotic atau kecemasan moral merupakan beban berat yang dibawa seseorang. Untuk meringankan beban ini orang yang bersangkutan menciptakan hal baru untuk mengalihkan pikirannya dari beban tersebut. Pikiran baru tersebut berupa ketakutan objektif. Proses ini disebut proyeksi.
“I expected his anger. I’m used to it, but at the same time the whole of my emotons, all the shit fluttering around my head, feels like it’s going to erupt out of me and all over him. My body is immediately tense, waiting for the fight, I yell arsehole at him. He hears and shakes his head. Then he looks sad and I wish I could walk straight past the gate, back down the street anad away from him, my family, and the world. But I don’t. I walk in the front door.” (Tsiolkas, 1995:12).
Ari takut ditanya dari mana saja dan apa saja yang telah dilakukannya. Untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan tersebut dia mencari cara. Ketika bertemu dengan ayahnya, dia membuat ayahnya marah agar tidak menanyakan hal-hal tersebut. Begitu juga ketika dia bertemu dengan ibunya. Ibunya selalu mengeluh tentang kehidupannya yang membosankan. Ari tidak menanggapi semua tersebut secara verbal, dia hanya mengejak dalam hati. “I love my parents but I don’t think they have much guts. Always complaining about how hard life is and not having much money.” (Tsiolkas, 1995:13). Walalupun dalam hati dia meremehkan kedua orang tuanya, namun di depan ibunya Ari selalu berkata manis. Dia tidak ingin melawan ibunya. Dia hanya mengatakan hal-hal yang membuat ibunya senang. Dia terpaksa berbohong ketika ibunya menanyakan tentang kakaknya. Selama ini Ari selalu meihak kakaknya. Maka ketika ibunya mengejek kakanya, Ari membelanya dengan mengatakan bahwa selama ini kakaknya selalu serius belajar di perpustakaan.
Proyeksi dapat dirumuskan sebagai penyangkalan yang menyeluruh terhadap dorongan-dorongan yang tidak kita sadari yang mengakibatkan ketegangan dengan mengaitkan dorongan ini pada objek atau orang di luar diri kita. Proses ini dapat dilihat berlangsung dalam banyak situasi sehari-hari. Dalam banyak kasus yang diproyeksikan adalah kesalahan yang harus dipikul untuk situasi apapun yang karena alasan tertentu orang yang bersangkutan tidak sanggup menerimanya.
Hal lain yang berhubungan dengan proyeksi dalam diri Ari adalah ketidakpeduliannya terhadap lingkungan sekitarnya. “sorry, he replied, blushing, I’m Greek but I don’t speak Greek. I nodded at this, and put the airphones back. Bullshit was what I was thinking, but bullshit is everywhere. I lie to strangers all the time. I can understand not giving too much away” (Tsiolkas, 1995:63). Ari tidak peduli dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Ketika orang asing berusaha bercakap-cakap dengannya, dia tidak menanggapinya secara serius. Hal ini karena dia yakin orang asing tersebut hanya membicarakan kebohongan semata sebagaimana biasanya dia selalu berbohong dengan orang lain. Menurutnya dunia sudah penuh dengan kebohongan, dunia sudah berantakan, banyak kebencian dimana-mana. “the Serb hates the Croat who hates the Bosnian who hates the Albanian who hates the Greek who hates the Turk who hates the Armenian who hates the Kurd who hates the Palestinian who hates the Jew who hates everybody. Everyone hates everyone else, a web of hatred connects the planet.” (Tsiolkas, 1995:64). Menurut Ari dunia sudah tidak layak lagi untuk dihuni. Dia memproyeksikan perasaannnya dengan kebencian. Dimana-mana terdapat kebencian. Maka Ari pun membenci semuanya yang ada di bumi ini. Dia benci dengan lingkungannya. Dia benci dengan keluarganya. Dia benci dengan orang-orang kaya.
Walapun dia membenci orang-orang kaya namun Ari masih tetap mencari mereka. Dia hanya memanfaatkan mereka untuk memuaskan nafsunya semata. Dia tidak menginginkan hubungan lebih dari itu. ”i hate it, but the north is temptation. I take the bus from the city and roam the ovals and parks and river banks, searching out fat arab men and chain-smoking greek men who stand with their dicks out at urinals, cigarette in their mouths, waiting for you. A defiant stance, for I am a wog myself, and I have to force myself to my knees before another wog. I have to force my desire to take precedence over my honour. It is in the North where I search for the body, the smile, the skin that will ease the strain on my groin, that will take away the burning compulsion and terror of my desire. In the North I find myself, find shadows that recall my shadow. I roam the North so I can come face to face with the future that is being prepared for me.” (Tsiolkas, 1995:83). Kebutuhan seks merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap invidu. Bagi mereka yang tidak bisa mengontrol nafsu mereka, pikiran mereka akan dikendalikan oleh id mereka. Superego dikalahkan oleh id, sehingga ego lebih memihak id dalam mewujudkan segala aktifitas tanpa mempedulikan aturan dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
b. Pembentukan Reaksi
Pembentukan reaksi adalah tanggapan atas apa yang dihadapi seseorang. Segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan impuls bagi seorang individu. Segala impuls yang diterima seorang individu akan menghasilkan respons dari orang yang bersangkutan.
“A Vietnamese woman, thin and dressed in a white singlet, dark glasses over her eyes, walks towards me on Church Street. I wave to her and take off the headphones. She stops for a chat. Trin is lovely, with dark shimmering skin, but she’s smacked out most of the time and never takes the sunglasses off. Our conversation is stilted. I ask after her kid and she becomes a bit more animated, telling me she’s left him with her parents for the weekend.” (Tsiolkas, 1995:15).
Masyarakat di lingkungan Ari benci terhadap gadis Vietnam yang tingal di lingkungan mereka. Mereka menganggap gadis tersebut seorang pelacur. Sebagai bentuk protes dari sikap masyarakat yang dirasa Ari tidak adil, dia bertingkah laku berlawanan dengan orang lain. Ari bersikap ramah terhadap gadis Vietnam tersebut. Hal ini dikarenakan Ari merasa bahwa dia mempunyai nasib yang sama dengan wanita Vietnam tersebut. Dalam sejarah Australia merupakan tanah buangan orang-orang Inggris. Maka orang-orang Inggris Australia merasa bahwa mereka mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendatang yang lain. Para orang Inggris tersebut meremehkan suku bangsa lain. Hal ini dialami oleh Ari begitu juga wanita Vietnam tersebut. Dengan persamaan tersebut maka Ari ingin menjalin pertemanan dengan wanita Vietnam tersebut.
Dalam bagian I detest the east (Tsiolkas, 1995:41) Ari benar-benar mengungkapkan kebenciannnya terhadap masyarakat sekitar. Di Melbourne bagian timur merupakan daerah hunian orang-orang kaya. Ari membenci bagian timur Melbourne. Menurutnya bagian kota tersebut telah berubah menjadi seperti negara Amerika. Dia mengecam istri-istri orang kaya yang selalu hidup dalam kebosanan, anak-anak mereka yang kecanduan obat-obatan terlarang, dan para laki-laki yang gila kerja yang tidak mempedulikan penampilan mereka dan selalu selingkuh di luar rumah. Ari bahkan juga membenci keluarganya yang berhasil masuk ke golongan timur Melbourne, seperti bibinya Nikki. Bibinya berhasil menikah dengan lelaki kaya dan hidup di Melbourne timur. Setelah hidup di tempat tersebut sang bibi berusaha memisahkan diri dari kehidupan lamanya, dia mengunjungi ibu Ari hanya sekali dalam setahun, dan dalam kunjungannya tersebut dia selalu memamerkan kekayaannya dengan memakai perhiasan berlebihan dan pakaian-pakaian mahal yang terbuat dari bulu binatang.
Selain bibinya, Ari juga mebenci sepupunya Aleko. Ari mebencinya karena Aleko berusaha menghilangkan identitas kesukuannya dengan mengubah nama menjadi Alan, merubah penampilannya menjadi seperti orang-orang kulit putih, dan bergaul hanya dengan mereka orang-orang kulit putih. Alan mempunyai saudara perempuan yang juga dibenci oleh Ari dengan alasan-alasan yang hamper serupa.
Namun kebencian utama Ari ditujukan pada kaum putih kaya yang mendiskriminasikan para kaum minoritas seperti dirinya. “The wog community is a backstabbing, money-hungry, snobbish, self-righteous community. It has nos time for losers or deviants.” (Tsiolkas, 1995:43). Apapun usaha kaum minoritas untuk memperbaiki dirinya, tetap dipandang sebelah mata oleh para kaum kulit putih. Bahkan mereka, para kaum minoritas yang telah berhasil memasuki dunia kulit putih, tetap mengalami pendiskriminasian. Mereka tetap dianggap kaum luar oleh kaum kulit putih. Keberhasilan mereka dianggap tidak ada apa-apanya. Kebencian Ari mencapai puncaknya ketika Ari mempunyai keinginan untuk membunuh mereka semua “Ethnicity is a scam, a bullshit, a piece of crock. The fortresses of the rich wogs on the hill are there not to keep the Australezo out, but to refuse entry to the uneducated – long haired – bleached – blonde – no – money wog. No matter what the roots of the rich wogs, Greek, Italian, Chinese, Vietnamese, Lebanese, Arab, whatever, I’d like to get a gun and shoot them all. Bang bang. The east is hell. Designed by Americans” (Tsiolkas, 1995:43). Namun kali ini Ari mampu mengalahkan nafsunya, dia memikirkan realitas apa yang akan terjadi jika dia benar-benar melakukan keinginannya. Maka dari itu Ari hanya memendam saja keinginan tersebut. Hati Ari terasa terganggu oleh penggolongan yang ada di masyarakat sekitarnya. Hal itu membuatnya tertekan. Dia ingin mendobrak itu semua.
c. Represi
Represi adalah proses penekanan perasaan ke dalam. Orang yang bersangkutan tidak ingin menunjukkan perasaannya kepada orang lain. Untuk menyembunyikan apa yang dirasakannya orang tersebut merepresi dirinya.
“Someone is going to offer you a job, Ari. I see a long road but there is money at the end of it. I smile at her and look to where she is pointing in the coffee cup. I see the road but the blob at the end of it is just a blob.” (Tsiolkas, 1995:17).
Ketika bibinya meramal tentang dirinya, Ari diam saja. Bibinya meramalkan bahwa Ari akan mendapatkan pekerjaan. Sebenarnya Ari tidak menginginkan pekerjaan apapun juga, dia tidak ingin bekerja sama sekali. Demi menghormati bibinya, dia diam saja. Dia tidak ingin menyinggung perasaan bibinya. Dia menjaga agar hubungannya dengan bibi yang disayanginya baik-baik saja dengan menghindari argumentasi tentang hal pekerjaan.
Kita dapat mendefinisikan represi sebagai proses yang dengannya kita menghambat dorongan-dorongan, perasaan-perasaan, atau pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima dari kesadaran kita. Secara tidak langsung kita telah mengacu pada cara kerja proses ini dalam kehidupan sehari-hari. Banyak hal yang kita lupakan akan lebih baik bila digambarkan sehingga ditekan karena kita menghindari akibat yang tidak menyenangkan dengan menghilangkan kenangan dari pikiran sadar kita.
Peristiwa lain yang menggambarkan represi adalah ketika Ari menekan perasannya tentang pacar Alex. “ I don’t like him ordering my sister around but she’s made the decision to go out with him and there’s not a lot I can do about it.” (Tsiolkas, 1995:50). Alex mempunyai pacar baru, Charlie, yang merupakan muslim keturunan Lebanon. Ari tidak menyukai Charlie, namun dia tidak menyatakannya secara blak-blakan di depan Alex. Ketika Ari bertemu dengan ibu Charlie dia berbohong bahwa dia merestui hubungan mereka berdua. Ari memikirkan kelanjutan hubungan Alex dan Charlie yang tidak menentu. Keluarga Charlie telah mengenal Alex dengan baik. Namun Alex merahasiakan hubungannya dengan Charlie dari kedua orang tuanya. Ari berpikir bahwa kedua orang tuanya tidak akan merestui hubungan mereka berdua karena perbedaan agama. Namun Ari teteap merepresi semua rasa tidak sukanya kepada Charlie dan keluarganya. Bahkan dia berusaha ramah dengan Charlie dengan cara mengundangnya untuk ikut clubbing.
Sebagai keturunan yunani yang berada di tengah-tengah masyarakat multicultural di Australia membuat Ari kesulitan mencari jati diri. Dia tidak menganggap dirinya orang Australia maupun yunani. Dia memendam kebingungannya sendiri. “I don’t think you’re a dag. She smiles back but I don’t let her off the hook completely. I do think you’re a wog. So what, I’m proud of it. And what are you? I don’t answer. I’m not a wog. I’m not sure what I am but I’m not a wog. Not the way she means. Mick Jagger’s voice comes on rough and soulful, the opening verse to ‘You Can’t Always Get What You Want’. Dina starts to sway to the song: she’s enjoying being stoned to it.” (Tsiolkas, 1995:39). Ari suka mengolong-golongkan orang lain ke dalam kelompok tertentu berdasar keturunan mereka yang terlihat dari fisik mereka. Namun dia sendiri tidak mau megakui bahwa dia termasuk ke dalam salah satu golongan tersebut. Dirinya masih kebingungan mencari jati diri siapa sebenarnya dia.
d. Fiksasi
Fiksasi merupakan proses berhentinya perkembangan jiwa. Orang yang bersangkutan mengalami ketakutan terhadap tantangan yang akan dihadapinya. Untuk menghindari ketakutannya, orang tersebut menghentikan perkembangan jiwanya. Seperti telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa pemicu kenapa seseorang menghentikan perkembangan jiwanya.
1) menerima keadaan fisiknya
Setelah kita menjadi dewasa kita harus mampu menerima perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada tubuh kita. Perubahan-perubahan tersebut tentu saja membawa konsekuensi-konsekuensi tertentu yang akan mempengaruhi kehidupan kita. Di sini Ari menerima dirinya telah dewasa. Dia sadar dengan perkembangan fisiknya. Dia sadar akan kebutuhuan yang dirasaknnya.
” At the end of the alley Con scales a brick wall and i leap up after him. The night is warm. We are in an abandoned factory yard, bricks, high glass and broken glass aroung our feet. Con lokks around then he is on top of me, pushing me back against the wall and kissing me hard on the mouth. I kiss him back and he drags down the zip of my pants and grabs my cock. He kisses me. On the mouth. On the neck. On my chest. He pulls his dick out and thrusts it against my balls. Suck me, I order, and he gets on his knees.” (Tsiolkas, 1995:104). Ari menyadari kedewasaannya. Dengan menjadi dewasa dia sadar dirinya butuh pelampiasan seksual yang dirasanya selalu datang kapan saja. Dia dengan mudah mencari pasangan di klub-klub malam yang dia kunjungi. Dia ingin selamanya dalam kondisi seperti itu. Dia tidak ingin berkembang ke arah selanjutnya dimana dia harus berhubungan secara tetap dengan seseorang yang disertai tanggungjawab-tanggungjawab sebagai orang yang telah mempunyai pasangan tetap. Dia tidak ingin itu semua. Dia selalu ingin kebebasan. maka dia menghentikan perkembangan dirinya.
2) memperoleh kebebasan emosional
Dalam novel ini Ari tidak menginginkan dirinya menjadi dewasa. Kedewasaan berarti adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan berfungsinya seseorang dalam lingkungan sosial, yakni dengan melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, pembentukan rencana hidup, dan pembentukan sistem nilai-nilai. Sedangkan dalam diri Ari tidak ada hal-hal tersebut di atas.
“Ari, why don’t you go back to school. You are going to be twenty next year. An adult and you still don’t have a plan for your life.” (Tsiolkas, 1995:27).
Ari tidak ingin kuliah. Dia tidak ingin menghadapi tantangan di dunia pendidikan yang lebih tinggi. Dia ingin menghindari segala tantangan sebisa mungkin. Dia ingin hidupnya mulus-mulus saja tanpa adanya hambatan dan rintangan. Ari ingin hidupnya berhenti dalam tahap ini dimana dia bisa selalu bersenang-senang. “grow up, fucking hell Ari, grow up. Get a job, I’m embarrassed to be seen with you.” (Tsiolkas, 1995:66). Keinginan Ari untuk memfiksasinya hidupnya dalam tehap kesenangan semata mempengaruhi hubungannya dengan yang lain. Sebagian teman-temannya yang sudah mempunyai pekerjaan menyarankan Ari untuk juga bekerja. Ketika Ari menolak saran mereka, hubungan mereka menjadi tidak baik. Sebenarnya Ari juga benci kepada teman-temannya yang sudah bekerja yang selalu memaksanya untuk mengikuti jejak mereka. Ari juga benci mereka ketika dalam pergaulan mereka selalu membicarakan pekerjaan mereka. Mereka membangga-banggakan pekerjaan mereka dengan cara menceritakan detail-detail pekerjaan mereka, teman-teman kerja mereka, tempat kerja mereka, bosa mereka, dan segala sesuatu yang lain yang berhubungan dengan pekerjaan mereka. Mereka menganggap bahwa pusat dunia adalah pekerjaan mereka. Dalam hati Ari membenci itu semua. Menurutnya pekerjaan adalah hal yang tidak berguna. Pekerjaan tidak akan membuat hidup jadi mudah, malahan pekerjaan membuat hidup seseorang menjadi sengsara. Pekerjaan akan selalu memberikan beban dalam pikiran dimanapun berada. Ari ingin menghindari itu semua.
3) mampu bergaul
Sebagai individu yang berada di ambang kedewasaan Ari mengalami krisis dalam dirinya. Secara sadar maupun tidak, jiwanya menghentikan perkembangannya untuk menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan dia tidak ingin menjadi dewasa. Dewasa menurutnya adalah hidup yang penuh tanggungjawab yang akhirnya akan memberinya banyak tekanan pada jiwanya yang masih ingin bersenang-senang. ”The club is now crammed tight with people, mostly men. The music is a savage ceremony, men walking around each other, making eye contact, flirting, but flirting in a detached, cynical manner, to avoid the humiliation of rejection. The women are mostly on the dance floor, thrusting their hips to one another, oblivious to the games of male sexual conquest around them. A few very drunken men, or out-of-it men are putting on an aggressive manner and asking for sex from strangers, loudly and insistently.” (Tsiolkas, 1995:104). Hanya kesenangan semata yang diinginkan Ari. Dia tidak ingin menyusahkan dirinya sendiri. Baginya hidup Cuma sekali, dan dalam kesempatan yang hanya sekali tersebut dia ingin memaksimalkan kenikmatan yang bisa diperolehnya. Dia tidak mempedulikan keadaan sekitarnya yang menuntutnya untuk berubah menjadi dewasa. Baginya suara-suara mereka yang tidak sesuai dengan hati nuraninya hanya dianggap angina semata, masuk telinga kana keluar telinga kiri atau sebaliknya masuk telinga kiri keluar telingan kanan.
4) menemukan model untuk identifikasi
Sebagai orang yang baru saja memasuki ambang kedewasaan, Ari memerlukan sebuag figure yang bisa diidentifikasi. Dia melihat semua orang di sekitarnya. Semua orang kelihatan cuek dengan hidupnya masing-masing.
“I leave the edges of the dancing and move to the back of the club. Faces stare at me and I ignore them, content to be an object of admiration, feeling a surge of power. A hand brushes across my crotch and I glare at the man who touches me. He offers a short, insipid laugh. I want to smash his face in but I move on, searching for a connection, wanting to find some drugs for Shasha so she will admire me. Her beauty is tantalizing; her admiration I would treasure. A young boy wearing a football beanie and an Indian cotton jacket is sitting cross-legged on a table. I walk up, offer him my hand and he takes it, punches me lightly on the shoulder and asks how I am.” (Tsiolkas, 1995:90). Di sekitarnya Ari hanya melihat orang-orang dengan kehidupan malam. Maka dia juga mencari figure dari salah satu orang-orang tersebut. Dia bahkan mengenal dengan baik para pengedar obat-obatan terlarang yang mampu hidup dengan kerja seadanya seperti itu. Dalam ketaksadarannya Ari menginginkan hal sama. Dia ingin kerja yang ada dalam bidang yang sejalan dengan hidupnya yang penuh hura-hura.
5) mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
Setelah Ari menyadari dirinya dalam ambang kedewasaan, dia menyadari pula kemampuan dirinya tidak lagi sama seperti sebelumnya. Ada beberapa hal yang berubah dalam dirinya. Dia belajar untuk menerima perubahan-perubahan tersebut.
“ I sleep with faggots but they always dissapoint me. The desperate effort to hide his effeminacy always betrays him. I can see it in myself. But I do a good job of talking-like, walking-like, being a man. I’ve got the build, the swagger, the look. More, I’ve got the fuck-ya-don’t-give-a-shit attitude perfected to an art form. Faggots love sleeping with me, they think they’ve scored a real man. Being a wog is a plus as well. I hate the greek machi shit, period, but the truth is that the faggot scene is a meat market and the tougher the meat the bigger the sale. It’s vanity, I know it’s nothing more, but I get a buzz out of faggots thinking I’m straight. The pleasure is not all mine. The faggot sucking on my cock is getting a thrill as well, he is thinking to himself; I’ve scored myself a one hundred percent genuine wog boy.” (Tsiolkas, 1995:92). Ari mengetahui kemampuan dirinya untuk bertingkah laku seperti lelaki macho pada umumnya. Dia menerima kemampuan tersebut dan menggunakannya untuk menipu yang lainnya. Dia berpura-pura menjadi lelaki jantan untuk mendapatkan mangsa para lelaki gay.
6) memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Setelah merasa dirinya menjadi dewasa, Ari sadar dirinya harus mampu menilai mana yang benar dan mana yang salah sesuai dengan norma dan aturan yang ada di masyarakat sekitarnya. Dia harus mampu hidup dengan kekangan tersebut. Dia harus mampu mengendalikan dirinya yang menginginkan kebebasan penuh.
”The three of us crowd into a cubicle and i squat and wipe the black toilet lid with papaer and pour half the speed. Let’s have it all, Angie says, but Shasha wants a quarter for afterwards. I pour out a little more. While I cut it up, the two women start kissing. Angie is pressing Shasha against the door and moving her hands into Shasha’s tight shorts. I snort a line and leave them two big lines each. Shasha has her go first, taking small snorts and Angie rests her hand on my shoulder. So, what are you, she asks, gay, straight or bi? Shasha looks up. This hurts, she complains, rubbing her nose. Angie starts rubbing my crotch and I get a hard-on. She stops and crouches next to Shasha and snorts the speed vociferously. Two snorts intakes of air, one in each nostril, and the speed is gone. She stands up and faces me. Her tone is aggressive. So what are you, Ari, she asks again, gay, straight or bi? Shasha gets up and grabs my hand. A slut aren’t you, Ari, she says.” (Tsiolkas, 1995:94). Ari sadar bahwa masyarakat di sekitarnya tidak menerima para pecandu obat-obatan terlarang. Maka dia menggunakannya secara sembunyi-sembunyi dengan orang-orang yang dikenalnya. Dengan demikian dia tidak merasa melanggar norma dan aturan yang ada di masyarakat sekitarnya, nmaun dia masih bisa teteap membahagiakan dirinya sendiri.
7) meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakan
Setelah sadar dirinya tidak lagi kanak-kanak, maka Ari juga harus mencari cara-cara baru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Dia tidak bisa lagi menggunakan cara-cara lama seperti ketika dia masih kanak-kanak. Dia harus bertindak seperti layaknya orang dewasa memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan mereka.
” The night i received my final year results Johnny came and dragged me away from my parents who were screaming abuse. So he failed, Johnny told them, you’ve got one son at university already. How many do you want there? My father started screaming at him as well. We left the house and he told me he ahd a surprise for me. “(Tsiolkas, 1995:99). Ari tidak bisa lagi memecahkan masalah dengan melarikan diri seperti dahulu yang selalu dilakukannya ketika masih kanak-kanak. Kini dia harus bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya. Dengan kesadaran seperti itu, maka Ari selalu berusaha untuk bertindak hal-hal yang tidak bertentangan dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat sekitarnya. Kalau pun dia ingin melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat sekitarnya maka dia kan mencari cara sebisa mungkin agar tidak diketahui oleh orang lain sehingga dia tidak perlu mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukannya.
e. Regresi
Regresi merupakan ego seseorang yang kembali ke tahap awal perkembangan jiwa. Hal ini disebabkan oleh trauma atas sesuatu hal. Trauma tersebut membuat jiwanya tertekan sehingga jiwanya mengalami kemunduran.
“Joe sounds half – asleep on the phone so I keep the conversation short and simple. What time should I come over? I ask. Ten, he says. There is a pause. Dina is coming as well.” (Tsiolkas, 1995:28).
Ari selalu berteman dengan Joe, temannya sejak kecil. Ari selalu mengenang masa-masa lalu bersama Joe. Ari selalu membayangkan dirinya hidup di masa lalu yang menyenangkan. Pertemanannya dengan Joe sudah berlangsung alama, sudah sedari mereka masih anak-anak. “I sat with Joe for half an hour, we were wordless, listening to Betty’s chatter, his mother’s groans, the laments of the old women. I avoided Joe’s face, looking at the vials of pills on the dresser, watching Betty play cards.” (Tsiolkas, 1995:69). Ari masih ingat masa lalunya dimana dia berusaha hadir ketika Joe dilanda kesedihan. Ketika ibu Joe tiba-tiba menjadi gila, hal tersebut menjadi pembicaraan di seluruh lingkungan mereka, dan juga hal tersebut menjadi bahan ejekan anak-anak di sekolahan. Ari berusaha hadir di sisi Joe untuk membantu meringankan beban pikirannya. Dia tidak ingin temannya dilanda kesedihan secara berlarut-larut.
Regresi menggambarkan upaya menghindarkan diri dari kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi dengan cara kembali pada cara penyesuaian terdahulu yang kurang dewasa terhadap situasi. Sebagian besar orang dewasa menunjukkan perilaku regresif pada tingkat tertentu dalam situasi yang menegangkan. Regresi biasanya merupakan reaksi sementara dan individu akan kembali pada cara bertindak yang lebih dewasa bila situasi yang menekan dapat dihilangkan.
Ari meregresi hidupnya dengan mengenang masa lalu. Dia berusaha mengambil nilai-nilai kesenangan dalam masa lalunya. Dia ingin membuang kenangan-kenangan buruk masa lalunya. Dia tidak ingin hidupnya penuh dengan kejadian buruk lagi. “An-eight-hours-a-day-factory-worker-with-two-normal-kids-and-a-fat-hard-working-wog-husband. The woman was so normal, a standard Greek wife heading towards middle age that her craziness affected everyone who knew her. The devil made her do it. That was the comfortable answer.” (Tsiolkas, 1995:68). Ari mengingat ketika ibu Joe menjadi gila. Semua orang tidak menyangka kejadian tersebut bakal terjadi. Ibu Joe merupakan wanita biasa. Dia mempunyai pekerjaan di pabrik, membesarkan dua anak manis, dan hidup dengan suami pekerja keras. Namun wanita yang kelihatan normal di luarnya ternyata bisa mengalami kegoncangan jiwa. Hal ini memicu Ari untuk tidak ingin mempunyai hidup yang sama dengan wanita tersebut. Ari tidak ingin bekerja karena menurutnya pekerjaan akan membebani hidupnya sehingga hidupnya akan menderita. Dia juga tidak ingin berkeluarga karena dengan mempunyai keluarga maka akan dituntut banyak tanggung jawab yang akan membuat hidupnya menjadi sengsara. Dengan pikiran tersebut maka Ari memutuskan untuk tidak bekerja dan berkeluarga. Dengan tidak mempunyai pekerjaan dan keluarga maka dia tidak akan mempunyai beban dan tanggung jawab. Dengan tidak adanya beban dan tanggung jawab dalam hidupnya maka dia tidak akan sengsara dan menderita.
f. Introyeksi
Kita sering bertindak atas impuls yang kita terima dari luar. impuls tersebut merupakan rangsangan yang mendorong kita melakukan sesuatu tindakan. Kadang impuls-impuls tersebut datang dari luar diri kita yang akhirnya menjadi rangsangan-rangsangan yang akan kita identifikasi sebagai diri kita sendiri.
”The Serb hates the Croat who hates the Bosnian who hates the Albanian who hates the Greek who hates the Turk who hates the Armenian who hates the Kurd who hates the Palestinian who hates the Jew who hates everybody.” (Tsiolkas, 1995:64). Ketika semua rangsangan yang datang dari lingkungan sekitar kita merupakan impuls yang bersifat negative, maka hal tersebut akan membuat kita untuk mengintroyeksi diri kita juga sebagai individu yang negative. Ketika Ari merasa lingkungan sekitarnya menyebarkan kebencian pada sesamanya, maka dia pun menyebarkan kebencian dalam dirinya. Dalam pergaulannya, Ari dipengaruhi oleh rasa kebencian tersebut yang telah mengakar dalam pikirannya. Dalam kesehariannya Ari tidak sadar kalau dia telah membawa kebencian kemana-mana.
g. Pengalihan
kadang kita tidak bisa bereaksi langsung terhadap impuls yang kita terima karena sesuatu hal. Pikiran kita mencegah kita untuk membuat reaksi spontan yang bertentangan dengan aturan dan norma di lingkungan sekitar kita. Dengan demikian kita akan menacri akal untuk mengalihkan reaksi yang kita pendam untuk sementara tadi.
”I’m not Australian, I’m not Greek, I’m not anything. I’m not a worker, I’m not a student, I’m not an artist, I’m not a junkie, I’m not a conversationalist, I’m not Australian, not a wog, not anything. I’m not left wing, right wing, centre, left of centre, right of Genghis Khan. I don’t vote, I don’t demonstrate, I don’t do charity. What I am is a runner. Running away from a thousand and one things that people say you have to be or should want to be.” (Tsiolkas, 1995:149). Ketika Ari berhadapan dengan masyarakat yang mempertanyakan identitas dirinya, dia tidak bisa langsung menjawab karena dia sendiri pun masih kebingungan dalam mencari identitasnya sendiri. Hal ini menyebabkan dia tidak bereaksi secara langsung atas impuls dari lingkungan yang diterimanya. Dia merenungkan semua hal yang diterimanya. Dia tidak ingin menyinggung perasaan orang-orang di sekitarnya dengan kebingungannya atas identitas dirinya sendiri. Jika dia mengaku sebagai orang Australia, dia takut menyinggung teman-temannya yang merupakan keturunan yunani. Dia juga takut menyinggung teman-temannya yang merupakan orang asutralia jika dia mengaku sebagai orang yunani.
h. Sublimasi
Ketika kita sadar bahwa diri kita akan mengeluarkan reaksi atas suatu impuls yang kita terima yang bertentangan dengan aturan dan norma di lingkungan kita, maka kita akan meredam reaksi tersebut secara spontan. Namun eredaman tersebut tidak selesai dengan sendirinya. Kita memerlukan pelepasan yang bertujuan untuk melegakan pikiran kita.
“The Polytechnic is history. Vietnam is history. Auschwitz is history. Hippies are history. Punks are history. God is history. Hollywood is history. The Soviet Union is history. My parents are history. My friend Joe is becoming history. I will become history. This fucking shithole planet will become history. Take more drugs.” (Tsiolkas, 1995:87). Ketika banyak pikiran berkelebat dalam otaknya, Ari ingin menghilangkan itu semua. Pikiran –pikiran tersebut merupakan pikiran negative yang ingin mengacuhkan semua hal yang membebani dirinya. Dia tidak ingin memberikan kesan negative tentang dirinya di masyarakat. Jadi pikiran-pikiran negative yang ada di otaknya tidak dia suarakan secara lantang ke orang-orang di sekitarnya. Dia memendam itu semua. Dia mencari hal lain yang bisa menjadi sublimasi dirinya untuk melepaskan semua beban yang ada di otaknya. Pelepasan tersebut tidak lain adalah obat-obatan terlarang.
i. Rasionalisasi
Sebagai individu yang tentu saja tidak bisa hidup secara menyendiri di dunia ini, kita harus selalu mempertanggungjawabkan semua hal yang kita lakukan kepada masyarakat di sekitar kita. Kadang-kadang kita bertindak di luar kesadaran kita. Namun kita mampu membuat alasan-alasan untuk tindakan-tindakan kita di masa lalu walalu kta sebenarnya mengetahui bahwa tindakan-tindakan tersebut bertentangan dengan norma dan aturan di lingkungan sekitar kita. Alasan-alasan tersebut akan meyakinakan diri kita sendiri bahwa yang kita lakukan adalah benar. Setelah kita yakin bahwa kita tidak melakukan suatu kesalahan maka kita bisa meyakinkan orang lain bahwa kita bertindak dengan benar.
”There is no dignity without choice and there is no choice. I didn’t choose to be a runner. I like music, I like film. I’m going to have sex, listen to music and watch film for the rest of my life. I’m not going to fall in love, I’m not going to change a thing, no one will remember me when I’m dead. My epitaph; he slept, he ate, he fucked, he pissed, he shat. He ran to escape history. That’s his story. Press stop. Tape is terminated.” (Tsiolkas, 1995:149). Ari selalu bertindak menuruti kemauannya sendiri. Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa hal-hal yang dilakukannya tidak bertentangan dengan aturan dan norma di lingkungan sekitarnya. Walau dia mengakui dirinya sendiri selalu lari dari tanggungjawab, dia selalu merasa benar dengan semua hal tersebut.
Dari semua mekanisme pertahanan ego yang dilakukan Ari didasarkan atas peristiwa traumatic masa lalu. Selama hidupnya Ari melihat perilaku yang tidak adil yang dialami orang tuanya sebagai imigran Yunani. Walaupun sudah bekerja keras orang tuanya tidak berhasil.
C. Dampak
Semua tindakan Ari bisa dilihat dari dua persepsi. Dari persepsi pelaku, Ari menganggap bahwa semua tindakannya menyenangkan. Tujuan utama hidupnya adalah mengejar kesenangan secara maksimal.
1. Libido
Libido merupakan energi positif. Dengan energi positif ini seseorang akan melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya. Segala tindakan manusia yang didasarkan pada libidonya akan menghasilkan hal yang positif. Belajar bagaimana hidup berarti belajar menerima kedudukan dirinya sendiri dalam hubungannya dengan kedudukan orang lain dan menerima prestasi dirinya sendiri. Dalam proses belajar ini para remaja mengalami percobaan-percobaan, melakukan penelitian-penelitian, dan belajar mengalami sukses. (Rifai, 1983:87). Dalam masyarakat dinamis pola kehidupan selalu berubah sehingga menimbulkan banyak konflik dan kesulitan yang akhirnya membuat para remaja menjadi kebingungan. Keberagaman dalam tradisi masyarakat merupakan tempat belajar para remaja. Mereka belajar dari lingkungan. Tanpa arahan yang benar, para remaja bisa terjerumus dan mencoba yang tidak-tidak dan akhirnya masyarakat menganggapnya anak nakal.
“Mum, there’s no work here. Maybe I can get work in Greece. My mother looks sad. Plase, Ari mou, don’t say that. I don’t want the family to split up.” (Tsiolkas, 1995:27).
Ari berkeinginan untuk pergi ke Yunani. Dia mengatakan bahwa di Australia susah mencari pekerjaan. Dengan kepergiannya ke Yunani, dia berharap dia akan mendapatkan semua keinginannya.
Sisi kebaikan yang lain dalam diri Ari bisa dilihat dalam hubungannya dengan ibunya. Ari menyayangi ibunya dengan sangat. Dia tidak ingin ibunya bersedih hati setiap saat. “I take Mum’s hand. Come on. We’ll walk you over to Thea Tasia. Mum kisses me and gets up.” (Tsiolkas, 1995:33). Ketika ibunya bertengkar dengan adiknya, Ari diam saja, dia tidak ingin ikut ambil bagian dalam pertengkaran mereka. Ketika Ari dan adiknya ingin pergi, Ari memikirkan ibunya. Dia tidak ingin ibunya sendirian di rumah saja. Maka dari itu dia mengantar ibunya ke rumah bibinya sebelum mereka pergi clubbing.
Tidak selamanya tindakan Ari merugikan orang lain. Kadang-kadang dia juga berusaha untuk memberi bantuan kepada yang lain yang dirasanya membutuhkan. “At the lights a young punk girl is vomiting against a wall. Are you okay?, I ask her and she tells me to fuck off.” (Tsiolkas, 1995:77). Ketika dalam perjalanannya di malam hari menjelajah dari satu club ke club yang lain dia menemukan seorang gadis yang mabuk di pinggir jalan. Dia berusaha memberi pertolongan. Namun ketika si gadis tidak mau ditolong maka dia tidak memaksanya.
2. Destrudo
Destrudo merupakan energi negative. Dengan destrudo manusia merusak dirinya sendiri. Segala tindakan yang didasarkan pada destrudo akan merugikan diri orang yang bersangkutan. Bisa dikatakan bahwa Ari masih tergolong remaja. Saat berakhirnya masa remaja sulit ditentukan mengingat pengertian mandiri yang berbeda-beda. Masyarakat yang majemuk dengan kebudayaan dan peradaban yang tinggi memerlukan masa remaja yang panjang untuk menjalani semua persiapan pendewasaan agar mampu hidup mandiri. Makin tinggi taraf kehidupan suatu masyarakat, makin tinggi tuntutan hidup bagi remaja. Tantangan hidup yang harus diimbangi dengan kemampuan yang meningkat melalui persiapan yang lebih lama.
Australia, khususnya Melbourne, di mana Ari tinggal, merupakan masyarakat dengan taraf kehidupan yang tinggi. Hal ini menyebabkan tuntutan dan tantangan yang besar bagi remaja semacam Ari. Bagi remaja yang belum siap untuk mandiri seperti Ari, segala macam tuntutan dan tantangan tersebut bisa dianggap sebagai beban berat. Untuk menghindari segala macam beban tersebut, banyak remaja melakukan tindakan-yindakan yang merusak dirinnya sendiri.
Ari menjalani kehidupannya sebagaimana biasanya. Dia hidup selayaknya seperti rutinitas yang telah dia miliki selama ini. Dalam hidupnya dia hanya ingin bersenang-senang dengan cara melakukan freesex dan mencandu drugs. Kedua hal tersebut membawanya bergaul dengan teman-teman yang mempunyai visi hidup yang sama. Hal ini tentu saja merusak dirinya sendiri. Namun karena telah menjadi kebiasaan maka Ari tidak menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah buruk. Pengrusakan diri ini terlihat dari sudut pandang orang lain.
“What is it? You know what it is, she says, why do you hang around that pousti? Because he’s my friend. He’s not a good friend to have. I leave the room and refuse to take up the conversation.” (Tsiolkas, 1995:30). Ibu Ari tidak menyukai pergaulan Ari yang membawa dampak buruk dalam kehidupannya. Namun Ari tidak peduli dengan pendapat ibunya. Selama dia bisa menyenangkan dirinya sendiri, pendapat orang lain tidak dia pedulikan.
Sisi lain destrudo dalam diri Ari adalah kebenciannya terhadap segala hal yang ada di sekitarnya. “the question makes no sense to me. I’m glad I’m Greek, I answer, but I’m not proud of it. I had nothing to do with it.” (Tsiolkas, 1995:72). Ari berusaha menyukai siapa dirinya, darimana dia berasal. Sebagai keturunan Yunani yang hidup di Australia hal itu sulit dilakukan. Banyak kejadian diskriminatif yang menimpanya karena dia adalah keturunan Yunani. Jadi hal ini emmbuatnya untuk tidak mempedulikan lai asal-usulnya. Selama dia bisa bersenang-senang dengan bebas, Ari akan selalu menikmati hidupnya. “The answer is easy. No, no way. Proud of being an Australian? I laugh. What a concept, I continue, what is there to be proud of?” (Tsiolkas, 1995:72). Dengan membenci Australia membuat hidup Ari menjadi susah. Dia hidup di Australia tapi dia membenci Australia. Dengan rasa benci yang dibawanya dalam dirinya, maka kemanapun berpaling hal tersebut akan muncul karena dia berada di Australia.
Rasa benci yang dimiliki Ari bersumber dari trauma masa lalunya. Suatu ketika ayah dan kakak laki-lakinya bertengkar hebat. Pertengkaran tersebut akhirnya menyebabkan kakaknya pindah dari rumah mereka. “Dinner was not a success, my father got drunk and abused Australians. Peter got drunk as well, abused my father and abused Greeks.” (Tsiolkas, 1995:74). Tidak salah jika dalam diri Ari tumbuh jiwa pembenci karena teladan-teladan yang diharapkan juga memberi contoh yang sama. Dari ayahnya dia mencontoh kebencian terhadap Australia, sedangkan dari kakaknya dia mencontoh kebencian terhadap Yunani. Jika kedua hal tersebut tumbuh bergejolak dalam jiwanya, maka dia akan mengalami kegoncangan besar. Dia membenci Australia yang notabene adalah tempat dimana dia lahir dan tumbuh besar. Dia juga membenci Yunani yang merupakan asal-usul keluarganya, dimana kedua orangtuanya selalu berusaha menanamkan nilai-nilai budaya Yunani sejak dia masih kecil. Jika dia membenci tempat dimana dia hidup, dan juga dia membenci asal-usul dirinya, maka dia akan kebingungan untuk mencari jati dirinya yang sebenar-benarnya.
Keluarga dimana Ari tumbuh besar bukan merupakan keluarga harmonis. Setiap hari terjadi keributan yang sudah menjadi kebiasaan. Orangtua selalu mencemooh segala tindakan anaknya. “Living in my family it was a series of small explosions; consistent, passionate, pathetic. Cruel words, crude threats.” (Tsiolkas, 1995:75). Segala tindakan anak yang diangap salah oleh orangtua dihadiahi dengan kata-kata kotor yang menyakitkan hati. Sebagai balasannya sang anak pun berusaha melempar kata-kata yang lebih kotor yang bisa menyakiti hati kedua orangtuanya melebihi apa yang dirasakannya. Sang anak juga membalas perlakuan kedua orangtuanya tidak dengan menuruti kata-kata kedua orangtuanya melainkan dengan memancing lebih banyak kemarahan dari mereka berdua.
Dalam keadaan keluarga yang berantakan seperti tersebut di atas, Ari menyadari dirinya membutuhkan bantuan. Maka dari itu dia mencari koneksi di luar rumah. Dia berusaha mencari kenyamanan yang tidak dia temukan di dalam rumahnya sendiri. “We are weak, lazy, useless, we can’t do it on our own, we need the strong back of another.” (Tsiolkas, 1995:76). Dengan menyadari kekurangan keluarganya yang tidak bisa memberikan kenyamanan maka Ari menjelajah dunia di luar keluarganya. Dia menemukan teman-teman yang bisa membantunya mengalihkan pikiran dari keluarganya yang tidak harmonis. Dengan berteman dengan mereka-mereka para pecandu obat-obatan terlarang dan penganut freesex, Ari mampu memberikan rasa nyaman pada dirinya sendiri.
Dalam lingkungan yang dianggapnya tidak adil terhadap dirinya, Ari melakukan segalanya secara maunya sendiri. Lingkungan di sekitarnya dianggap kejam. ”Wogs were not welcome to move south of the river, the brown murky yarra which divides the city, so instead the greeks and italians, the chinese and the arabs, began to build their homes on the flatlands on the wrong side of the river ... … … the northern suburbs are unrelentingly flat with ugly little brick boxes where the labouring and unemployed classes roam circular streets; the road to nowhere.” (Tsiolkas, 1995:81). Masyarakat diklasifikasi ke dalam kelompok kaya dan kelompok miskin. Kelompok kaya hanya bergaul dengan kelompok kaya dan mereka menjadi semakin kaya. Kelompok miskin hanya bergaul dengan kelompok miskin dan mereka semakin terpuruk dalam kemiskinan.
3. Hedonisme
Hedonisme merupakan falsafah hidup yang dianut oleh sebagian orang di bumi ini. Hedonisme merupakan aliran yang mengutamakan kesenangan di atas segala-galanya. Tujuan orang hidup adalah untuk mendapatkan kesenangan secara maksimal dan mengalami kesedihan seminimal mungkin.
Segala tindakan Ari bisa dinilai untuk menghindari masalah. Ari menolak kerja dan kuliah untuk menghindari beban yang ada pada dunia kerja dan perkuliahan. Dengan menghindari beban-beban tersebut Ari bisa hidup senang-senang. “I look down at his cock and reach for it. He groans a slight murmur. I smell piss, smell alcohol on him. I masturbate him and try to guide his big hairy hand onto my cock.” (Tsiolkas, 1995:58).
Ari menganut aliran hedonisme. Tujuan utama dalam hidupnya adalah mencari kesenangan. Salah satu kesenangan yang dikejar Ari adalah melakukan freesex. Ari suka clubbing. Dia selalu berpindah-pindah dari tempat clubbing yang satu ke tempat clubbing yang lain. Di setiap tempat clubbing yang dia kunjungi, Ari selalu berusaha untuk mendapatkan partner freesex. Selain freesex, kesenangan yang dikejar Ari adalah obat-obatan terlarang. Dengan mengkonsumsi obat-obtan terlarang, dia ingin membahagiakan dirinya sendiri. Ari ingin bebas dari masalah yang ada di sekitarnya. Dia tidak ingin dibebani masalah-masalah yang ada dalam hidupnya. Untuk menghindari masalah-masalah tersebut dia mengkonsumsi obat-obatan terlarang.
Arti tugas perkembangan bagi orang dewasa pada pokoknya mengandung isi harapan atau tuntutan dari sosio kultur yang hidup pada lingkungan sekitar terhadap orang dewasa sesuai dengan tingkat perkembangan yang telah dicapainya. Sejak seseorang telah menyandang status dewasa, dirinya diharapkan siap menerima kewajiban dan tanggung jawab kedewasaannya, yang ditunjukkan dengan pola-pola tingkah laku wajar seperti yang berlaku pada kehidupan sekitarnya. Namun jika tuntutan-tuntutan tersebut dirasa berat, individu mencari pelarian. Biasanya pelarian tersebut berupa mencari kesenangan semata yang bisa mengarahkannya pada hidup hedonisme.
Di manapun tempatnya Ari selalu berusaha menyempatkan diri untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang. “Maria crouches against the cubicle door and lights a cigarette. She watches me cut up the powder into two medium-sized lines. How much do you want? I ask her.” (Tsiolkas, 1995:56). Ketika berada di club dia bergaul dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan dengannya. Ari selalu menawari teman-temannya untuk menggunakan obat-obatan terlarang bersamanya. Kejadian seperti ini sudah sangat wajar bagi dirinya. Dia menganggap bahwa yang dilakukannya sudah lazim seperti layaknya orang membutuhkan udara untuk bernafas.
Sebagai orang dewasa banyak tuntutan dari masyarakat terhadap dirinya. Jika individu yang bersangkutan tidak melaksanakan harapan sosial, maka dia dipandang sebagai menjadi orang dewasa yang jauh dari sukses. Hal ini bisa menyebabkannya dalam depresi. Untuk menghilangkan depresi tersebut maka individu yang bersangkutan akan mencari kesengan. Kesenangan yang dimaksud bisa berbentuk apa saja.
Bahkan Ari mampu melakukan kegiatan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dengan orang tak dikenal. Ari tidak peduli dengan siapa dia melakukannya, dia hanya mementingkan kesenangan semata. Dia tidak memperdulikan akibat terburuk yang terjadi jika dia melakukannya dengan orang tak dikenal. ”The song ends and the driver turns the radio off. He lights the joint, takes a drag and passes it to Johnny.” (Tsiolkas, 1995:84). Ketika Ari naik taksi dengan temannya, dia menghisap ganja dengan si sopir untuk menghabiskan waktu ketika dia pindah dari klub yang satu ke klub yang lain. Ari tidak mengenal sopir taksi tersebut, namun mereka bisa menikmati menghisap ganja bersama bagaikan teman lama. Dia hanya ingin memperoleh kesenangan semata.
Sebagai orang dewasa Ari harus membuat penyesuain-penyesuain terhadap lingkangannya. Jika penyesuain yang dibuatnya terhadap lingkungan social sekitar kurang sempurna maka dia akan merasa tidak seimbang atau janggal dan hal yang demikian itu membuatnya tidak bahagia. Ari mencari berbagai cara lain untuk membahagiakan dirinya sendiri. Ari tidak mempunyai keinginan untuk menetap. Dia tidak mempunyai pekerjaan dan tidak mempunyai rencana untuk melanjutkan pendidikan. Dia tidak menyukai ayahnya, tidak mempunyai kekasih wanita maupun kekasih pria. Dia tidak mengkhuwatirkan masa depannya. Ari berumur dua puluh tahun dan dia senang berpesta pora. Dia mempunyai walkman yang menemaninya pergi keliling kota.
”on this tape i’m listening to i have the jackson five doing ’i want you back’. This is a supreme moment in music history, even if I’m the only one in the world who knows it. On one of my tapes I have one side of the tape only playing that song. When things aren’t going so well I play the cassette over and over and just walk around the city or walk around Richmond. I sit on a rock by the river throwing bread to the ducks, letting a young Michael Jackson cheer me up. In the three minutes it takes the song to play I’m caught in a magic world of harmony and joy, a truly ecstatic joy, where the aching longing to be somewhere else, out of this city, out of this country, out of this body, and out of this life, is kept at bay. I relive these three minutes again and again till I’m calm enough to walk back into life again. I can’t meditate in silence, I haven’t got the patience, I meditate to music; I need something else going on.” (Tsiolkas, 1995:19).
Ari tiak mau dirinya mengalami penderitaan. Dia berusaha selalu mendapatkan kebahagiaan. Salah satunya adalah dengan mendengarkan walkman kesayangannya. Kalau dia mengalami hari-hari yang berat, Ari akan memutar walkmannya berulangkali sampai dirinya tenang kembali dan jiwanya mencapai kebahagiaan.
Setelah seharian menjalani kehidupannya seperti biasa, malamnya Ari mencari kesenangan dengan mencadu obat-obatan terlarang. Walau kesehariannya dirasa tidak ada beban sama sekali, namun di malam hari Ari selalu menyempatkan diri untuk mengkonsumsi obat-obatan terlarang. Dia tidak memikirkan akibat yang mungkin berdampak pada kesehatannya, dia hanya mementingkan mengejar kesenangan semata. ”my breathing seems loud to my ears. I allow the night breeze to tease my body, to cool me down, and i piss against the alley wall. I tuck my t-shirt into my jeans, tread on the cigarette, mixing the tobacco in with the come and piss on the ground and walk back through the car park and into the backyard of the pub.” (Tsiolkas, 1995:59). Setelah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, kesadaran Ari menghilang. Dalam dirinya muncul nafsu birahi. Dia pergi ke belakang pub dan mencari pasangan seks sesaat untuk memuaskan nafsunya.
Dengan prinsip hedonisme, Ari ingin bersenang-senang dalam hidupnya. Menurut Ati, untuk memaksimalkan kesenangan dia menjalani freesex dan mencandu drugs. Dengan memadukan dua hal tersebut dia bisa mencapai kesenangan maksimal.
BAB V
KESIMPULAN
Hal-hal yang telah dibahas berkaitan dengan analisis data penelitian. Analisis difokuskan pada aspek-aspek kejiwaan tokoh utama, yaitu motif tindakan, struktur kepribadian, mekanisme pertahanan ego, libido dan destrudo, serta hedonisme.
Untuk membantu dalam menganalisis novel ini, penulis menggunakan ilmu psikologi kepribadian. Banyak orang menganggap sangat mudah untuk menebak kepribadian seseorang dari tampilan luarnya. Namun ilmu psikologi mempelajari lebih daripada itu. “Wilayah psikologi kepribadian lebih luas daripada hanya sekedar penyelididkan empiris tentang perbedaan antara orang dengan orang, dan sedikit lebih kecil disbanding filsafat yang berusaha menggali apa makna hidup dan kehidupan.” (Boeree, 2004:14). Walaupun psikologi bukan merupakan ilmu pasti yang mempunyai rumus-rumus tetap seperti matematika dan fisika, namun dalam memecahkan sebuah kasus ilmu psikologi mempunyai analisis yang cukup rumit dan memerlukan beberapa tahap.
Dengan digunakannya ilmu psikoanalisis Freud untuk menganalisis novel Loaded karya Christos Tsiolkas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Sang tokoh utama, Ari selalu menuruti id yang ada dalam dirinya. Id tersebut mendorong ego Ari untuk memenuhi segala apa yang diinginkannya. Superego yang dimiliki Ari mengalahkan norma-norma yang ada. Superego tersebut menuntut Ari untuk melakukan apa-apa yang membuatnya senang. Hal ini sejalan dengan falsafah hedonisme. Kelompok hedonisme adalah kelompok masyarakat yang mengejar kesenangan di atas segala-galanya.
Demi mendapatkan kesenangan secara maksimal, kelompk hedonisme berusaha meminimalkan kesedihan. Dalam hal ini, untuk meminimalkan kesedihan dalam dirinya Ari mengkonsumsi obat-obtan terlarang. Selain itu Ari juga tidak ingin melanjutkan kuliah untuk mengindari beban pendidikan yang akan ditemuinya. Selain menolak kuliah, dia juga tidak ingin bekerja karena dia tidak ingin diperintah orang lain untuk melakukan hal yang tidak ingin dilakukannya.
Pada suatu poin terntentu di dalam novel ini, dinyatakan lima pokok tentang pandangan kebebasan yang dianut Ari dalam hidupnya. Yang pertama adalah bahwa kita seharusnya tidak mempedulikan pikiran orang lain atas diri kita selama kita bisa membuat diri kita menjadi bahagia.
Yang kedua adalah kita tidak seharusnya bertanggungjawab atas kegagalan orang tua kita. Mereka bertindak atas kemauan mereka sendiri. Maka dari itu mereka jugalah yang harus bertanggungjawab atas tindakan-tindakan yang mereka lakukan dan bukan kita yang harus menanggung beban atas tindakan-tindakan tersebut.
Yang ketiga adalah kamu bisa mempunyai kekasih seorang pria dan masih bisa tetap menjadi pria sejati. Walau awalnya Ari selalu kebingungan dengan jati dirinya sendiri, namun akhirnya dia memutuskan untuk mengakui siapa dirinya yang sebenarnya. Dia tidak lagi peduli dengan tanggapan masyarakat sekitarnya.
Yang keempat adalah bahwa kita tidak seharusnya membenci masyarakat tanpa pandang bulu baik mereka dari ras apa, kepercayaan apa, dan agama apa pun juga. Jika kita mampu menciptakan keharmonisan dengan lingkungan sekitar kita, maka kita akan mampu mendapatkan kebahagiaan yang kita idam-idamkan. Sebagaimana semua orang di dunia ini, tujuan mereka hidup adalah untuk mencari kebahagiaan.
Yang kelima adalah bahwa kita tidak seharusnya mencuri dari orang-orang miskin atau dari orang tua, namun kita boleh mencuri dari orang-orang kaya. Ari merasa ketidak adilan menyebar dalam lingkungan sekitarnya. Dia merasa kasihan melihat orang-orang menderita di sekitarnya. Jika dia melihat orang-orang miskin yang menderita, tanpa sadar timbul kebencian terhadap orang-orang kaya dalam diri Ari.
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M H. 1976. The Mirror and the Lamp: Romantic Theory and The Critical Tradition. Oxford: Oxford University Press.
Baines, Carl E. 1986. The Norton Introduction to American Literature. New Jersey: Prentice Hall.
Barnet, Sylvian. Berman, Morton. Birto, William. 1989. An Introduction to Literature (Fiction, Poetry, Drama) Ninth Edition. Glenview, Illinois, Boston, London: Scott, Foresman, and Company.
Barnhart, Clarence H. Barnhart, Robert K. 1988. The World Book of Dictionary. Chicago: World Book Inc.
Berry, Ruth. 2001. Seri Siapa Dia? Freud. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Bernard, H. 1982. Exploring Literature Through and Writing. New York: Mc Millan Press.
Bertens, K. 1983. Sigmund Frued: Sekelumit Sejarah Psikoanalisa. Jakarta: Gramedia.
Boeree, Dr C George. 2004. Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Ringinsari: Prisma Sophie.
Brown, Wentworth K. Olmsted, Sterling P. 1962. Language and Literature. New York: Harcourt, Brace, and World Inc.
Chaplin, J P. 2004. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Corsini, Raymond J. 1987. Concise Encyclopedia of Psychology. New York: John Wiley & Sons.
Ensiklopedia Nasional Indonesia. 1990. Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 9. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
Freud, Sigmund. 2005. Psikopatologi dalam Kehidupan Sehari-hari. Pasuruan: Penerbit Pedati.
Green, Keith & Lebiham, Jill. 1996. Critical Theory and Practice: A Coursebook. London: Routledge.
Gunarsa, Singgih D. 2006. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Hall, Calvin S. 1995. Freud: Seks, Obsesi, Trauma, dan Katarsis. Jakarta: Delapratasa.
Hammalian, Leo. Karl, Frederick. 1976. The Shape of Fiction, British and American Short Stories. New York: Mc Grawhill Inc.
Hardjono, Ratih. 1992. Suku Putihnya Asia: Perjalanan Australia Mencari Jati Dirinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Harsono, Siswo. 1999. Metodologi Penelitian Sastra. Semarang: Yayasan Deaparamartha.
Holman, C Hugh. 1936. A Handbook to Literature. New york: The Odyssey Press.
Hudson, William H. 1965. An Introduction to the Study of Literature. London: George G Harvard and Co Ltd.
http://en.wikipedia.org/wiki/Christos_Tsiolkas
Irwanto dkk. 1991. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta
Kennedy, X J. Literature – An Introduction to Fiction, Poetry, and Drama – Third Edition. Toronto: Little, Brown, and Company (Canada) Limited.
Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Koeswara, E. 1991. Teori-teori Kepribadian (Psikoanalisis, Behaviorisme, Humanistik). Bandung: PT Eresco.
Lavander, T K. 1972. Psychology: A Brief Over View. USA: Mc Grawhill Inc.
Mappiane, Andi. 1983. Psikologi Orang Dewasa Bagi Penyesuaian dan Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Martaniah, Sri Mulyani. 1984. Motif Sosial: Remaja Suku Jawa dan Keturunan Cina di Beberapa SMA Yogyakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mcghie, Andrew. 1996. Penerapan Psikologi dalam Perawatan. Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica dan Penerbit Andi
Meyer, Michael. 1990. The Bedford Introduction To Literature Second edition. Boston: Bedford Books of St Martin’s Press.
Milner, Max. 1992. Freud dan Interprestasi Sastra. Jakarta: Intermasa.
Mischel, Walter. 1981. Introduction to Personality Third Edition. USA: CBS College Publishing.
Moesono, Anggadewi. 2003. Psikoanalisis dan Sastra. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dab Budaya, Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Pickeinr, James H. et all. 1989. Concise Companion to Literature. New York: Mac Millan Publishing Co Inc.
Potter, James L. 1967. Element of Literature. New York: The Odyssey Press Inc.
Putra, Ganna Pryadharizal Anaedi. Mengenal Hedonisme Lebih Dekat. http://pwkpersis.wordpress.com/2008/03/20/mengenal-hedonisme-lebih-dekat/
Rifai, Melly Sri Sulastri. 1983. Psikologi Perkembangan Remaja: dari Segi Kehidupan Sosial. Bandung: PT Bina Aksara
Robert, Edgar N. 1973. Writing Theme About Literature. New York: Prentice Hall Inc.
Semiun, Yustinus. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogaykarta: Kanisisus.
Sumardjo, Jakob. Saini KM. 1988. Apresiasi Kesustraan. Jakarta: Gramedia.
Supratiknya (ed). 1993. Teori-teori Psikodiamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius.
Suyanto, Agus (dkk). 1991. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Bumi Aksara
Tsiolkas, Christos. 1995. Loaded. Sydney: Vintage.
Waluyo, Herman J. 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Solo: Sebelas Maret press.
Webster’s New Collegiate Dictionary. 1951. Webster’s New Collegiate Dictionary. London: G Bell & Sons Ltd
Wellek, Rene. Warren, Austin. 1977. Theory of Literature. Florida: Harcourt, Brace, Javanovich Publishers.
Wolman, Benjamin B. 1973. Dictionary of Behavioral Science. New York: Van Nostrand Company.
Subscribe to:
Posts (Atom)